Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Piagam Jakarta: Isi dan Kontroversinya

Kompas.com - 07/02/2020, 10:00 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Djakarta, 22-6-1945

Panitia Sembilan

Baca juga: Rumusan Pancasila dari 3 Tokoh Nasional

Kontroversi Piagam Jakarta

Piagam Jakarta memang dijadikan Pembukaan UUD 1945. Namun ada tujuh kata yang dihapus.

Tujuh kata itu yakni, "...dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Penghapusan tujuh kata itu dari Pembukaan UUD 1945 terjadi setelah proklamasi kemerdekaan.

Pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, Moh Hatta didatangi oleh Maeda, seorang perwira angkatan laut Jepang.

Maeda menyampaikan keberatan para tokoh Indonesia bagian Timur atas pemakaian kata-kata tersebut, sebab berarti rumusan itu tidak berlaku bagi pemeluk agama lain.

Untuk menghindari perpecahan, esoknya sebelum sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Hatta berbincang dengan tokoh-tokoh Islam.

Baca juga: Pancasila Sebagai Dasar Negara Menurut Soekarno

Mereka setuju untuk menghilangkan kata-kata tersebut dan menggantinya dengan kata "Yang Maha Esa", dengan rumusannya menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Kesepakatan ini diterima oleh sidang PPKI. Piagam Jakarta yang sudah mengalami perubahan itu ditetapkan sebagai pembukaan UUD 1945.

"Sesungguhnya tujuh perkataan itu hanya mengenai penduduk yang beragama Islam saja, pemimpin-pemimpin umat Kristen di Indonesia timur keberatan kalau tujuh kata itu dibiarkan saja, sebab tertulis dalam pokok dari pokok dasar negara kita, sehingga menimbulkan kesan seolah-olah dibedakan warga negara yang beragama Islam dan bukan Islam," demikian penjelasan seperti dikutip dari Pancasila 1 Juni dan Syariat Islam (2011).

Alasan perubahan sila pertama dasar negara dari Piagam Jakarta 22 Juni 1945 sebelum disahkan menjadi dasar negara adalah karena adanya keberatan dari tokoh-tokoh non-Islam terhadap bunyi pasal ”Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Keputusan dihapuskannya kata "syariat Islam" akhirnya diprotes sebagian kecil umat Islam.

Sebagian kelompok masih berjuang untuk mengembalikan tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu.

Ada kelompok yang kemudian mengekspresikannya dengan bentuk pemberontakan bersenjata. Misalnya, pemberontakan yang dilakukan kelompok DI/TII/NII.

Baca juga: Pembukaan UUD 1945: Makna dan Pokok Pikiran

Upaya untuk mengembalikan tujuh kata dalam Piagam Jakarta juga diperjuangkan melalui jalur politik.

Dalam sidang-sidang konstituante di Bandung pada periode 1956-1959, misalnya, sejumlah partai yang berasaskan Islam berupaya memperjuangkan berlakunya syariat Islam sebagai dasar negara RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com