Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyimpangan Politik Luar Negeri pada Masa Demokrasi Terpimpin

Kompas.com - 17/12/2021, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada tahun 1959 hingga 1965, Presiden Soekarno menerapkan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

Demokrasi Terpimpin dijalankan berdasarkan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dan Tap MPRS No. VIII/MPRS/1965.

Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan sesuai dengan UUD 1945.

Namun, Soekarno sendiri menjelaskan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan. Maksudnya adalah demokrasi yang berlandaskan musyawarah mufakat.

Meski begitu, Soekarno pernah melakukan beberapa penyelewengan, termasuk penyimpangan politik luar negeri.

Berikut ini penyimpangan kebijakan politik luar negeri yang pernah terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin.

Baca juga: Kegagalan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin

 

Proyek Mercusuar

Awal dimulainya Proyek Mercusuar yaitu saat Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games tahun 1962.

Mengetahui hal itu, Presiden Soekarno ingin mengagung-agungkan kemegahan Indonesia di mata dunia luar.

Untuk itu, melalui Proyek Mercusuar, Presiden Soekarno menjalankan enam proyek pembangunan, yakni:

  1. Stadion Gelora Bung Karno
  2. Hotel Indonesia
  3. Jembatan Semanggi
  4. Monumen Selamat Datang
  5. Monas
  6. Gedung DPR/MPR

Semua proyek ini membuat beban anggaran melonjak tajam hingga terjadi krisis ekonomi di Indonesia.

Baca juga: Proyek Mercusuar Soekarno

Poros Jakarta-Peking

Presiden Soekarno membuat Poros Jakarta-Peking tahun 1964 untuk menjalin kerjasama antara Indonesia dengan Tiongkok.

Hal ini dilakukan supaya Indonesia menjadi negara yang besar dan terhormat. Namun, langkah ini dianggap sebagai sebuah penyimpangan politik karena Tiongkok merupakan negara komunis.

Beberapa faktor yang membuat Presiden Soekarno membuat Poros Jakarta-Peking adalah:

  • Terjadi Konfrontasi dengan Malaysia yang membuat Indonesia membutuhkan bantuan dari negara militer hingga logistik
  • Indonesia yang baru saja merdeka membutuhkan banyak bantuan modal asing

Konfrontasi Indonesia-Malaysia

Antara tahun 1962-1966, terjadi sengketa wilayah antara Indonesia dengan Malaysia terkait penggabungan wilayah Sabah, Brunie, dan Sarawak.

Untuk menyelesaikan masalah ini, Indonesia mengupayakan diplomasi dengan Malaysia.

Baca juga: Konfrontasi Indonesia-Malaysia: Penyebab, Perkembangan, dan Akhirnya

Sejak tanggal 7 hingga 11 Juni 1963, diadakan pertemuan Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri di Manila, Filipina, antara Indonesia dengan Malaysia dan Filipina.

Hasil dari pertemuan ini adalah Filipina dan Indonesia sebenarnya menyetujui pembentukan Negara Federasi Malaysia apabila dilakukan referendum yang diorganisasi PBB.

Namun, Malaysia justru melanggar kesepakatan dan membuat Indonesia murka hingga memutuskan hubungan diplomatik dengan negara tersebut.

Operasi Dwikora

Keluarnya perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) didasari oleh peristiwa Konfrontasi Indonesia dengan Malaysia.

Pada saat itu, tengah terjadi demonstrasi besar-besaran di Kuala Lumpur, di mana para demonstran menyerbu kantor Kedutaan Besar RI pada 17 September 1963.

Mereka merobek foto-foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan PM Tuanku Abdul Rahman dan diinjak-injak.

Aksi itu lantas membuat Soekarno marah, sehingga ia melancarkan aksi Ganyang Malaysia.

Baca juga: Kabinet Dwikora I, II, dan III: Susunan, Kebijakan, Kejatuhan

Kemudian, pada 3 Mei 1964, dalam rapat di Jakarta, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora).

Isi Dwikora adalah:

  • Pertinggi ketahanan Revolusi Indonesia
  • Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah, untuk melumpuhkan Malaysia.

Keluar dari PBB

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merupakan organisasi persatuan antarbangsa di seluruh dunia.

Dalam pidatonya di depan Sidang Umum PBB pada 1965 dengan judul "Membangun Dunia Kembali", Presiden Soekarno menyatakan Indonesia keluar dari PBB.

Baca juga: Pengakuan PBB terhadap Kemerdekaan Indonesia

Penyebab utamanya adalah diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Keluarnya Indonesia dari PBB kemudian dinyatakan secara resmi oleh Menteri Luar Negeri Subandrio.

Sikap ini merupakan salah satu bentuk penyimpangan politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin.

Pasalnya, keputusan untuk keluar dari PBB membuat Indonesia semakin terkucil dari pergaulan internasional dan sangat merugikan negara.

 

Referensi: 

  • Heuken, Adolf. (2008). Medan Merdeka, Jantung Ibukota RI. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com