Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Jepang Menyerah Tanpa Syarat kepada Sekutu?

Kompas.com - 06/12/2021, 14:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Pada 6 Agustus 1945, bom yang disebut little boy dijatuhkan di Kota Hiroshima. Sekitar 70.000 hingga 80.000 penduduk Hiroshima tewas dalam peristiwa itu.

Setelah Hiroshima, pada 9 Agustus 1945, Amerika Serikat kembali mengebom Jepang, tepatnya di Kota Nagasaki.

Bom kedua yang dijatuhkan di Nagasaki disebut Fat Man, bom nuklir yang kekuatannya lebih besar dari sebelumnya.

Hanya dengan satu bom, seluruh kota Nagasaki dapat dihancurkan. Korban jiwa mencapai 70.000 hingga 120.000 jiwa.

Pada saat yang sama, tanggal 9 Agustus 1945, pasukan Uni Soviet menyerang Manchuria, wilayah utara China yang diduduki Jepang.

Serangan ini menghancurkan pasukan Jepang yang sedang berperang di China dan Korea.

Baca juga: Proyek Manhattan, Program Rahasia di Balik Bom Hiroshima dan Nagasaki

Jepang menyerah kepada Sekutu

Kehancuran yang disebabkan oleh bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki serta ancaman dari Uni Soviet membuat Jepang sadar bahwa kekalahan sudah tidak dapat dielakkan.

Akhirnya, pada 14 Agustus 1945 Kaisar Jepang Hirohito memutuskan untuk menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Keesokan harinya, pada 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito menyampaikan langsung keputusan menyerahnya Jepang tanpa syarat terhadap Sekutu melalui radio nasional. 

Pasukan Jepang sendiri berusaha menyembunyikan berita ini, supaya tidak terdengar oleh para pemuda Indonesia.

Akan tetapi, berita tersebut terdengar oleh salah satu tokoh Tanah Air pada masa itu. Tokoh yang mendengar berita Jepang menyerah kepada Sekutu adalah Sutan Syahrir.

Begitu Syahrir mendengar berita tersebut, ia segera menindaklanjutinya dengan mengajak para pejuang golongan muda untuk mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sambil menunggu penyerahan kekuasaan di Indonesia kepada Sekutu, Jepang diwajibkan menjaga status quo, yang artinya Jepang wajib menjaga Indonesia dari penguasaan Belanda.

 

Referensi:

  • Departemen Perhubungan Direktorat-Jenderal Pos dan Telekomunikasi. (1980). Sejarah Pos dan Telekomunikasi di Indonesia. Departemen Perhubungan Direktorat-Jenderal Pos dan Telekomunikasi . Vol 1-3.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com