Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raja Jeongjo, Penguasa Joseon yang Meninggal Misterius

Kompas.com - 28/12/2021, 12:00 WIB
Lukman Hadi Subroto,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Raja Jeongjo adalah raja ke-22 Dinasti Joseon, dinasti yang pernah berkuasa di Korea dari abad ke-14 hingga abad ke-19.

Ia menjadi Raja Joseon setelah menggantikan kakeknya, Raja Yeongjo, yang memerintah antara 1724 hingga 1776.

Selama memerintah, Raja Jeongjo berupaya untuk mereformasi dan membangun Dinasti Joseon.

Di sisi lain, ia juga berupaya membersihkan nama sang ayah, Pangeran Sado, yang dihukum mati setelah diduga kuat menjadi korban konspirasi lawan politiknya.

Baca juga: Daftar Dinasti yang Pernah Berkuasa di China

Masa kecil

Jeongjo lahir dengan nama Yi San pada 28 Oktober 1752. Ia adalah putra dari Pangeran Sado dan Putri Hyegyeong.

Ibunya pernah menulis autobiografi berjudul The Memoirs of Lady Hyegyeong, yang kemudian menjadi sumber sejarah terkait peristiwa politik di Joseon selama abad ke-18.

Pada 1762, Pangeran Sado dieksekusi oleh Raja Yeongjo setelah dituduh menderita penyakit mental dan melakukan serangkaian perbuatan keji.

Sebelum sang ayah meninggal, Jeongjo dilarang untuk mengunjunginya oleh sang kakek. Karena itu, ia memilih menolak hadir ketika ayahnya dimakamkan.

Jeongjo sebenarnya memiliki saudara laki-laki bernama Pangeran Uiso, tetapi meninggal saat masih kecil.

Baca juga: Dinasti Tang: Sejarah, Masa Kejayaan, dan Keruntuhan

Menjadi anak angkat pamannya

Pada 21 Februari 1764, Jeongjo dijadikan anak angkat Putra Mahkota Hyojang (kakak tiri Pangeran Sado) dan Permaisuri Hyosun atas perintah Raja Yeongjo.

Hal ini dilakukan karena Raja Yeongjo khawatir pengangkatan Jeongjo nantinya akan mendapat tentangan karena kasus yang menimpa ayahnya.

Tentangan itu terbukti benar. Pasalnya, antara 1762-1766, beberapa anggota Partai Noron selalu berusaha mendeportasi Jeongjo dan membuka jalur suksesi untuk keluarga kerajaan yang lain.

Nasib buruk pun menghampiri saat Jeongjo masih menjadi putra mahkota, di mana ia selalu bertemu dengan politikus licik yang berpura-pura ingin mengamankan jalannya menjadi raja.

Menjadi Raja Joseon

Jeongjo dinobatkan menjadi Raja Joseon pada 10 Maret 1776, sebelum kakeknya, Raja Yeongjo, meninggal.

Sejak hari pertama pemerintahannya, Raja Jeongjo menghabiskan banyak waktunya untuk membersihkan nama sang ayah.

Baca juga: Dinasti Ming: Sejarah, Masa Kejayaan, Keruntuhan, dan Peninggalan

Ia pun memindahkan istana ke Kota Suwon agar lebih dekat dengan makam ayahnya. Raja Jeongjo kemudian membangun Benteng Hwaseong untuk menjaga peristirahatan terakhir sang ayah.

Raja Jeongjo juga mengeluarkan dekrit terkait situasi dari ibunya, Putri Hyegyeong. Status Putri Heygyeong ditetapkan sebagai Janda Ratu karena suaminya, Pangeran Sado, yang seharusnya menjadi raja meninggal.

Membentuk pasukan pengawal raja

Sejak awal, pemerintahan Raja Jeongjo telah mengalami pergolakan, yang sebagian besar berasal dari Partai Noron.

Pada 1776, ia berhasil menghindari upaya kudeta militer dan pembunuhan oleh anggota Partai Noron.

Raja Jeongjo bahkan menangkap dan mengeksekusi sendiri anggota Partai Noron yang terlibat dalam pemberontakan dan membunuh Pangeran Eunjeon, Hong In Kan, dan Chung Hu Kyom.

Akibat pergolakan politik di internal kerajaan, Raja Jeongjo memutuskan untuk mendirikan pasukan pengawal raja bernama Changyongyeong, yang anggotanya ia pilih sendiri.

Sebenarnya, sudah ada pasukan khusus Naekeunwe, yang dibentuk dan telah menjadi pengawal raja Joseon sejak 1407. Namun, Raja Jeongjo tidak percaya orang-orang di dalamnya.

Baca juga: Raja Cheoljong: Sejarah, Masa Pemerintahan, dan Kisah Tragis

Kebijakan

Selama memerintah, Raja Jeongjo melakukan beberapa gebrakan untuk memajukan Dinasti Joseon.

Ia melakukan berbagai reformasi selama pemerintahannya, seperti mendirikan Kyujanggak atau perpustakaan kerajaan.

Tujuan didirikannya Kyujanggak adalah untuk meningkatkan sikap budaya dan politik Joseon serta merekrut perwira untuk membantu negara.

Raja Jeongjo juga menjadi pelopor revolusi sosial, dengan membuka posisi pemerintahan bagi orang-orang yang sebelumnya dilarang bekerja di pemerintahan karena status sosial mereka.

Sebagai raja, Jeongjo menguasai ilmu humaniora, filsafat, Neo-konfusianisme, dan dikenal sangat suka membaca buku. Ia bahkan mendapat dukungan dari banyak cendekiawan Silhak.

Periode pemerintahannya juga berhasil membuat budaya populer Joseon berkembang.

Baca juga: Dinasti Yuan: Sejarah, Perkembangan, dan Keruntuhan

Wafat

Pada akhir abad ke-18, Raja Jeongjo mempersiapkan pernikahan putra keduanya, Pangeran Sunjo, dengan Putri Kim dari klan Andong.

Namun, ia tidak sempat menyaksikan pernikahan putranya. Raja Jeongjo diketahui meninggal secara misterius pada 18 Agustus 1800, di usia 47 tahun.

Raja Jeongjo kemudian dimakamkan bersama dengan istrinya, Ratu Hyoui, di makam kerajaan Golleung di Kota Hwaseong.

Hingga kini, misteri di balik kematiannya belum terungkap dan spekulasi tentang penyebab kematiannya kerap diulas dalam berbagai buku.

 

Referensi:

  • Seung-Yoon, Yang. (2003). Sejarah Korea Sejak Awal Abad hingga masa Kontemporer. Yogyakarta: UGM Press.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com