Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polemik Polusi Udara Jakarta dari Masa ke Masa

Dari masa ke masa, perjuangan melawan polusi udara telah menjadi agenda penting pemerintah dan masyarakat Indonesia.

Mari kita menyelami sejarah panjang polusi udara di Jakarta, dari akar-akarnya yang muncul pada awal abad ke-20 hingga perjuangan yang terus berlanjut pada masa kini.

Data kualitas udara DKI Jakarta dari masa ke masa

Pada Senin (11/9/2023), Jakarta memuncaki peringkat kelima sebagai kota dengan udara paling buruk di dunia.

Menurut data dari situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 06.30 WIB, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta mencapai angka 151, masuk dalam kategori "tidak sehat" dengan tingkat polusi udara PM2,5 mencapai 56,2 mikrogram per meter kubik.

Kondisi ini mengancam kesehatan manusia dan kelompok hewan sensitif, serta berpotensi merusak tumbuhan dan nilai estetika kota.

Tidak hanya itu, Jakarta mengalami kualitas udara terburuk pada Selasa (25/7/2023) dengan rata-rata harian mencapai 164 poin, yang juga diklasifikasikan sebagai "tidak sehat" dan berada di zona merah.

Dua hari berikutnya, pada Rabu dan Kamis, Jakarta masih mengalami kondisi sama dengan skor AQI mencapai 161 poin, yang juga masuk dalam kategori "tidak sehat".

Ini menunjukkan bahwa polusi udara telah menjadi masalah serius di kota ini.

Pada tahun sebelumnya, Jakarta bahkan pernah mencapai peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada 21 Juni 2022 pukul 08.50 WIB.

Data harian IQAir menunjukkan bahwa Jakarta mengalami kondisi "tidak sehat" mulai dari Selasa (14/6/2022) dan berlangsung selama dua pekan hingga Minggu (26/6/2022).

Bahkan, pada 28 Juni 2022 pukul 09.02 WIB, Jakarta masih masuk dalam 10 besar kota paling berpolusi di dunia, dengan kadar polusi udara mencapai 101 standar Amerika Serikat (US AQI), masuk dalam kategori "tidak sehat bagi kelompok sensitif".

Mundur ke tahun-tahun sebelumnya, data pemantauan kualitas udara PM2.5 yang dilakukan oleh Kedutaan Besar AS di Jakarta mengungkapkan bahwa pada 2017, hanya ada 40 hari dengan udara bisa dianggap "baik" untuk dihirup.

Mayoritas dari hari-hari itu terjadi pada bulan Januari, November, dan Desember.

Selama 2018, hanya ada 25 hari dengan kualitas udara yang bisa disebut "baik",  sedangkan sebanyak 101 hari dicatat dengan kualitas udara "tidak sehat".

Perburukan lebih lanjut terjadi pada 2019, dengan angka yang mencengangkan, yaitu 172 hari dengan kualitas udara "tidak sehat".

Ini adalah peningkatan lebih dari 50% dari tahun sebelumnya.

Bahkan pada awal 2020, meskipun ada gangguan aktivitas akibat pandemi COVID-19, kualitas udara di Jakarta tetap tidak kunjung membaik, karena sejak Maret sampai Mei berada dalam kategori "sedang" hingga "tidak sehat".

Musim kemarau, yang berlangsung Mei hingga Oktober 2020, adalah saat-saat paling kritis, di mana jumlah hari dengan kualitas udara paling buruk terjadi.

Meskipun musim hujan, November-Maret 2020, memberikan sedikit perbaikan, tetapi data kualitas udara selama 2018 dan 2019 menunjukkan bahwa sebagian besar waktu, tingkat PM2.5 berada pada level berbahaya, terutama bagi kelompok-kelompok yang lebih sensitif terhadap polusi udara.

Bloomberg Philanthopics dan Vital Strategies menerbitkan laporan inventarisasi emisi pencemaran udara di Jakarta yang menunjukkan peningkatan konsentrasi PM2.5 dan O3 di Jakarta dari tahun 2001 hingga 2019.

Adapun NO2 dan SO2 cenderung melandai dan fluktuatif, tetapi masih memenuhi Baku Mutu Nasional.

Hal ini menjadi perhatian serius mengingat bahwa rata-rata tahunan PM2.5 pada 2019 di seluruh stasiun pemantau telah melebihi ambang batas nasional maupun Pedoman Kualitas Udara WHO.

Pemicu buruknya kualitas udara Jakarta

Pada awal abad ke-20, Jakarta mengalami urbanisasi yang drastis akibat perubahan sosial dan ekonomi.

Lonjakan kendaraan bermotor dan pesatnya perkembangan industri memicu peningkatan emisi berbagai polutan. Periode ini menjadi titik awal dari permasalahan polusi udara yang berkepanjangan.

Pada 1970-an, Jakarta dihadapkan pada krisis serius terkait polusi udara.

Laporan-laporan mengenai kualitas udara yang buruk dan dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia menjadi semakin meningkat.

Pemerintah mulai menyadari pentingnya mengatasi masalah ini dan mengambil langkah-langkah untuk mengurangi polusi udara, yaitu dengan membentuk Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) pada1984 yang bertugas mengawasi dan mengatur isu-isu lingkungan, termasuk polusi udara di wilayah Jakarta.

Pemerintah juga mulai memberlakukan standar emisi untuk industri dan transportasi dengan tujuan mengurangi polusi udara.

Namun, tantangan besar muncul seiring dengan pertumbuhan penduduk yang cepat dan kurangnya infrastruktu memadai, sehingga mengakibatkan mobilitas tinggi dan kontribusi emisi signifikan.

Pada 1990-an, Jakarta bahkan menghadapi masalah hujan asam akibat emisi dari industri dan transportasi.

Ini menjelaskan bahwa polusi udara di Jakarta tidak hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga merusak lingkungan secara keseluruhan.

Selama dua dekade terakhir, Jakarta mengalami lonjakan jumlah kendaraan bermotor.

Pada 2000, jumlah kendaraan di Jakarta mencapai sekitar 4 juta unit.

Pada 2020, angka tersebut melonjak hampir tiga kali lipat menjadi sekitar 12 juta unit yang menjadi salah satu faktor peningkatan emisi kendaraan dan berkontribusi pada polusi udara Jakarta.

Pemerintah terus berusaha mengatasi masalah polusi udara dengan mengembangkan sistem transportasi umum, memperketat standar emisi kendaraan bermotor, dan mengadopsi teknologi ramah lingkungan.

Proyek-proyek seperti pengembangan jalur kereta cepat dan penggunaan bahan bakar bersih menjadi langkah-langkah penting dalam upaya memerangi polusi udara.

Seiring berjalannya waktu, kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat semakin meningkat di masyarakat.

Organisasi lingkungan dan kelompok advokasi terus berperan dalam menyuarakan isu polusi udara dan mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

Dalam beberapa tahun terakhir, Jakarta telah mengadopsi berbagai inisiatif hijau yang mencakup program penanaman ribuan pohon dan pembuatan taman kota.

Pada 2021, misalnya, pemerintah setempat meluncurkan program "Jakarta Hijau" yang bertujuan untuk menghijaukan kota dengan menanam ribuan pohon di berbagai lokasi perkotaan.

Program ini juga mencakup pembangunan taman kota yang dapat dinikmati oleh warga Jakarta, menciptakan lingkungan lebih sehat dan nyaman.

Langkah-langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi masalah polusi udara dan meningkatkan kualitas hidup di Jakarta.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/09/14/160000679/polemik-polusi-udara-jakarta-dari-masa-ke-masa

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke