Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Meneroka Kehadiran Negara Melalui Penggunaan Bahasa di Ruang Publik

Kompas.com - 28/05/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Fairul Zabadi

IKHTIAR baik untuk mengembalikan peran dan fungsi bahasa kebangsaan telah diupayakan Pemerintah melalui beberapa landasan hukum, seperti UUD 1945, Pasal 36 tentang Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Resmi dan Bahasa Nasional; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Lambang Negara, dan Bahasa, serta Lagu Kebangsaan; dan PP No. 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra.

Baca juga: Kuasa Bahasa, Dunia bagi Penuturnya

Dalam konteks pengutamaan bahasa Indonesia di raung publik, beberapa daerah sudah membuat turunan peraturan tersebut, seperti Peraturan Daerah Sumatra Utara No.8 Tahun 2017 tentang Pengutamaan Bahasa Indonesia dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Daerah; Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pengutamaan Penggunaan Bahasa Indonesia; Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Daerah.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang pada Bab III secara khusus membahas tentang bahasa negara telah ditetapkan dan diundangkan pada 9 Juli 2009, bahkan masa berlakunya juga dimulai pada tanggal, bulan, dan tahun tersebut.

Soalannya adalah, sejak ditetapkan empat belas tahun silam, aktivitas menuju penerapannya belum begitu mencolok, geliatnya pun masih sayup-sayup terdengar, apalagi aksi perubahan yang telah dilakukan belum berwujud banyak.

Sangat disayangkan kalau UU dengan berbagai turunan itu hanya berupa kumpulan pasal-pasal yang dipadu dan diikat dalam sebuah buku. Realisasinya bukan semakin dekat, tetapi semakin jauh panggang dari api.

Fenomena kebahasaan

Di dalam Bab III Pasal 36 Ayat (3) secara tegas dinyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

Baca juga: 3 Alasan Kita Tidak Bisa Lepas dari Bahasa Campur Saat Berkomunikasi

Dalam konteks kekinian, amanah yang tertuang di dalam UU tersebut belum berjalan, tidak dihiraukan, bahkan diremehkan.

Tengoklah penamaan beberapa bandara yang masih menggunakan bahasa Inggris, seperti Kualanamu Internasional Airport (Sumatera Utara), Yogyakarta Interntional Airport (Daerah Istimewa Yogyakarta), Juanda International Airport (Sidoarjo,Jawa Timur), Welcome to Port of Belawan (Belawan), Welcome to Halim Perdana Kusuma International Airport (Jakarta).

Bahkan, di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, ada lokasi bernama Little China Town yang penggunaan nama-nama berbahasa asing dengan nuasa ke-china-annya begitu kental.

Sekilas data-data tersebut membuktikan bahwa bincangan khalayak tentang semakin tergerusnya rasa kebangsaan dan nasionalisme melalui penggunaan bahasa negara semakin nyata adanya.

Keberadaan negara melalui penggunaan bahasa Indonesia selaku bahasa nasional dan resmi negara tidak lagi hadir dan tampak di beberapa ruang publik.

Padahal, ruang publik tidak hanya menjadi media untuk berbagi informasi dan pandangan, melainkan juga merupakan ruang tengah antara pemerintah dan individu, masyarakat, dan rakyatnya (Haberman, The Structural Transformation of Public Sphere: An Inquiry into a Category of Bourgeois Society , 1989).

Dalam konteks ini, peran dan kedudukan bahasa Indonesia sudah direbut dan digantikan oleh bahasa asing.

Bahasa Indonesia tidak lagi dijunjung dan diutamakan penggunaannya, bahkan cenderung diabaikan oleh anak bangsa yang mengaku putra-putri Indonesia yang bertumpah darah dan berbangsa satu, Indonesia.

Baca juga: Kebiasaan Bicara Bahasa Campur Khas Anak Jaksel, Apa Dampaknya?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com