Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrasi Manusia Modern Indonesia Telah Berlangsung sejak 50.000 Tahun Lalu

Kompas.com - 04/08/2022, 08:03 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Asal-usul leluhur orang Indonesia terungkap dari riset genetik berbagai DNA mitokondria manusia modern yang hidup di beberapa pulau. Peneliti pun menemukan, migrasi manusia modern ke Pulau Papua ternyata telah berlangsung sejak 50.00 tahun yang lalu. 

Mereka menyeberangi pulau-pulau di zona Wallacea, yakni zona transisi antara daerah biogeografis Indo-Malaya Raya dan Australasia.

Peneliti dari University of Adelaide, Australia, Gludhug A Purnomo mengatakan sekitar 50.000 sampai 60.000 tahun lalu, daratan Papua dan Australia masih bergabung. Wilayah ini dinamakan sebagai paparan Sahul.

Sementara wilayah di seberang paparan Sahul, disebut Sundaland atau Paparan Sunda. Di antara keduanya, ada yang dinamakan zona Wallacea karena temuan flora dan fauna berbeda dengan sisi barat dan timur Indonesia.

"Ini menjadi batas geografi, di mana kita bisa tahu flora dan fauna berbeda mana yang dari Asia, mana yang dari Australia, tetapi bagaimana dengan manusianya?" ujar Gludhug dalam webinar Menyingkap Misteri Asal Usul Leluhur Kita, Genetik Purba dan Budaya Prasejarah Nusantara, yang digelar pada Selasa (2/8/2022).

Gludhug berkata, migrasi manusia modern terjadi saat dataran Asia masih menyatu dengan beberapa kepulauan Indonesia di antaranya Sumatera, Jawa, Kalimantan, membentuk Paparan Sunda.

Baca juga: Lukisan Goa Tertua Sulawesi, Ungkap Migrasi Manusia Purba di Indonesia

Berdasarkan riset migrasi manusia modern untuk mengungkapkan asal usul leluhur orang Indonesia ini, peneliti mengungkapkan bahwa terjadi perubahan pola genetik yang ekstensif di zona Wallacea.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Genes pada 24 Juni 2021 ini, tim peneliti menggunakan DNA mitokondria sebagai sampel penelitian. 

"Saya menggunakan DNA mitokondria karena lebih simpel dalam melakukan analisis, dan DNA mitokondria ini tidak ada percampuran antara ayah dan ibu. DNA mitokondria hanya diturunkan ibu saja, jadi kita bisa melihat migrasi manusia modern yang dipengaruhi oleh pihak ibu," imbuh Gludhug.

Riset genetika itu mengambil sampel dari DNA di tubuh manusia modern Indonesia yang hidup di Sulawesi, Maluku, sampai Papua, dan beberapa kota di Papua seperti Sorong, Kerom, serta Mapi.

"Kenapa sih DNA mitokondria bisa kita gunakan untuk melihat migrasi manusia? Karena mitokondria DNA memiliki penanda, memiliki mutasi-mutasi tertentu yang bisa membedakan orang ini asal geografinya dari mana," terang Gludhug.

Temuan dari riset yang menunjukkan migrasi manusia modern di Indonesia, menurut dia, menunjukkan adanya tiga gelombang penghunian manusia modern di kawasan Wallacea, saat migrasi 50.000 tahun lalu yang sebagiannya melanjutkan perjalanan ke Papua dan Australia.

Lalu periode sekitar 15.000 tahun lalu, dan sekitar 3.000 tahun lalu, Gludhug juga menyebut ada kemungkinan migrasi balik manusia modern dari wilayah Indonesia yakni Papua ke Wallacea.

Baca juga: Migrasi Manusia ke Nusantara Membawa Penyakit

"Kita memodelkan apakah ada hubungan antara Wallacea dan Papua atau ada perpindahan penduduk dari Wallacea ke Papua bolak-balik, atau dari Wallacea ke Australia atau dari Papua ke Australia," jelasnya.

Hasilnya ada sekitar 16 model yang ditemukan dari pemetaan DNA Mitokondria, lalu menunjukkan hubungan antara sampel di Wallacea dan Papua.

Bukti arkeologis manusia modern di Australia

Sejumlah bukti arkeologis di Australia pun menemukan adanya fosil manusia modern (Homo sapiens) dari Afrika berumur sekitar 50.000 tahun.

Hal itu memicu hipotesis, pada periode itu manusia telah menyeberangi Wallacea hingga ke Papua, yang masih menjadi bagian dari Paparan Sahul.

"Semakin kita ke timur semakin banyak DNA yang mirip dengan populasi yang ada di Papua. Sementara semakin kita ke barat, mirip dengan DNA yang ada di Asia," tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, peneliti utama Mochtar Riady Institute for Nanotechnology (MRIN) Prof dr Herawati Sudoyo, PhD, menyampaikan pendekatan paleogenomik dapat membantu mengungkap misteri manusia modern.

Sebagai informasi, paleogenomik adalah bidang ilmu yang mempelajari materi genetik yang berasal dari sisa-sisa peninggalan organisme purba di masa lalu.

Baca juga: Berusia 7.000 Tahun, Manusia Modern Tertua Ditemukan di Sulawesi Selatan

Menurut Herawati, rekonstruksi sejarah pemukiman pulau-pulau di Indonesia dengan menggunakan pendekatan genetik akan membantu menyimpulkan waktu kedatangan, ukuran populasi, sejarah, pola migrasi maupun tingkat percampuran yang dihasilkan.

"Dengan data-data genomic kita dapat melihat gambaran dari percampuran genetik, melihat dari spasial yang berbeda dari kampung, kepulauan, dan region atau daerah yang lebih besar dari kelupauan Nusantara," ungkap Herawati.

"Tentunya, kita juga dapat melhat dan membandingkan hasil tersebut dengan data-data non-genetik, bahasa, etnografi, arkeologi, dan sejarah," sambung dia.

Ditemukan pula adanya bauran Austronesia pada populasi Papua saat ini, salah satunya di Sorong, Papua Barat yang memiliki bauran genetika Austronesia sekitar 40 persen dan di Keerom sekitar 6 persen.

Keduanya sepakat, studi mengenai asal usul manusia modern Indonesia harus dikerjakan melalui kerja sama dengan ahli di bidang lain.

Dengan demikian, data terkait akan lebih mudah memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai asal-usul manusia modern di Indonesia.

"Tidak bisa studi genetik saja. Ini harus dikembangkan oleh arkeologi, antropologi, dan lainnya. Bagaimana Indonesia menjadi jembatan antara Asia dan Papua," pungkas Gludhug.

Baca juga: Manusia Purba Berkali-kali Migrasi ke Jazirah Arab karena Perubahan Iklim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com