Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Depati Parbo, Panglima Perang Kerinci

Ia dikenal dengan julukan German Besoi. Hal itu disebabkan karena ia memiliki gigi geraham hitam.

Masa Muda

Depati Parbo lahir di Desa Lolo, Kecamatan Gunung Raya, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi pada tahun 1839.

Ayahnya bernama Bimbe dan ibunya bernama Kembang. Kedua orangtua Parbo awalnya memberinya nama Muhammad Kasib.

Sejak lahir, Depati Parbo memiliki keistimewaan, yakni gigi geraham hitam yang mirip besi.

Mulai saat itu, Depati Parbo dipanggil dengan sebutan German Besoi yang artinya geraham besi.

Sejak muda, Depati Parbo suka berkelana menuntut ilmu. Ia mempelajari ilmu bela diri, ilmu agama, adat, dan olah kebatinan. Ia dikenal sebagai orang yang taat ajaran agama.

Setelah dewasa, Depati Parbo menikah dengan gadis bernama Timah Sahara dan dikaruniai seorang anak yang diberi nama Ali Mekah.

Dari tahun 1859 hingga 1862, Parbo berkelana merantau ke berbagai daerah untuk menghidupi keluarganya sambil mengasah ilmu bela diri dan olah kebatinan.

Setelah merantau, Parbo kembali ke kampung halamannya. Di kampung ia dikenal sebagai sosok yang cerdas dan terampil, sehingga ia dijadikan sebagai pemimpin desa.

Melawan Belanda

Pada tahun 1900, Belanda masuk ke Kerinci lewat Mukomuko, Bengkulu. Belanda menyusuri sungai Manjuto dan membangun pos di puncak bukit Gunung Raya.

Tindakan Belanda membuat rakyat Kerinci marah. Pada tahun 1901, Depati Parbo pun memimpin rakyat melawan Belanda di Manjuto Lempur.

Pada bulan Maret 1902 sekitar 500 orang pasukan Belanda di bawah pimpinan Komandan Bolmar masuk ke Kerinci.

Belanda kemudian ke tiga tempat, yakni Renah Manjuto, Koto Limau Sering, dan Tamiai hingga berhasil menguasainya.

Keberhasilan Belanda ini membuat rakyat menderita. Belanda kemudian mengerti pengaruh Depati Parbo di masyarakat Kerinci.

Oleh karena itu, Belanda berusaha mendekati Depati Parbo dengan mengajaknya berunding.

Pada tahun 1903, Belanda berhasil mendekati Depati Parbo dalam sebuah perundingan.

Namun perundingan tersebut ternyata hanyalah siasat Belanda untuk menangkap Depati Parbo.

Meninggal Dunia

Setelah berhasil menangkap Depati Parbo, Belanda kemudian mengasingkannya ke Ternate, Maluku Utara.

Namun setelah Kerinci aman dan dikuasai Belanda, banyak para tokoh desa yang ingin Depati Parbo dipulangkan.

Hal itu disebabkan oleh usia Depati Parbo yang sangat tua renta.

Belanda kemudian memulangkan Depati Parbo ke Kerinci pada tahun 1927 setelah 25 tahun di pengasingan. Depati Parbo kemudian menetap di kampung halamannya di dusun Lolo Kecil.

Meski telah dipulangkan ke kampung halamanya, Depati Parbo masih diawasi setiap pergerakannya.

Pada tahun 1929 Panglima Perang Kerinci Depati Parbo menghembuskan nafas terakhir dalam usia 89 tahun.

Depati Parbo dimakamkan di sebuah pemakaman keluarga Dusun Lolo Kecamatan Gunung Raya.

Referensi:

  • Majid, M. Dien. (2014). Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar. Jakarta: Prenada Media Group.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/07/19/081500179/depati-parbo-panglima-perang-kerinci

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke