Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nusantaria, Kawasan Kebudayaan Maritim Terbesar di Dunia

Kompas.com - 31/05/2022, 09:00 WIB
Rakhadian Noer Kuswana,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Istilah Nusantaria mungkin lebih asing di telinga dibandingkan Nusantara.

Kata "Nusa" adalah turunan dari bahasa Sanskerta yang berarti "pulau". Pada zaman dulu, istilah Nusantara merujuk pada kawasan pulau-pulau dan pantai-pantai yang mengakui kekuasaan dari Kerajaan Majapahit.

Pada masa Kerajaan Maapahit, Nusantara mencakup sebagian besar wilayah Indonesia masa kini, sebagian Filipina, pantai Vietnam bagian tengah, dan Semenanjung Malaya.

Namun, istilah Nusantara dalam bahasa Melayu kini pemaknaannya lebih sempit, yakni merujuk pada kepulauan Indonesia.

Oleh karena itu, seorang jurnalis dan sejarawan asal Inggris bernama Philip Bowring, membuat istilah Nusantaria.

Nusantaria digunakan untuk menggambarkan kawasan yang lebih luas dari Nusantara, yang meliputi pulau-pulau dari Semenanjung Malaya, Indonesia, sampai Filipina.

Nusantaria juga disebut sebagai kawasan kebudayaan maritim terbesar di dunia dan menjadi pusat perdagangan serta pelayaran sejak dulu.

Berikut sejarah terbentuknya Nusantaria.

Baca juga: Sejarah Nama Nusantara

Terbentuknya Nusantaria

Pada 20.000 hingga 7.000 tahun lalu, terjadi kenaikan permukaan air laut yang membanjiri sebagian besar Dangkalan Sunda.

Kemudian, pada 4.000 tahun lalu, terjadi sedikit kenaikan air laut, sebelum akhirnya surut kembali sehingga memunculkan beberapa daratan.

Sejak saat itulah, dalam kurun waktu 1.000 tahun terakhir hingga saat ini, ketinggian air laut relatif stabil.

Selain di kawasan Dangkalan Sunda, kenaikan permukaan air laut terjadi di beberapa bagian Dangkalan Sahul, yang mana daratan utamanya adalah wilayah Papua dan Australia.

Meski begitu, perlu ditekankan pula bahwa daratan Asia Tenggara dalam waktu yang lama sebelumnya terbentuk dari Gondwana, benua besar pada masa Neoproterozoic.

Baca juga: Sejarah Penemuan Benua Australia

Pada masa puncak zaman es terakhir, kurang lebih 21.000 tahun lalu, massa daratan Erasia mencapai titik rendah.

Pada titik rendah tersebut, tinggi laut sekitar 120 meter di bawah tinggi saat ini, sehingga sekitar 3 juta kilometer persegi wilayah yang sekarang menjadi lautan air, dulunya merupakan tanah kering.

Oleh karena itu, pulau-pulau di Jepang seperti Kyushu misalnya, terhubung dengan wilayah yang kini merupakan Semenanjung Korea dan terhubung pula dengan Taiwan melalui Kepulauan Ryukyu.

Pada 14.000 tahun lalu, ketinggian air laut naik sekitar 5 meter setiap 100 tahun. Berbeda jauh dengan kondisi saat ini, yang rata-rata hanya naik sekitar 20 centimeter setiap 100 tahun.

Baca juga: Tribhuwana Tunggadewi, Ratu Majapahit Penakluk Nusantara

Kemudian, pada sekitar 11.000 tahun lalu, tinggi air laut sekitar 50 meter lebih rendah daripada sekarang.

Sehingga, benua Asia pada saat itu masih menyatu dengan wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Hainan, dan Taiwan.

Pada akhirnya, tinggi air laut menjadi lebih stabil dan membentuk kawasan maritim seperti sekarang ini.

Dalam konsep Nusantaria, kepulauan dan pantai Asia Tenggara dipandang sebagai kawasan yang utuh dan berperan besar dalam sejarah dunia.

Pasalnya, Nusantaria adalah satu kawasan dengan identitas budaya, bahasa, dan kebudayaan maritim terbesar di dunia yang menjadi pusat perdagangan serta pelayaran sejak dulu.

 

Referensi

  • Bowring, P. 2022). Nusantaraia: Sejarah Asia Tenggara Maritim. Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia.
  • Sathiamurthy, E. & Harold, K. V. 2006. Maps of Holocene Sea Level Transgression and Sumerged Lake on the Sunda Shelf. Natural History of Journal of Chulalongkorn University, 2, 1-44.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com