KOMPAS.com – Harimau Nan Salapan adalah sebutan untuk delapan tokoh Islam dari kaum Padri yang ingin melakukan pembersihan terhadap ajaran Islam bagi rakyat di Minangkabau.
Harimau Nan Salapan memiliki misi menyebarkan dan memurnikan kembali ajaran Islam yang dianggap sudah terpengaruh oleh budaya lain, khususnya yang dilakukan oleh kaum Adat.
Kaum Adat dikenal sebagai kelompok masyarakat di Minangkabau yang memiliki kebiasaan buruk dan bertentangan dengan ajaran Islam, seperti sabung ayam dan berjudi.
Oleh sebab itu, Harimau Nan Salapan meminta Kaum Adat lebih mengikuti syariat Islam.
Baca juga: Strategi Belanda dalam Perang Padri
Harimau Nan Salapan terdiri atas delapan tokoh, sebagai berikut:
Sejarah terbentuknya Harimau Nan Salapan bermula dengan kedatangan tiga orang haji dari Mekkah pada 1803 ke Minangkabau, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piobang.
Ketiga tokoh ini datang membawa puritanisme, yaitu gerakan pemurnian ajaran Islam.
Selama di Minangkabau, ketiga haji ini kerap melihat adanya kebiasaan buruk yang masih dilakukan oleh sebagian masyarakat di sana, salah satunya sabung ayam.
Sejak saat itu, mereka pun bertekad mulai mengajar agama Islam di kampung-kampung di Minangkabau.
Suatu hari, Haji Miskin yang dibantu oleh seorang penghulu bernama Kuncir gelar Datuk Batuah melarang penduduk di Pandai Sikat menyabung ayam.
Namun, larangan ini tidak dihiraukan oleh penduduk setempat. Haji Miskin pun merasa kesal sehingga pada suatu malam ia memutuskan membakar balai yang biasa digunakan penduduk untuk sabung ayam.
Perbuatan Haji Miskin sontak membuat kaum Adat merasa marah sehingga ia pun menjadi incaran mereka.
Baca juga: Mengapa Perang Padri Berubah Menjadi Perang Kolonial?
Haji Miskin kemudian berusaha menyelamatkan diri dari kejaran dan bersembunyi di Kota lawas, tempat ia mendapat perlindungan dari Tuanku Mensiangan, seorang ulama terpandang di daerah itu.
Beberapa hari setelahnya, kaum Adat datang ke dekat Balai Panjang, pasar Kota Lawas, dan terlibat pertengkaran dengan orang-orang yang bersimpati pada Haji Miskin.
Haji Miskin kemudian kembali melarikan diri ke daerah Kamang. Di sana, ia bertemu dengan Tuanku Nan Renceh.