KOMPAS.com - Gangguan obsesif-kompulsif atau obsesive compulsive disorder (OCD) menampilan pola pikir dan ketakutan yang tidak diinginkan dan membuat pelaku melakukan perilaku berulang,
Obsesi dan kompulsi mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan penderitaan yang signifikan.
Dilansir dari mayoclinic.org, semakin sering pengidap mencoba untuk mengabaikan atau menghentikan obsesinya, stress dan kecemasan akan semakin tinggi.
Akhirnya, pengidap OCD terus terdorong untuk melakukan tindakan kompulsif dalam rangka meredakan stres.
Beberapa contoh perilaku OCD seperti mencuci tangan 6 kali setelah memegang barang yang dirasa sangat kotor.
Tindakan tersebut di luar kendali pengidap. Meskipun pengidap sebenarnya tidak ingin melakukan, tetapi si pengidap tidak bisa mengontrol.
Baca juga: 22 Istilah Emosi Manusia Dalam Psikologi yang Jarang Diketahui
Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti penyebab OCD. Dilansir dari psychiatry.org, kebanyakan pengidap OCD didagonisis saat berusia 19 tahun.
Seseorang dapat mengidap OCD disebabkan oleh beberapa faktor risiko pendukung, seperti:
Baik obsesi maupun kompulsif memiliki gejala yang hampir sama, berikut penjelasannya:
Obsesi OCD adalah pikiran, desakan atau gambaran yang berulang, terus-menerus, dan tidak diinginkan.
Contoh tanda dan gejala obsesi, meliputi:
Baca juga: Apa Tujuan Psikologi Komunikasi?
Kompulsi adalah perilaku berulang yang membuat pengidap merasa terdorong untuk melakukannya.
Perilaku atau tindakan mental berulang ini dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan terkait obsesi atau mencegak sesuatu yang buruk terjadi.
Sama seperti halnya obsesi, kompulsi juga memiliki gejalanya sendiri, yaitu:
Dilansir dari DNA India, salah satu orang yang mengidap OCD, Jack Nicholson, memiliki pikiran yang obsesif untuk selalu menolak untuk berjalan di jalan setapak.
Jack juga sangat cemas akan kuman, sehingga ia selalu membawa peralatan makan sendiri ke restoran dan selalu makan di tempat atau kursi yang sama setiap harinya.
Contoh lain, Kavin Senapathy, yang memiliki pikiran obsesif rasa cemas di mana akan ada kejadian yang dapat menyakiti anak-anaknya.
Kavin selalu membayangkan hal-hal yang buruk, seperti menemukan anaknya yang berhenti bernapas atau rumah yang terbakar dan sang anak terbakar hidup-hidup.
Kavin akan selalu memeriksa dan menyentuh dada anaknya hanya untuk memastikan bahwa anaknya masih bernapas.
Baca juga: 4 Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi Menurut Fisher
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.