Pada 1909, ia bergabung ke dalam organisasi Budi Utomo. Dari organisasi ini ia berharap dapat memberitakan reformasi kepada anggotanya.
Namun, para pendukungnya justru mendesak Dahlan untuk mendirikan organisasi sendiri.
Pada 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan Muhammadiyah, organisasi pendidikan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita reformasinya.
Perkumpulan ini berdiri tepatnya pada 18 November 1912. Sejak awal, Dahlan sudah menetapkan bahwa Muhammadiyah tidak bergerak dalam bidang politik, melainkan sosial dan pendidikan.
Pada 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permojonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapat status sebagai badan hukum.
Permohonan inipun baru dikabulkan pada 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 Tanggal 22 Agustus 1914.
Izin ini hanya berlaku dan boleh bergerak untuk daerah Yogyakarta saja.
Sejak saat itu, organisasi Muhammadiyah pun semakin lama semakin berkembang.
Pada 1917 ditambahkan seksi perempuan bernama Aisyiyah, buatan istrinya, yang berperan penting dalam memodernisasi kehidupan perempuan Indonesia.
Maka dari itu, Dahlan kembali mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada 2 September 1921.
Saat ini, dengan jumlah anggota sebanyak 20juta, Muhammadiyah menjadi organisasi Muslim terbesar kedua di Indonesia setelah Nahdlatul Ulama.
Baca juga: Maria Walanda Maramis: Kehidupan, Kiprah, Perjuangan, dan Akhir Hidup
Ahmad Dahlan meninggal di usia 54 tahun di Yogyakarta pada 23 Februari 1923.
Atas jasanya, KH Ahmad Dahlan pun dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional menurut Surat Keprres No. 657 Tahun 1961.
Dasar-dasar penetapan Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional adalah sebagai berikut:
Referensi: