KOMPAS.com - Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka stunting di Indonesia masih 24,4 persen. Artinya, satu dari empat anak Indonesia mengalami stunting.
Setidaknya, ada 7 provinsi yang memiliki angka kejadian atau prevalensi stunting tertinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Aceh.
Ada pula 5 provinsi dengan jumlah balita stunting terbanyak yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, serta Banten.
"Kalau katakanlah kita bisa berkontribusi menurunkan angka stunting di_12 provinsi ini, tentu akan menurunkan jumlah stunting yang cukup besar," ujar Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Erna Mulati, M.Sc, CMFM, dalam media briefing memperingati Hari Anak Nasional 2022 yang digelar Fresenius Kabi, Senin (25/7/2022).
Baca juga: Apa Itu Stunting?
"Tentunya provinsi lain perlu dilakukan hal yang sama, walaupun tidak seintens 12 provinsi ini," sambung dia.
Untuk diketahui, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita. Salah satu penyebabnya adalah kurang kecukupan gizi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Dipaparkannya, ada 23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunted (perawakan pendek) akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi dan anemia.
Sementara, risiko stunting meningkat signifikan pada usia 6 hingga 23 bulan, dikarenakan kurangnya asupan protein hewani pada makanan pendamping ASI (MP-ASI), yang mulai diberikan sejak usia 6 bulan.
"Kami melakukan integrasi lintas sektor untuk memenuhi kebutuhan pangan MP-ASI walaupun tidak setiap hari diberikan 100 persen, tapi kita paling tidak berusaha untuk memenuhi minimal 35 persen kebutuhan anak tersebut," terang Erna.
Berdasarkan strategi nasional, percepatan penurunan stunting yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 72 tahun 2021, Kemenkes memiliki target intervensi spesifik. Berikut rinciannya.
"Untuk mengatasi masalah gizi pada anak-anak kita, kita ada aplikasi yang disebut ePPGBM untuk mendeteksi sedini mungkin masalah gizi sehingga bisa dilakukan intervensi sedini mungkin. Mengingat data-data yang adal di dalam ePPGBM ini adalah by name by address," imbuhnya.
Baca juga: Target 14 Persen di 2024, BKKBN Ungkap 5 Pilar Percepatan Penurunan Stunting