Hal ini pun dibuktikan oleh hasil studi awal tim peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan yang telah menanam kayu putih pada lahan gambut yang tergenang temporal di Desa Karya Indah, Tapung, Kabupaten Kampar, Riau seluas 5 ha.
Di lokasi ini, kayu putih mampu hidup dan tumbuh dengan baik .
Dalam pengembangannya, untuk meningkatkan nilai ekologi, kayu putih bisa ditanam secara campuran dengan jenis-jenis asli lahan gambut seperti ramin, geronggang, gelam, balangeran dll.
Kemudian, kendatipun jenis ini relatif cepat menghasilkan karena pada umur tunas 7 bulan sudah bisa dipanen daunnya (Utomo dkk, 2012), tetapi untuk meningkatkan diversifikasi panenan bisa juga ditanam dalam pola agroforestry (Juliarti dkk, 2022).
Baca juga: Revitalisasi Gambut Riau: Menanam Tanpa Membakar, Mensejahterakan Tanpa Merusak Alam
Jikapun akan ditanam secara monokultur dan murni untuk tujuan produksi, pengembangan kayu putih memiliki nilai plus.
Karena hanya bagian daunnya yang dipanen maka pemanenan kayu putih tidak perlu menumbang (membunuh) tanamannya, sehingga gangguan terhadap eksositem lahan gambut yang sudah terbentuk akan lebih minimal.
Hal ini berbeda jika yang dikembangkan adalah jenis penghasil kayu pulp atau pertukangan yang pada saat panen ditumbang dan menyebabkan lantai hutan tersingkap, sehingga bisa berdampak negatif terhadap ekosistem gambut.
Ahmad Junaedi dan Hery Kurniawan
Peneliti Ahli Madya, Pusat Riset Ekologi & Etnobiologi - BRIN