Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Perjumpaan Peranakan China di Indonesia

Kompas.com - 24/01/2023, 08:00 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia adalah negara dengan kekayaan budaya yang melimpah, termasuk beragamnya etnis serta suku bangsa. Salah satunya keberadaan budaya-budaya peranakan China.

Namun, bagaimana sebenarnya sejarah peranakan China di Indonesia mulai berkembang?

Dikutip dari siaran pers IPSH Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Senin (23/1/2023), perjumpaan budaya China dan Nusantara (Indonesia) dalam manuskrip, menghasilkan banyaknya akulturasi dan asimilasi yang bersifat top-down.

Disampaikan dalam forum diskusi Pusat Riset Manuskrip, Literatur dan Tradisi Lisan (PR MLTL) bertema Perjumpaan Budaya dan Nusantara dalam Manuskrip, disampaikan bahwa penyerbukan budaya dapat dilihat dari sisi manuskrip.

Contohnya, yang berasal dari temuan arkeologi. Sebab, pada dasarnya, manusia hidup karena adanya perjumpaan budaya pada masa lalu.

Seperti halnya dalam manuskrip yang berbicara tentang keseharian komunitas Tionghoa yang memiliki label tertentu.

Baca juga: Sejarah Akulturasi Budaya China dalam Wayang Cina Jawa di Yogyakarta

Sejarah perjalanan orang China ke Indonesia

Orang Tionghoa peranakan pada zaman dulu dikenal dengan Cina Benteng, yang mana mereka adalah keturunan dari perkawinan antara Tionghoa dengan warga pribumi lokal.

Kendati orang China, Cina Benteng kaya akan budaya dan masih memegang teguh tradisi dan budaya Tiongkok yang diturunkan dari nenek moyang dan leluhur, namun banyak dari mereka yang tidak mengerti dan tidak memahami makna filosofis dari semua urutan-urutan tradisi dan budayanya.

Dosen Universitas Buddhu Dharma, Hendra mengatakan sejarah perjalanan masyarakat China ke Indonesia, tidak terlepas dari peran Laksamana Cheng Ho saat sampai di Tangerang.

Cheng Ho adalah orang Tionghoa yang tinggal di sekitaran benteng Belanda, yang pada masa itu disebut dengan istilah Cina Benteng.

Sementara itu, orang Tionghoa yang berada di wilayah utara Tangerang disebut dengan Cina Ulu, sedangkan orang Tionghoa yang ada di wilayah selatan disebut Cina Udik.

Sejarah perjumpaan budaya China dan Jawa

Catatan sejarah mengenai perjumpaan China dan Jawa disebutkan terjadi pada masa pemerintahan keenam Kaisar Yongjian (131 M). Disebutkan bahwa Raja Yediao (Jawa) bernama Bian mengirim utusan mereka untuk memberikan sesembahan ke China.

Baca juga: Sejarah Awal Mula Kalender China Penentu Tahun Baru Imlek

Warga melihat sejumlah replika hewan imajiner Warag Ngendog sebagai simbol akulturasi budaya China, Arab, dan Jawa di Kota Semarang yang dipajang di depan Masjid Agung Semarang saat tradisi Dugderan di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2022). Tradisi Dugderan untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang dimeriahkan dengan berbagai kesenian serta pasar rakyat itu kembali dilaksanakan seiring penurunan kasus COVID-19.ANTARA FOTO/AJI STYAWAN Warga melihat sejumlah replika hewan imajiner Warag Ngendog sebagai simbol akulturasi budaya China, Arab, dan Jawa di Kota Semarang yang dipajang di depan Masjid Agung Semarang saat tradisi Dugderan di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2022). Tradisi Dugderan untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang dimeriahkan dengan berbagai kesenian serta pasar rakyat itu kembali dilaksanakan seiring penurunan kasus COVID-19.

Lalu sebagai balasan, kaisar menghadiahinya stempel emas kekaisaran dan pita berwarna ungu. Berdasarkan catatan sejarah, terdapat lima poin yang bisa dipelajari dari perjumpaan China dan Jawa di masa itu.

Di antaranya perharian pada ajaran agama, posisi geografis negara yang dikunjungi, budaya dan adat istiadat, kekayaan alam, serta hubungan dagang.

Nurni Wahyu Wuryandari Dosen Program Studi Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia menambahkan, manfaat catatan negara asing dalam manuskrip China.

Bagi Tiongkok, catatan itu menjadi sumber pengetahuan mengenai negeri asing terkait informasi posisi geografis, adat istiadat, kekayaan alam dan lain sebagainya.

Namun bagi Indonesia, ini menjadi sumber materi untuk membuka kajian tidak hanya bagi sinolog, tetapi juga sebagai kajian kolaborasi dengan para arkeolog, sejarahwan dan peminat kebahasaan. Selain itu, hasil dari kajian ini dapat memperkaya catatan sejarah nusantara.

Sejarah sastra China dalam manuskrip Jawa

Sementara itu, Sumarno, Peneliti Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (PR MLTL) menjelaskan tentang jejak sastra China dalam manuskrip jawa. Menurutnya, peradaban bangsa China sudah ada sejak ribuan tahun.

Baca juga: Sejarah Perjalanan Kartu Pos dan Prangko Pertama di Yogyakarta

Bukti peradaban itu ditandai dengan adanya penemuan yang merupakan tanda awal mula lahirnya sastra China. Penemuan tersebut telah berumur lebih dari 3400 tahun.

Sumarno mengisahkan, lahirnya ahli filsafat di China berpengaruh terhadap karya-karya yang telah lahir pada masa itu.

Ia juga mengungkapkan, kisah peradaban China melalui hasil karya-karyanya banyak dijumpai tentang ajaran agama budha mengenai cara berfikir, berpolitik, serta belajar literatrur, filosofi, dan ilmu pengobatan China.

Karya sastra merupakan cerminan kondisi sosial masyarakat. Orang China menyampaikan karya sastra mereka dalam bentuk bahasa China yang disesuaikan dengan bahasa tempat tinggal.

Sastra China dalam manuskrip Jawa dapat ditemukan di berbagai perpustakaan, di antaranya Museum Reksapustaka Mangkunegaran di Surakarta, Museum Radyapustaka Surakarta, Museum Sonobudoyo Yogyakarta, dan fasilitas ilmu budaya di Universitas Indonesia Jakarta.

Sastra China dalam manuskrip Jawa memiliki nilai lebih, dan ini adalah bukti nyata bahwa bangsa China sangat menghormati leluhur mereka, namun tidak menimbulkan konflik dengan budaya setempat.

Baca juga: Sejarah Makan Kue Ulang Tahun, dari Mana Asalnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com