Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abdul Muthalib, Kakek Rasulullah yang Menemukan Kembali Sumur Zamzam

Kompas.com - 23/07/2022, 18:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Abdul Muthalib adalah kakek Nabi Muhammad dari pihak ayah.

Ia merupakan pemimpin suku Quraisy di Mekkah, yang menemukan kembali sumur zamzam yang sempat terkubur selama berabad-abad.

Selain itu, Abdul Muthalib dikenal sebagai sosok yang menamai Rasulullah dengan nama Muhammad dan menjadi pengasuhnya setelah sang ibu, Aminah, meninggal.

Berikut ini kisah Abdul Muthalib kakek Nabi Muhammad.

Baca juga: Fatimah Az Zahra, Putri Kesayangan Nabi Muhammad

Bernama asli Syaibah bin Hasyim

Abdul Muthalib lahir pada sekitar akhir abad ke-5 dengan nama asli Syaibah bin Hasyim.

Ia adalah putra Hasyim bin Abdu Manaf dan Salma binti Amr dari Banu Najjar, sebuah klan suku Khazraj di Madinah.

Hasyim bin Abdu Manaf adalah pemimpin suku Quraisy di Mekkah yang sangat dihormati.

Sebagai pemimpin, ia bertanggung jawab atas penanganan air dan makanan jemaah yang mengunjungi Mekkah.

Ketika Hasyim bin Abdu Manaf meninggal, Syaibah belum lahir, sehingga tampuk kekuasaan Mekkah jatuh ke tangan sang adik, Muthalib.

Karena ayahnya telah tiada, Syaibah dibesarkan di Madinah oleh ibu dan keluarganya.

Ketika Syaibah berusia sekitar delapan tahun, Muthalib datang ke Madinah dan meminta izin untuk mengasuhnya.

Pada awalnya, Salma tidak ingin merelakan putranya, tetapi Muthalib berargumen bahwa di Mekkah terdapat hal lebih besar yang menunggu Syaibah daripada Madinah.

Baca juga: Siti Khadijah, Istri Pertama Nabi Muhammad

Terkesan dengan argumen itu, Salma akhirnya merelakan Syaibah untuk dibesarkan Muthalib di Mekkah.

Saat tiba di Mekkah, tidak ada yang mengetahui bahwa Syaibah adalah keponakan Muthalib.

Orang-orang yang mengira bahwa Syaibah adalah pelayan atau budak Muthalib pun memanggilnya Abdul Muthalib (pelayan Muthalib).

Itulah mengapa mengapa kakek Nabi dipanggil dengan Abdul Muthalib.

Menemukan kembali sumur zamzam

Sebelum meninggal, Muthalib berwasiat bahwa tampuk kekuasaan Mekkah diserahkan pada Abdul Muthalib.

Sepeninggal sang paman, Abdul Muthalib hidup di tengah-tengah kaumnya di Mekkah dan memimpin mereka seperti yang dilakukan para pemimpin terdahulu.

Pada masa kepemimpinannya, terjadi beberapa peristiwa penting, salah satunya ditemukannya kembali sumur zamzam yang tersembunyi selama berabad-abad.

Baca juga: Siapa Saja yang Pernah Mengasuh Nabi Muhammad?

Sebelum menemukan kembali sumur zamzam, Abdul Muthalib beberapa kali bermimpi ditemui oleh sosok yang memerintahnya untuk menggali sumur zamzam.

Setelah mendapat petunjuk yang jelas dari mimpinya, Abdul Muthalib menggali di lokasi yang dimaksud.

Abdul Muthalib menggali sumur zamzam bersama putra satu-satunya saat itu, yakni Al Harits.

Namun, sempat ada permasalahan di antara kaum Quraisy dan Abdul Muthalib terkait kepemilikan sumur zamzam.

Pada akhirnya, permasalahan berhasil diselesaikan dan Abdul Muthalib menjadi pengurus mata air suci yang tidak pernah kering tersebut.

Nazar Abdul Muthalib

Dikisahkan sebelum menggali sumur zamzam, Abdul Muthalib sempat bernazar.

Apabila berhasil melakukan penggalian sumur zamzam dan dikaruniai 10 anak, maka ia akan menyembelih salah satu anaknya untuk dipersembahkan kepada Tuhan.

Baca juga: Sejarah Perjuangan Nabi Muhammad SAW Periode Madinah

Abdul Muthalib ternyata berhasil melakukan penggalian sumur zamzam dan di kemudian hari dikaruniai 10 anak dari enam istrinya.

Setelah mempunyai 10 anak, Abdul Muthalib mengundi siapa yang akan disembelih. Ketika diundi, yang keluar selalu nama putra bungsunya, Abdullah (ayah Rasulullah).

