Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Indikator Kesejahteraan Lokal

Kompas.com - 29/03/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kondisi semacam ini harus segera diperbaiki dengan mulai merbaikan definisi dan indikator tentang kesejahteraan.

Indikator yang lama perlu di evaluasi kembali apakah masih relevan atau tidak dengan masyarakat Indonesia.

Kesejahteraan obyektif dan subyektif

Kesejahteraan obyektif merupakan suatu kondisi yang dapat dilihat oleh orang lain bahwa seseorang tersebut hidup sejahtera. Sedangkan kesejahteraan subyektif adalah apa yang dirasakan oleh seseorang tersebut.

Baca juga: Akselerasi Sistem Layanan Digital Kunci Tuntaskan Kesenjangan Akses Kesehatan di Masyarakat

Kedua macam kesejahteraan ini terkadang bertolak belakang.

Beberapa pendapat ahli mendefinisikan kesejahteraan masih cenderung pada kesejahteraan obyektif dibandingkan Kesejahteraan subyektif.

Zastro (2004) mendefinisikan kesejahteraan adalah terpenuhi kebutuhan sosial, finansial, kesehatan dan rekreasional bagi individu dalam masyarakat.

Sedangkan kondisi sejahtera menurut Midgley (1995) terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal dan pendapatan dapat dipenuhi, serta manakala memperoleh perlindungan dari risiko-risiko utama yang mengancam kehidupan.

Bahkan undang undang Nomor 11 tahun 2009 juga masih cenderung pada pengukuran yang obyektif, bahwa yang dimaksud kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan materiil, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan melaksanakan fungsi sosialnya.

Kenyataannya antara kesejahteraan subyektif dan obyektif tidak selalu beriringan.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis indeks kebahagiaan sebagai Kesejahteraan subyektif tidak selalu selaras dengan tingkat kemiskinan. Papua Barat penduduk miskinnya relatife tinggi diatas 20 persen sementara tingkat kebahagiaan juga tinggi yaitu diatas 74 persen.

Baca juga: Atasi Kesenjangan Manfaat yang Diterima Peserta BPJS

 

Begitu juga dengan DKI yang kemiskinannya di bawah 5 persen namun kebahagiaannya hanya 70 persen.

Indikator Kesejahteraan yang obyektif dan subyektif haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh. Sehingga tidak adalagi pertentangan antara keduanya.

Filosofi kesejahteraan tiap daerah berbeda

Indonesia terdiri dari bermacam macam suku bangsa yang mempunyai filosofi tentang kesejahteraan yang berbeda-beda.

Ini yang kurang diperhatikan oleh kedua penulis sebelumnya, Lubis dan Yuda yang hanya membandingkan dengan kondisi negara maju.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com