Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Singkat Keresidenan Surakarta

Pada masa kolonial, tercatat ada 1.053.985 jiwa yang tinggal di Karesidenan Surakarta.

Saat ini, nama Karesidenan Surakarta sudah tidak ada lagi, karena diganti dengan sebutan Surakarta, sebuah kotamadya di bawah kepemimpinan seorang walikota.

Lantas, bagaimana sejarah Karesidenan Surakarta?

Awal pendirian

Kasunanan Surakarta

Pada masa pemerintahan Raja Kartasura, Sunan Pakubuwono II tahun 1742, terjadi pemberontakan Sunan Kuning.

Pemberontakan ini lebih dikenal dengan sebutan Geger Pecinan.

Pemberontakan Sunan Kuning berhasil diselesaikan lewat bantuan VOC (kongsi dagang Hindia Belanda), sehingga Keraton Kartasura mampu direbut kembali.

Akan tetapi, Sunan Pakubuwono II harus menyerahkan beberapa wilayahnya kepada VOC sebagai imbalan.

Pakubuwana II kemudian memindahkan istana dari Kartasura ke Surakarta dan berdirilah keraton Kasunanan Surakarta.

Masa kolonial Belanda

Pada 1757, Belanda datang ke Kasunanan Surakarta.

Pada masa ini, Surakarta merupakan kawasan vorstenlanden atau swapraja, yaitu berhak memerintah sendiri tanpa diatur oleh undang-undang tertentu.

Namun, pada 17 Maret 1757, disepakatilah Perjanjian Salatiga antara VOC, pewaris Mataram yang diwakili Pakubuwana III, Hamengkubuwana I, dan Raden Mas Said.

Isi perjanjian ini adalah Raden Mas Said mendapat sebagian wilayah dari kekuasaan Kasunanan Surakarta yang kala itu dikuasai oleh Pakubuwana III.

Akibatnya, wilayah Mataram terbagi menjadi tiga wilayah, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Masa kemerdekaan Indonesia

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, mulai terjadi berbagai peristiwa politik yang membuat wilayah Surakarta harus kehilangan hak otonominya.

Pada masa Perang Revolusi, Pakubuwana XII naik takhta bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia.

Lalu, pada 1 September 1945, Sri Sunan Pakubuwana XII mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Negeri Surakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah kawasan istimewa dari Republik Indonesia (RI) dan berdiri di belakang pemerintahan pusat RI.

Akibatnya, wilayah Surakarta saat itu dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Surakarta, dengan Gubernur Sri Susuhunan Pakubuwana XII dan Wakil Gubernur Sri Mangkunegara VII.

Sayangnya, status istimewa ini tidak bertahan lama karena terjadi revolusi sosial yang diketuai oleh Tan Malaka, pendiri Partai Murba.

Ia ingin menghentikan status Daerah Istimewa Surakarta, menghapus Mangkunegaran, dan Kasunanan.

Gerakan ini kemudian dikenal sebagai Pemberontakan Tan Malaka.

Akibatnya, Surakarta harus kehilangan hak otonominya dan berubah menjadi Karesidenan Surakarta pada 16 Juni 1946.

Pada saat itu, Karesidenan Surakarta terdiri dari beberapa wilayah sebagai berikut:

  • Kota Praja Surakarta
  • Kabupaten Karanganyar
  • Kabupaten Sragen
  • Kabupaten Wonogiri
  • Kabupaten Sukoharjo
  • Kabupaten Klaten
  • Kabupaten Boyolali

Sejak saat itu, setiap tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari ulang tahun Surakarta atau Kota Solo.

Namun, status Karesidenan Surakarta juga tidak berlangsung lama.

Setelah runtuhnya Orde Baru, banyak orang yang menginginkan pembentukan Provinsi Surakarta.

Perkembangan dalam administrasi pun menghapus tingkat Karesidenan Surakarta.

Wilayah itu kemudian diubah menjadi Daerah Pembantu Gubernur Jawa Tengah untuk wilayah Surakarta. Status Kota Surakarta pun bertahan sampai sekarang.

Referensi:

  • Samroni, Imam. (2010). Kawasan Istimewa Surakarta. Yogyakarta: Pura Pustaka.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/11/213019179/sejarah-singkat-keresidenan-surakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke