Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Periode Bersiap Indonesia: Awal Mula dan Pecahnya Pertempuran

Kompas.com - 05/08/2021, 11:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Bersiap adalah istilah yang dicetus oleh Belanda untuk fase kekerasan dan kekacauan Revolusi Nasional Indonesia setelah Perang Dunia II berakhir. 

Kata Bersiap sendiri berarti "bersiap-siap".

Periode Bersiap ditandai dengan terjadinya kekacauan dan perampokan massal yang dilakukan oleh masyarakat pro-kemerdekaan yang disebut Pemoeda, dengan orang pro-Belanda.

Dimulai sejak 1945, periode Bersiap berakhir pada 1946. Akibat pertempuran ini, sekitar 7.000 hingga 20.000 orang tewas.

Baca juga: Gerakan Aceh Merdeka: Latar Belakang, Perkembangan, dan Penyelesaian

Awal Mula

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, merupakan salah satu peristiwa yang banyak ditunggu masyarakat Indonesia waktu itu.

Terutama setelah 3,5 tahun masa pendudukan Jepang yang kejam serta bertahun-tahun kolonialisme Belanda. 

Namun, semangat kemerdekaan yang saat itu dirasakan oleh Indonesia, turut bercampur dengan nafsu balas dendam terhadap hal yang berhubungan dengan Belanda. 

Orang-orang Indonesia yang disebut Pemoeda, tidak menyukai orang-orang yang dekat dengan Belanda maupun orang Belanda asli dan keturunannya.

Bahkan, mereka yang bekerja untuk Belanda juga disebut sebagai mata-mata Belanda. 

Masa bersiap bermula pada Oktober 1945. 

Mengapa disebut "bersiap", karena saat itu kerap terdengar seruan "bersiap" saat tentara Sekutu melakukan patroli di jalanan.

Baca juga: Pangeran Mohammad Noor: Kiprah dan Perannya

Pecah Pertempuran

Sejak 7 Oktober, para pemuda Indonesia telah menghalangi pedagang Indonesia yang hendak menjual kebutuhan pokok mereka kepada Belanda. 

Di hari yang sama, rumah Asisten Wedana Depok juga dirampok. Kemudian, pada 9 Oktober 1945, wilayah Depok dirampas oleh Pemoeda. 

Kala itu, Depok dikenal sebagai pusat tempat tinggalnya orang Indo (Eropa-Hindia). Lima rumah warga dirampok. 

Selanjutnya, pada 10 Oktober, para gelandangan menyerbu gedung pangan di Depok. 

Pertempuran berlanjut, tanggal 11 Oktober, saat itu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menyerang Belanda. Kejadian ini dikenal sebagai Gedoran. 

Kemudian, tanggal 13 Oktober, segerombolan orang menyerbu sampai memakan korban sejumlah sepuluh warga. 

Setelah itu, orang Eropa dan orang Indo dikumpulkan di belakang Stadion Depok. Mereka semua dijadikan sebagai tawanan. 

Tidak hanya mereka, orang dari etnis Ambon dan Manado juga menjadi sasaran para Pemoeda.

Kedua etnis ini dianggap bekerja sama dengan pemerintah dan militer Belanda pada masa sebelum Jepang menduduki Indonesia. 

Perlawanan yang dilakukan oleh orang pro-Indonesia ini pada akhirnya memicu kemarahan orang-orang pro-Belanda. 

Alhasil, mereka juga melayangkan aksi balas dendam. 

Beberapa orang Ambon yang kerap mangkal di Senen, yaitu Wimpie, Albert, Mingus Gerardus, dan Polang, menyuruh orang Republik yang mereka temui untuk menelan lencana Merah-Putih yang dikenakan. 

Aksi balas dendam ini ternyata tidak menargetkan para pemuda Indonesia saja, melainkan juga Perdana Menteri Sutan Sjahrir sebagai sasaran percobaan pembunuhan. 

Pada Desember 1945, terjadi dua kali upaya pembunuhan terhadap PM Sjahrir oleh sekelompok orang yang terdiri dari orang Indo, Ambon, dan Manado, tetapi gagal.

Setelah pecah pertempuran, Periode Bersiap mulai meredup pada awal 1946. 

Akibat pertempuran ini, sekisar 7.000 hingga 20.000 orang tewas. 

Baca juga: Kerusuhan Priok: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak

Referensi: 

  • Irsyam, Tri Wahyuning M. (2017). Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990-an. Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com