KOMPAS.com - Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban setiap daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundang-udangan yang berlaku.
Penerapan otonomi daerah di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, mulai dari era kolonial Belanda hingga kini.
Adapun hakikat otonomi daerah yang berlaku di Indonesia pada masa kini, tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sejarah otonomi daerah di Indonesia
Peraturan tentang otonomi daerah telah diterapkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia.
Peraturan itu tertuang dalam Reglement op het Beleid der Regering van Nederlandsch Indie (Peraturan tentang Administrasi Hindia Belanda).
Pada 1903, pemerintah kolonial Belanda kemudian mengeluarkan Decentralisatiewet.
Peraturan ini memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang memiliki keuangan sendiri.
Setelah itu, Belanda kembali mengeluarkan peraturan baru tentang administrasi dalam Staatsblad 1922 Nomor 216 yang memunculkan istilah province (provinsi), regentschap (kabupaten), stadsgemeente (kota), dan groepmeneenschap (kelompok masyarakat).
Pada dasarnya, otonomi daerah yang diterapkan Belanda, hanya dilakukan untuk kepentingan penjajah.
Meski begitu, ada beberapa hal yang telah dipelajari dan masih diterapkan di Indonesia hingga kini. Contohnya, kecenderungan sentralisasi kekuasaan dan pola penyelenggaraan pemerintah daerah yang bertingkat.
Ketika Indonesia dijajah Jepang, sistem otonomi daerah yang diterapkan pun berubah.
Pemerintah daerah pada masa pendudukan Jepang, tidak lagi memiliki wewenang. Jepang juga tidak mengenal provinsi dan sistem dewan.
Sebagai gantinya, Jepang mengatur penyelenggaraan pemerintah daerah di Jawa ke dalam beberapa bagian, yaitu Syuu (tiga wilayah kekuasaan Jepang) yang kemudian dibagi dalam ken (kabupaten) dan si (kota).
Namun, Jepang membentuk struktur administrasi yang lebih lengkap dan diwariskan dalam kehidupan masyarakat Indonesia hingga kini, yakni keberadaan bupati hingga lurah, kepala dusun, serta ketua RT dan RW.
Sementara itu, setelah Indonesia merdeka dan Orde Lama berkuasa, terdapat satu jenis otonomi daerah yang berlaku sesuai dengan Penetapan Presiden No 6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden Tahun 1960.
Dalam peraturan tersebut, daerah otonomi dibagi menjadi tiga tingkat, yakni kotaraya, kotamadya, dan kotapraja.
Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, terdapat dua tingkat daerah otonom, yaitu Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II.
Meski sudah ada otonomi daerah, pada masa Orde Baru, pemerintah pusat memperketat pengawasan atas pemerintah daerah.
Memasuki Era Reformasi, pelaksanaan otonomi daerah lebih disempurnakan dan diatur melalui UU No 22 Tahun 1999 serta UU No 25 Tahun 1999.
Otonomi daerah yang diterapkan pada Era Reformasi menjadi jawaban atas masalah-masalah yang timbul pada Orde Baru, seperti Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administrasi, dan Desentralisasi Ekonomi.
Hakikat otonomi daerah
Hakikat atau dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia meliputi beberapa hal, yaitu:
Referensi:
https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/04/222736679/sejarah-dan-hakikat-otonomi-daerah-di-indonesia