Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Dopamin Itu Apa Sebenarnya?

Kompas.com - 12/09/2022, 07:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA mulai tertarik pada dopamin (dopamine) setelah menyimak buku tulisan bersama Daniel Z Lieberman dengan Michel E Long berjudul profokatif The Molecule of More dengan sub-judul lebih profokatif sekaligus bombastis "How a Single Chemical in Your Brain Drives Love, Sex, and Creativity – and Will Determine The Fate of the Human Race".

Menurut keyakinan para ilmuwan neuro-biochemistry, dopamin adalah mokelul yang terdiri dari sebuah struktur cathecol dengan sebuah kelompok amina (amine) yang saling dihubungkan oleh sebuah rantai etil (ethyl).

Pada hakikatnya dopamin adalah catecholamine paling sederhana termasuk keluarga dari neurotransmintter norepinephrine dan epinephrine. Kehadiran sebuah cincin benzena (benzene) dengan amina merupakan subsitusi phenethylamine sebagai keluarga yang terdiri dari berbagai psikoaktif drugs.

Baca juga: Fungsi Dopamin dalam Otak, untuk Bahagia hingga Bergerak

Phenethylamine juga dikenal sebagai hormon yang memengaruhi perasaan asmarawiah. Anda paham? Hebat, sebab saya tidak paham.

Saya cuma paham bahwa dopamin mulai tersohor setelah farmakolog merangkap neurosaintis Swedia, Avid Carlsson, menerima anugerah Nobel pada tahun 2000 untuk riset terhadap dopamin dengan mengemukakan pentingnya molekul tersebut bagi fungsi otak.

Carlson menegaskan, neurotransmitter sangat terlibat dalam memfungsikan sistem motorik manusia. Jika otak tidak memproduksi cukup dopamin, rawan memicu penyakit parkinson.

Terapi primer terhadap penyakit parkinson menggunakan obat bernama L-dopa yang memacu produksi dopamin pada otak manusia.

Dopamin adalah zat pemicu rasa nikmat

Dalam bahasa popular yang tidak terlalu sok ilmiah dapat dikatakan bahwa dopamin adalah zat pemicu rasa nikmat. Dopamin berfungsi sebagai zat kimiawi yang membawa informasi di antara para neuron.

Otak melepas dopamin pada saat kita sedang makan makanan favorit kita sehingga menebar perasaan nikmat melalui sistem reward. Otak melepas dopamin pada saat kita sedang mendengar lagu favorit kita sehingga menebar perasaan nikmat tak terlukiskan nikmatnya.

Molekul neurokimiawi ini ampuh mem-boost mood, motivasi dan atensi serta membantu meregulasi gerak tubuh, semangat belajar dan respons emosional yang bahkan berdaya meningkatkan kreativitas.

Dapat dikatakan bahwa mereka yang terus-menerus ingin tanpa henti belajar, belajar dan belajar secara berkelanjutan adalah manusia yang memiliki kadar pasokan dopamin yang tinggi.

Baca juga: 7 Cara Meningkatkan Hormon Dopamin agar Tetap Bahagia

Dopamin membuat manusia merasa makin ingin tahu tentang gagasan serta haus atas informasi sehingga semangat belajar tanpa henti makin menggelora. Manusia dengan kadar dopamin tinggi lazimnya menghadapi stres bukan sebagai kendala tetapi justru sebagai tantangan untuk berkarya.

Cara berpikir positif dan konstruktif yang dipicu dan dipacu dopamin potensial berperan sebagai schock-breaker terhadap tekanan stres kehidupan sambil secara jangka panjang serta merta memperkokoh daya tahan batin.

Begitulah kira-kira jawaban atas pertanyaan dopamin itu apa sebenarnya sejauh daya pemahaman otak terbatas saya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com