Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kebijakan Sakoku, Penutupan Diri Jepang

Kebijakan Sakoku adalah larangan untuk orang Jepang pergi ke luar negeri dan melakukan pembatasan sangat ketat terhadap para pedagang dari negara lain. 

Pemberlakukan kebijakan Sakoku memiliki tujuan utama untuk mengurangi pengaruh asing di Jepang, terutama Portugis. 

Pengaruh pesar yang dibawa Portugis adalah dikenalkannya senjata api dan agama Kristen Katolik di Jepang. 

Latar Belakang

Pada 1633, Jepang di masa pemerintahan Shogun Tokugawa Iemitsu menerapkan kebijakan Sakoku atau yang disebut juga Politik Isolasi. 

Pemberlakukan Sakoku sendiri bertujuan untuk mengurangi adanya pengaruh asing di Jepang terutama pengaruh dari Portugis. 

Saat itu, Portugis datang ke Jepang pada masa perang saudara di Jepang atau sengoku.

Kedatangan Portugis ke Jepang ini telah memberikan banyak pengaruh besar, salah satunya adalah diperkenalkannya senjata api di Jepang yang disebut tanegashima. 

Selain itu, Portugis juga membawa dampak berkembangnya agama Kristen Katolik, terutama di Selatan Jepang, seperti Kota Nagasaki. 

Berkembangnya agama Kristen Katolik membuat beberapa pengikut agama Kristen terlibat pemberontakan Shimabara, dipimpin oleh Shiro Amakusa pada 1638 yang dibantu Portugis. 

Penyebaran agama Kristen Katolik kemudian dianggap oleh pemerintahan Tokugawa sebagai ancaman terhadap budaya dan stabilitas politik Jepang maupun kekuasaan mereka.

Oleh sebab itu, pemerintahan Tokugawa mengusir Portugis dari Jepang.

Jepang kemudian membentuk kebijakan untuk melarang penyebaran agama Kristen Katolik, membatasi kapal Eropa yang berlabuh, dan melarang orang Jepang pergi ke luar negeri. 

Kebijakan ini disebut kebijakan Sakoku. 

Perdagangan 

Sejak kebijakan Sakoku diberlakukan, hubungan perdagangan Jepang dengan negara luar negeri sangat terbatas. 

Perdagangan antara Jepang dan Cina dilakukan melalui pelabuhan Nagasaki. Kemudian, perdagangan dengan Korea terbatas pada Domain Tsushima.

Perdagangan dengan orang Ainu, penduduk asli Jepang, terbatas pada Domain Matsumae di Hokkaido. 

Hubungan dagang dengan Kerajaan Ryuky hanya dapat dilakukan di Domain Satsuma. 

Namun, meskipun Jepang telah membatasi hubungan dagang mereka, Jepang tetap terlibat dalam diskusi bersama Belanda dan Korea. 

Diskusi yang dilakukan ketiga negara ini adalah untuk memastikan bahwa seluruh aktivitas perdagangan tidak mengalami gangguan. 

Akhir Kebijakan

Politik Isolasi atau Sakoku telah berlangsung sejak 1633 hingga 1854. 

Kebijakan Sakoku berlangsung hingga dibukanya Jepang secara paksa akibat ekspedisi dari Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat, tahun 1853. 

Perry memimpin armada kapal perang yang dikirim oleh Presiden Amerika Serikat, Millard Fillmore untuk memaksa pembukaan pelabuhan Jepang bagi perdagangan Amerika.

Bahkan, Amerika tidak segan-segan menggunakan ancaman kapal perang jika memang diperlukan. 

Amerika Serikat memaksa Shogun untuk menandatangani perjanjian damai dalam Konvensi Kanagawa pada 31 Maret 1854. 

Melalui perjanjian tersebut, Jepang setuju untuk membangun hubungan diplomatik formal bersama dengan Amerika Serikat. 

Tidak hanya dengan Amerika Serikat, Jepang juga menandatangani perjanjian serupa dengan negara-negara barat lainnya, seperti Inggris dan Rusia. 

Akibat penandatanganan tersebut, Jepang mau tidak mau membuka kembali hubungan dagang mereka bersama dengan negara-negara asing lainnya.

Bersamaan dengan itu, kebijakan Sakoku berakhir. 

https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/17/110000679/kebijakan-sakoku-penutupan-diri-jepang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke