Pemantauan asupan nutrisi, penanganan nyeri, higiene/kebersihan ataupun mobilisasi juga punya tantangannya sendiri. Kanker dan proses terapinya juga bukan hanya dalam periode satu dua minggu, namun juga bisa bertahun-tahun.
Saya ingin mengajak kita membayangkan apa saja yang bisa terjadi di rumah pada kedua contoh pasien di atas.
Di bawah ini ada sebagian hal yang bisa terjadi yang juga disampaikan oleh berbagai pemerhati patient safety di rumah (Macdonald et al. BMC Health Services Research 2013, Matthews A et al. BMJ 2018, Yamamoto-Takiguchi N et al. Nurs Rep 2021)
Sehubungan dengan tema WHO kali ini, apa yang perlu kita libatkan dari pasien dan keluarganya untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah dan juga untuk meningkatkan kualitas hidupnya?
Baca juga: 20 Daftar Darurat Kesehatan yang Pernah Ditetapkan WHO, dari Ebola hingga Cacar Monyet
Saat ini, walaupun saya tidak punya data yang valid, keterlibatan pasien dan keluarga dalam kesinambungan kondisi di rumah sebetulnya sangat besar sebagai pelaksana.
Namun, apakah provider kesehatan (dokter spesialis dan rumah sakit) mempersiapkan pasien dan keluarganya dengan baik untuk berbagai kondisi di rumah? saya kurang yakin.
Kenapa? Pasien dan keluarganya seringkali secara de facto harus bertanggung jawab atas kondisi mereka sendiri di rumah.
Sesaat sebelum pulang dari rumah sakit, tanggung jawab dokter dan perawat penanggung jawab di rumah sakit untuk menjelaskan apa saja yang perlu dilakukan di rumah.
Misalnya obat yang perlu digunakan, dosisnya dan berapa lama, atau juga efek samping yang mungkin terjadi; kemudian juga perihal perawatan luka dan asupan nutrisi yang diperlukan untuk pemulihan.
Sebagai penanggung jawab layanan homecare Kavacare.id saya dan tim seringkali menemukan bahwa pasien dan keluarganya juga masih bingung apa yang mereka perlu lakukan di rumah.
Untuk membuat rencana keperawatan yang sesuai, kami harus kembali menggali dari pasien dan keluarganya.
Seringkali tidak ada resume medis yang memadai, perihal apa yang menyebabkan pasien masuk ke rumah sakit, apa yang terjadi dan dilakukan di rumah sakit, dan apa yang pasien perlu lakukan di rumah.
Bilamana resume medis ini ada, seringkali sangat terbatas isinya, tidak informatif dan juga tidak mudah dimengerti. Alhasil, bila tidak ada bantuan pihak ketiga seperti kami, kesinambungan program pemulihan tidak optimal, atau bahkan tidak terjadi.
Baca juga: WHO dan UNICEF Sebut 25 Juta Anak di Dunia Belum Diimunisasi akibat Pandemi Covid-19
Penyebabnya antara lain adanya kekurangan pengetahuan tentang implementasi dan dampak intervensi kualitas dan keamanan perawatan di rumah (dan rumah sakit) serta belum adanya leadership dan manajemen yang memadai untuk kualitas dan keamanan dari pelayanan kesehatan di rumah.
Layanan kesehatan di Indonesia semakin terjangkau dengan peran jaminan kesehatan universal BPJS dan juga kesadaran kepemilikan polis asuransi swasta yang memadai.
Dengan BPJS banyak masyarakat yang tadinya tidak tertolong dan tidak berani datang ke rumah sakit, menjadi bisa terbantu.
Dengan jaminan asuransi swasta, atau pembiayaan dari perusahaan tempat pasien bekerja, pasien bisa mendapatkan layanan kesehatan sesuai pilihan mereka selama ada indikasi.
Namun kita bisa beradu argumentasi bahwa perlindungan kesehatan masih sangat berfokus pada kondisi akut.
Pelayanan multidisipliner, continuity of care dan pencegahan re-hospitalisasi di masyarakat atau rumah pasien masihlah belum terjamah walaupun mungkin sudah mulai didengungkan dengan pengenalan dokter spesialis layanan primer di Indonesia.
Di beberapa negara maju seperti di Belanda, Jerman dan Amerika Serikat kerjasama antara rumah sakit dan layanan homecare yang terorganisir sudah berjalan sejak puluhan tahun lalu.