KOMPAS.com – Sekitar abad 18, teori merkantilisme mulai berakhir seiring dengan munculnya teori baru, yaitu teori keunggulan mutlak (absolut advantage theory).
Teori keunggulan mutlak merupakan teori kedua yang mendasari perdagangan internasional. Teori ini dicetuskan oleh Adam Smith. Menurut Smith, kemakmuran suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya logam yang dimiliki.
Kemakmuran suatu negara ditentukan oleh besarnya pendapatan nasional dalam bentuk Gross Domestic Product (GDP) dan sumbangan perdagangan luar negeri terhadap pembentukan GDP.
Agar GDP dan perdagangan luar negeri bisa meningkat, maka pemerintah harus mengurangi campur tangannya sehingga tercipta perdagangan bebas. Dengan adanya perdagangan bebas, akan memicu persaingan yang semakin ketat.
Dilansir dari buku Perdagangan dan Bisnis Internasional (2020) karya Jongkers Tampubolon, dijelaskan bahwa menurut teori ini, perdagangan antarnegara berlangsung atas dasar keunggulan mutlak.
Baca juga: Faktor yang Memengaruhi Nilai Tukar
Jika sebuah negara lebih efisien daripada negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun kurang efisien dalam memproduksi komoditas yang lainnya.
Maka kedua negara tersebut bisa memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan mutlak. Kemudian menukarnya dengan komoditas lain yang mempunyai kerugian absolut.
Dalam buku Langkah Awal Memahami Hukum Perdagangan Internasional (2019) karya Venatia Sri Hadirianti, dijelaskan bahwa teori ini memiliki dua ide pokok, yaitu:
Dengan adanya pembagian kerja, sebuah negara bisa memproduksi barang dengan biaya lebih murah dibanding negara lainnya sehingga negara tersebut memperoleh keunggulan mutlak.
Dengan adanya spesialisasi dalam kegiatan produksi barang, keuntungan mutlak akan lebih mudah dicapai. Keuntungan dinilai dengan jumlah jam/hari kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang produksi.
Baca juga: Kebijakan Fiskal: Definisi dan Tujuannya
Keuntungan terjadi jika suatu negara lebih unggul terhadap satu macam produk yang dihasilkan, dengan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan biaya produksi di negara lain.
Contoh penerapan teori keunggunlan mutlak
Produk per satuan tenaga kerja/hari | Teh | Sutra | DTDN (Dasar Tukar Dalam Negeri) |
Indonesia | 12 kilogram | 3 meter | 4 kilogram = 1 meter |
1 kilogram = 1/4 meter | |||
Malaysia | 4kilogram | 8 meter | 1/2 kilogram = 1 meter |
1 kilogram = 2 meter |
Catatan yang perlu diperhatikan:
Penjelasan dari tabel di atas:
Apabila Indonesia dan Malaysia tidak melakukan perdagangan luar negeri, maka berdasarkan DTDN antara produsen teh dan sutra kedua negara itu akan menjadi:
Produsen teh dan sutra di Indonesia, sebagai berikut:
Berdasarkan DTDN, harga 1 kg teh di Indonesia lebih murah (hanya ¼ meter sutra) dibandingkan dengan di Malaysia yang lebih mahal (2 meter sutra).
Baca juga: Neraca Pembayaran Internasional: Konsep dan Fungsinya
Produsen teh dan sutra di Malaysia, yakni:
Berdasarkan DTDN, harga 1 meter sutra di Malaysia lebih murah (hanya ½ kilogram teh) dibandingkan dengan di Indonesia yang lebih mahal (4 kilogram teh).
Berdasarkan perbandingan DTDN pada kedua negara, dapat disimpulkan bahwa:
Baca juga: Pelaku Pasar Modal
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.