KOMPAS.com - Ada banyak objek di ruang angkasa, salah satunya adalah komet, yakni badan es dari gas beku, batu, dan debu yang tersisa dari pembentukan tata surya sekitar 4,6 miliar tahun yang lalu.
Komet juga mengorbit matahari, namun dalam orbit yang sangat lonjong yang dapat memakan waktu ratusan ribu tahun.
NASA mencatat, per September 2021, jumlah komet yang diketahui adalah 3.743. Meski demikian, diperkirakan masih ada miliaran komet yang mengorbit matahari di luar Neptunus di Sabuk Kuiper dan awan Oort.
Dilansir dari Canon Science Lab, komet terdiri dari batu, debu logam, dan debu beku yang berasal dari bahan yang mudah menguap.
Baca juga: Mengenal Komet Hijau ZTF yang Melintas Dekat Bumi Awal Februari Ini
Ketika jauh dari matahari, komet seperti batu yang berguling-guling di alam semesta.
Tetapi, ketika mendekati matahari, panas matahari menguapkan gas komet hingga komet mengeluarkan debu dan partikel mikro (elektron dan ion).
Bahan-bahan ini membentuk ekor komet yang alirannya dipengaruhi oleh tekanan radiasi matahari.
Terdapat dua jenis ekor komet yang memantulkan spektrum cahaya secara berbeda.
Salah satunya adalah jejak plasma, yang menarik garis lurus seperti sapu. Ekor plasma terdiri dari elektron dan ion yang terionisasi oleh radiasi ultraviolet matahari.
Baca juga: Komet dari Masa Purba dan Mitigasi Potensi Bencana Kosmiknya
Ekor lainnya adalah ekor debu, yang terbuka seperti bulu pada sapu. Ekor debu terdiri dari partikel skala mikrometer.
Ekor debu berbentuk lebar dan sedikit bengkok karena tekanan cahaya dari matahari dan aksi orbit inti komet.
Dilansir dari Space, sejumlah komet dapat dilihat dengan mata telanjang ketika mereka melewati matahari dari jarak dekat karena koma dan ekor komet yang memantulkan sinar matahari atau bahkan bersinar karena energi yang diserap dari matahari.
Namun, kebanyakan komet terlalu kecil atau terlalu redup untuk dilihat tanpa teleskop.
Baca juga: BRIN Potret Gambar Fenomena Langka Komet K2 Melintasi Planet Bumi
Komet meninggalkan jejak puing-puing di belakangnya yang dapat menyebabkan hujan meteor di Bumi.
Misalnya, hujan meteor Perseid yang terjadi setiap tahun antara 9 dan 13 Agustus ketika Bumi melewati orbit Komet Swift-Tuttle .
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.