Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pemilu 2024, Perlukah Indonesia Kembali Ke Sistem Pemilu Tertutup?

Kompas.com - 04/07/2023, 15:32 WIB
The Conversation,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Pertama, untuk masyarakat

Selama ini, masyarakat lebih banyak menjadi ceruk suara parpol. Padahal dalam mewujudkan demokrasi substantif, masyarakat bisa menjalankan peran aktif sebagai pengawas pemilu–di luar lembaga resmi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Contohnya dengan menggunakan media sosial. Masyarakat bisa mengekspos bentuk-bentuk kecurangan pemilu agar mendapatkan perhatian maupun diskusi publik yang intens.

Sebab, persoalan yang viral dan mendapat perhatian luas dari warganet cenderung lebih cepat mendorong perbaikan.

Kedua, untuk pemerintah

Pemerintah perlu mengkaji pendanaan politik per kapita. Ini bisa dilakukan dengan mengumpulkan data biaya kampanye berdasarkan jenis dan daerah pemilihan, serta konteks sosial-demografi.

Baca juga: Besok Pemilu, Bagaimana Cara Ambil Keputusan agar Tidak Menyesal?

Hasil perhitungan ini bisa dijadikan sebagai basis regulasi pembiayaan politik, regulasi ambang batas dana kampanye, subsidi, dan transparansi pembiayaan parpol di Indonesia.

Misalnya, dengan mencontoh konsep “financial fair play” dalam sepak bola, pemerintah dapat menetapkan ambang batas dana-dana kampanye pemilu parpol dan caleg.

Ketika masalah pembiayaan dapat diatasi, sistem apa pun sejatinya tidak akan menjadi masalah baru bagi pelaksanaan proses politik di Indonesia.

Ketiga, untuk parpol

Dalam menjaring caleg, parpol seharusnya tidak hanya melihat popularitas, kekuatan finansial, dan pemenuhan kuota. Parpol harus lebih fokus melihat kapasitas personal kandidat dalam memahami akar persoalan masyarakat.

Langkah awal yang bisa dilakukan parpol adalah dengan memperkuat kerja sama dengan organisasi nonprofit atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk mencari figur-figur potensial.

Ini karena LSM cenderung memiliki modal sosial dan memahami akar persoalan di masyarakat sekaligus memiliki kedekatan dengan masyarakat.

Parpol dapat membuka diri dalam menerima sekaligus meminta rekomendasi LSM terkait kandidat-kandidat mumpuni untuk diajukan menjadi caleg.

Parpol dan LSM harus saling terbuka menjalin kerja sama demi menghadirkan caleg dengan kualitas terbaik demi perbaikan taraf kesejahteraan masyarakat.

Di samping itu, parpol juga perlu menyediakan jenjang karier dan terbuka secara organisasi serta kepemilikan.

Baca juga: Menilik Jejak Masyumi, Partai Politik Besar yang Bubar di Era Soekarno

Parpol harus bisa memodernisasi organisasinya layaknya perusahaan besar yang menerapkan sistem merit dan profesionalisme sehingga mampu menawarkan jenjang karier yang demokratis bagi kader-kadernya.

Rasa kepemilikan parpol oleh anggota menjadi besar berkat standar kompetensi sebagai syarat utama mobilitas di internal organisasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com