KOMPAS.com - Sejak Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah pada 622, sejarah perkembangan Islam memasuki babak baru.
Islam, yang muncul di Kota Mekkah, akhirnya juga diterima dan berkembang di Madinah.
Nabi Muhammad melanjutkan perjuangan dakwah di Kota Madinah selama 10 tahun dan menggunakan berbagai metode untuk syiar Islam.
Berawal dari pertemuan dengan perwakilan Suku Aus dan Khazraj di Mekkah, Rasulullah mendapat jaminan ketika pindah ke Madinah.
Berbekal jaminan dari Suku Aus dan Khazraj inilah, dakwah Rasulullah di Madinah berhasil.
Lalu, apa saja strategi dakwah Rasulullah pada periode Madinah?
Baca juga: Asal-usul Nama Kota Madinah
Ketika hijrah ke Madinah atau Yatsrib pada 622, Nabi Muhammad yakin bahwa Islam siap untuk berkembang di kota tersebut.
Strategi dakwah yang pertama kali dilakukan Rasulullah SAW ketika di Yatsrib yaitu mendirikan masjid.
Masjid tersebut kini dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang dibangun di tempat di mana unta Nabi Muhammad istirahat ketika sampai di Madinah.
Tempat istirahat unta Nabi tersebut merupakan tanah yang dimiliki oleh dua anak yatim, yakni Sahal dan Suhail, yang diasuh oleh Mu'adz bin Afra.
Tanah tersebut kemudian dibeli Nabi Muhammad dengan dibayar oleh salah satu sahabatnya yang kaya.
Kemudian, di atas tanah itu, dibangun masjid sebagai pusat kegiatan dan dakwah Islam di Madinah, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi.
Baca juga: Masjid Peninggalan Dinasti Umayyah
Pada awal didirikannya, Masjid Nabawi memiliki beberapa fungsi, sebagai berikut.
Pada awal kedatangan orang-orang Islam, di Madinah terdapat dua golongan besar, yakni orang Muhajirin dan Anshar.
Muhajirin adalah orang-orang Islam dari Mekkah yang hijrah ke Madinah, sedangkan orang Anshar adalah penduduk asli Kota Madinah.