KOMPAS.com - Ki Ageng Pamanahan merupakan tokoh yang merintis wangsa Mataram Islam.
Ia mendapat julukan Pamanahan karena menetap di Desa Manahan, yang saat ini dekat dengan Stadion Manahan, Solo.
Dalam Babad Tanah Jawi, dijelaskan bahwa Ki Ageng Pamanahan merupakan putra dari Ki Ageng Henis.
Sedangkan anak Ki Gede Pamanahan yang menjadi raja Mataram adalah Panembahan Senopati.
Baca juga: Panembahan Senopati, Pendiri Kerajaan Mataram Islam
Ki Ageng Pamanahan merupakan anak dari Ki Ageng Henis, keturunan dari Ki Ageng Sela yang tinggal di Laweyan, Solo.
Mereka adalah keturunan yang berasal dari Sela, sebuah desa yang saat ini masuk ke dalam Kabupaten Grobogan.
Ki Ageng Pamanahan dan adik angkatnya, Ki Penjawi, pindah ke Pajang untuk mengabdi kepada Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir dan dijadikan lurah wiratamtama di Pajang.
Sepeninggal Sultan Trenggana pada 1546, Kesultanan Demak mengalami krisis politik.
Krisis tersebut disebabkan oleh perebutan kekuasaan antara Arya Penangsang dengan Sunan Prawata.
Baca juga: Penyebab Terjadinya Perang Saudara di Kerajaan Demak
Sunan Prawata dibunuh oleh Arya Penangsang, yang kemudian naik takhta sebagai sultan di Demak.
Selain itu, Arya Penangsang juga membunuh Sultan Hadlirin, suami Ratu Kalinyamat, yang merupakan putri dari Sultan Trenggana.
Arya Penangsang juga berambisi membunuh Sultan Hadiwijaya, yang berusaha memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang.
Akan tetapi, usaha Arya Penangsang berhasil digagalkan oleh Ki Ageng Pemanahan, yang menyelamatkan Sultan Hadiwijaya.
Setelah itu, Sultan Hadiwijaya mengadakan sayembara untuk membunuh Arya Penangsang.
Sayembara itu diikuti oleh Ki Ageng Pamanahan dan adiknya, Ki Panjawi, atas dorongan Ki Juru Martani, kakak ipar Pamanahan.