Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Alternatif Teknologi Berkelanjutan untuk Mengatasi Pencemar Merkuri

Kompas.com - 14/03/2024, 18:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Teknologi remediasi polutan merkuri yang banyak dikembangkan meliputi pengembangan bahan-bahan baru dan teknologi inovatif seperti bahan nano, karbon nanotube (CNT), lembaran nano, dan nanokomposit magnetik, untuk menyerap merkuri.

Bahan-bahan seperti graphene, biochar, kerangka logam organik (MOFs), kerangka organik kovalen (COFs), hidroksida ganda berlapis (LDHs) serta bahan-bahan lainnya. 

Selain teknologi remediasi konvensional seperti desorpsi termal atau adsorpsi karbon aktif serta metode fisik dan kimiawi lainnya, ada metode inovatif  yang lebih praktis, hemat dan berkelanjutan.

Baca juga: Kasus Keracunan Merkuri Tertua di Dunia Terungkap di Zaman Tembaga

Metode ini meremediasi tanah, air dan udara yang terkontaminasi Hg menggunakan sumberdaya hayati yang mudah didapatkan dan banyak tersedia di lingkungan setempat, yaitu jamur, alga dan mikroba yang dikenal dengan bioremediasi yang berbasis mikroba ataupun fitoremediasi yang berbasis tumbuhan.

Banyak hasil riset membuktikan berbagai  tumbuhan dan mikroba yang terbukti efektif menyerap merkuri.

Fitoekstraksi Hg paling tinggi yang pernah ditemukan penulis dan tim ialah sebesar 89,13 ppm Hg pada tanaman Lindernia crustacea.

Perkembangan riset fitoekstraksi Hg berhasil mendeteksi mekanisme akumulasi Hg dalam tanaman yang terjadi karena adanya ion-ion Hg (Hg2+) yang mobile, sehingga mudah ditranslokasi dan disimpan di tempat-tempat penyimpanan seperti vakuola sub seluler dan sel epidermal daun.

Telah dideteksi pula adanya transporter spesifik seperti glutathione conjugates sebagai transporter Hg yang memompa ion-ion Hg ke dalam vakuola. 

Dari hasi pengujian in-situ ditemukan beberapa jenis tanaman yang berpotensi sebagai hiperakumulator Hg dengan akumulasi paling tinggi pada tanaman Commelina nudiflora dengan poteni akumulasi 114,05 mg/thn, Salvinia molesta sebesar 111,71 mg/thn, Paspalum conjugatum sebesar 107,11 mg/thn  dan Monocharia vaginalis dengan poteni akumulasi 68,57 mg/thn.

Hasil-hasil riset ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di lingkungan penambangan emas secara kelompok maupun perorangan. 

Baca juga: Bahaya Merkuri bagi Kesehatan dan Benda-benda yang Mengandung Merkuri

Alternatif  metoda yang mengombinasikan antara adsorpsi dengan fitoremediasi atau pengambilan merkuri oleh tanaman untuk remediasi merkuri dari perairan yang terkontaminasi juga termasuk mudah dan praktis diaplikasikan.

Adsorpsi dilakukan dengan menggunakan zeolit, biochar atau bahan lainnya yang dikenal sebagai adsorben alami yang mempunyai kapasitas tinggi  menangkap merkuri serta mudah didapatkan di lokasi.

Prinsipnya polutan merkuri diserap zeolit/adsorben, selanjutnya proses pengambilan sisa merkuri dilakukan oleh tanaman.

Dalam hal ini dapat digunakan tanaman air atau makrofit yang mudah didapatkan serta terbukti sebagai akumulator merkuri, seperti Salvinia molesta, Eichornia crassipes, Lemna minor, Cyperus sp, Monocharia vaginalis.

Masih banyak alternatif metoda lain yang aplikatif seperti  penggunaan mikroba sebagai biofilter yang dikombinasikan dengan berbagai material, seperti material nano, metode kombinasi mikroba dan tumbuhan serta pemanfaatan mikroalga dalam konsep bioremediasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com