Beruntung, setelah menerima masukan dari Bani Makhzum dan para pembesar Quraisy, nazar Abdul Muthalib gagal dilakukan.

Mereka khawatir apabila penyembelihan terhadap Abdullah tetap dilakukan, akan menjadi tradisi bangsa Arab.

Akhirnya, nazar Abdul Muthalib diganti dengan penyembelihan 100 unta, yang dagingnya dibagikan untuk masyarakat sekitar Mekkah.

Setelah peristiwa itu, Abdullah bin Abdul Muthalib dinikahkan dengan Aminah binti Wahab.

Baca juga: Kisah Nabi Muhammad Sebelum Diangkat Menjadi Rasul

Serangan pasukan gajah dan lahirnya Rasulullah

Peristiwa penting lainnya yang terjadi pada masa pemerintahan Abdul Muthalib adalah serangan pasukan bergajah yang bersamaan dengan lahirnya Nabi Muhammad.

Diriwayatkan dalam Al Quran dan hadis, pada tahun 570, terjadi serangan pasukan gajah pimpinan Abrahah dari Yaman yang berniat meruntuhkan Kabah.

Dalam serangan itu, unta-unta Abdul Muthalib banyak yang dicuri. Abdul Muthalib pun menemui Abrahah dan meminta unta-untanya dikembalikan, tanpa menghalangi rencana penyerangan Kabah.

Sikap Abdul Muthalib sempat mengejutkan Abrahah. Mengetahui hal itu, Abdul Muthalib mengatakan bahwa Kabah memiliki Allah untuk melindunginya.

Sedangkan ia harus melindungi unta-untanya. Perkataan Abdul Muthalib pun menjadi kenyataan.

Pasalnya, serangan Abrahah gagal total karena pasukannya terkena azab mematikan ketika sampai di gerbang Kota Mekkah.

Baca juga: Alasan Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah

Kabah berada di bawah lindungan Allah, yang mendatangkan kawanan burung untuk menghujani pasukan gajah Abrahah dengan batu panas.

Karena peristiwa itu, tahun 570 dikenal sebagai Tahun Gajah, yang bertepatan dengan lahirnya Nabi Muhammad.

Menamai dan mengasuh Nabi Muhammad

Peristiwa serangan pasukan bergajah bersamaan dengan tahun lahirnya Nabi Muhammad. Ketika Rasulullah lahir, ayahnya, Abdullah bin Abdul Muthalib telah wafat.

Oleh karena itu, Abdul Muthalib yang membawa cucunya itu ke Kabah, seraya bersyukur dan berdoa atas kelahirannya.

Di rumah suci itulah, Abdul Muthalib menamai cucunya "Muhammad", nama yang tidak lazim digunakan oleh orang-orang Arab saat itu.

Nama Muhammad berarti orang yang terpuji, yang dipilih oleh Abdul Muthalib untuk cucu kesayangannya.

Baca juga: Kisah Wafatnya Nabi Muhammad pada 8 Juni 632

Ketika ditanya alasan pemberian nama Muhammad, Abdul Muthalib mengaku bahwa ia ingin cucunya menjadi orang terpuji di sisi Tuhan dan terpuji di kalangan manusia di bumi.

Abdul Muthalib juga menjadi orang yang mengasuh Muhammad, setelah ibunya, Aminah, wafat.

Saat itu, Muhammad baru berusia enam tahun. Abdul Muthalib sangat menyayangi cucunya, bahkan melebihi sayangnya kepada anak kandungnya.

Ia selalu mendekati, menemani, dan mengawasi Muhammad kecil hingga akhir hayatnya.

Wafat

Abdul Muthalib mengasuh Nabi Muhammad selama dua tahun saja, hingga cucunya itu berusia delapan tahun.

Hal ini karena Abdul Muthalib meninggal pada usia senja di tahun 578. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa Abdul Muthalib wafat di usia 80 tahun, tetapi ada juga yang meyakini usianya telah lebih dari 100 tahun.

Meski hidup sebelum datangnya ajaran Islam, Abdul Muthalib tidak pernah menyembah berhala dan ia adalah orang yang lurus.

Agama Abdul Muthalib adalah agama hanif, yang sesuai dengan perintah para Nabi terdahulu.

 

Referensi:

  • Ash-Shallabi, Ali Muhammad. (2012). Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid I (Edisi Indonesia). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
  • Ismail, Faisal. (2017). Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M). Yogyakarta: IRCiSoD.
  • Rahayu, Sri Januarti. (2020). Meneladani Rasulullah melalui Sejarah. Jakarta: Penerbut Bhuana Ilmu Populer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com