Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makna Puisi Kesaksian Akhir Abad Karya W.S. Rendra

Kompas.com - 08/11/2023, 07:00 WIB
Vanya Karunia Mulia Putri

Penulis

KOMPAS.com - W.S. Rendra merupakan salah satu penyair ternama di Indonesia. Karyanya banyak memberi kesan tersendiri bagi para penikmat sastra.

Kesaksian Akhir Abad adalah salah satu puisi karyanya. Puisi ini disusun pada 1999. Bagaimana isi dan makna puisi Kesaksian Akhir Abad W.S. Rendra?

Isi puisi Kesaksian Akhir Abad W.S. Rendra

Dikutip dari buku Doa untuk Anak Cucu (2016) karya W.S. Rendra, berikut isi puisi Kesaksian Akhir Abad karya W.S. Rendra:

Ratap tangis menerpa pintu kalbuku.
Bau anyir darah mengganggu tidur malamku.

O, tikar tafakur!
O, bau sungai tohor yang kotor!
Bagaimana aku akan bisa membaca keadaan ini?

Di atas atap kesepian nalar pikiran
yang digalaukan oleh lampu-lampu kota
yang bertengkar dengan malam,
Aku menyerukan namamu;
wahai, para leluhur Nusantara!

Baca juga: Makna Puisi Ada Tilgram Tiba Senja Karya W.S. Rendra

O, Sanjaya!
Leluhur dari kebudayaan tanah!
O, Purnawarman!
Leluhur dari kebudayaan air!
Kedua wangsamu telah mampu
mempersatukan tanah air!

O, Resi Kutaran! O, Resi Nirarta!
Empu-empu tampan yang penuh kedamaian!
Telah kamu ajarkan tatanan hidup
yang aneka dan sejahtera,
yang dijaga dewan hukum adat.
O, bagaimana mesti aku mengerti
bahasa bising dari bangsaku kini?

O, lihatlah wajah-wajah berdarah
dan rahim yang diperkosa
muncul dari puing-puing tatanan hidup
yang porak-poranda.

Kejahatan kasat mata
tertawa tanpa pengadilan.
Kekuasaan kekerasan
berak dan berdahak
di atas bendera kebangsaan

O, anak cucuku di jaman cybernetic!
Bagaimana akan kalian baca
prasasti dari jaman kami?
Apakah kami akan mampu
menjadi ilham kesimpulan
ataukah kami justru
menjadi sumber masalah
di dalam kehidupan?

Baca juga: Makna Puisi Permintaan Karya W.S. Rendra

Dengan puisi ini aku bersaksi
bahwa rakyat Indonesia belum merdeka.
Rakyat yang tanpa hak hukum
bukanlah rakyat yang merdeka.

Hak hukum yang tidak dilindungi
oleh lembaga pengadilan yang mandiri
adalah hukum yang ditulis di atas air

Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila polisi menjadi abdi pemerintah
yang melindungi hak warga negara?

Bagaimana rakyat bisa disebut merdeka
bila birokrasi negara
tidak mengabdi kepada rakyat,
melainkan mengabdi
kepada pemerintah yang berkuasa?

Bagaimana rakyat bisa merdeka
bila provinsi-provinsi
sekadar menjadi tanah jajahan pemerintah?

Tidak boleh mengatur ekonominya sendiri,
tatanan hidup masyarakatnya sendiri,
dan juga keamanannya sendiri.

Ayam, serigala, macan ataupun gajah
Setiap orang juga ingin berdaulat
di dalam rumah tangganya
Setiap penduduk ingin berdaulat
di dalam kampungnya
Dan kehidupan berbangsa
tidak perlu merusak daulat kedaerahan.

Baca juga: Makna Puisi Kangen Karya W.S. Rendra

Hasrat berbangsa
adalah naluri rakyat
untuk menjalin ikatan daya cipta antarsuku,
yang penuh keanekaan kehidupan,
dan memaklumkan
wilayah pergaulan yang lebih luas
untuk merdeka bersama.

Dengan puisi ini aku bersaksi
bahwa sampai saat puisi ini aku tandatangani,
para elite politik yang berkedudukan
ataupun yang masih di jalan,
tidak pernah memperjuangkan
sarana-sarana kemerdekaan rakyat.

Mereka hanya rusuh dan gaduh
memperjuangkan kedaulatan
golongannya sendiri!
Mereka hanya bergulat
untuk posisi sendiri.
Mereka tidak peduli kepada fungsi hukum,
fungsi polisi, ataupun fungsi birokrasi.

Dengan picik
mereka akan mendaur ulang
malapetaka negara yang telah terjadi.

O, Indonesia! Ah, Indonesia!
Negara yang kehilangan makna!
Dengan rakyat yang kehilangan kemanusiaan
maka negara tinggal menjadi peta.
Itupun peta yang lusuh
dan hampir robek pula.

Pendangkalan kehidupan bangsa telah terjadi.
Tata nilai rancu.
Dusta dan kekerasan halal.
Manusia sekadar semak belukar
yang dikacau dan dibakar.
Paket-paket pikiran marah dijajakan.
Penalaran yang salah
mendorong rakyat terpecah belah.

Baca juga: Makna Puisi Sagu Ambon Karya W.S. Rendra

Negara tak mungkin kembali di-utuh-kan
tanpa rakyatnya di-manusia-kan.
Dan manusia tak mungkin menjadi manusia
tanpa dihidupkan hati nuraninya.

Hati nurani adalah hakim adil
untuk diri kita sendiri.
Hati nurani adalah sendi
dari kesadaran
akan kemerdekaan pribadi.

Dengan puisi ini aku bersaksi
bahwa hati nurani itu meski dibakar
tidak bisa menjadi abu.

Hati nurani senantiasa bersemi
meski sudah ditebang putus di batang.
Begitulah fitrah manusia
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Makna puisi Kesaksian Akhir Abad

Dilansir dari jurnal Analisis Poskolonial dalam Puisi "Kesaksian Akhir Abad" Karya W.S. Rendra (2018) karya Wahid Khoirul Ikhwan, puisi Kesaksian Akhir Abad menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia di era pasca-kolonial.

Lewat puisinya, Rendra menjelaskan bahwa rakyat Indonesia belum merdeka secara hakiki, meski tak dijajah secara fisik.

Secara psikis, rakyat Indonesia dijajah lewat kebijakan yang dibuat penguasa, baik itu dalam bidang hukum, keamanan, dan ekonomi.

Baca juga: Makna Puisi Perempuan yang Tergusur Karya W.S Rendra

Dalam puisi ini, Rendra juga mengkritik sikap pemimpin yang cenderung egois dan enggan memperhatikan kepentingan rakyatnya.

Jika disimpulkan, makna puisi Kesaksian Akhir Abad, yakni soal penderitaan rakyat Indonesia di era pasca-kolonial, utamanya karena kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com