Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diabetes Tipe 3, Ketahui Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya

Kompas.com - 21/07/2022, 16:31 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagian besar orang mungkin lebih mengenal tentang diabetes tipe 1 dan tipe 2, dibandingkan diabetes tipe 3.

Lantas, apa yang membedakan diabetes tipe 3 dengan diabetes tipe 1 dan 2?

Seperti dilansir Live Science, Kamis (14/7/2022) sebenarnya diabetes tipe 3 bukanlah istilah yang diakui secara medis maupun sesuatu yang digunakan dokter untuk tujuan diagnostik.

Dua ahli yang di antaranya Dr Suzanne de la Monte dan Dr Jack Wands dari Brown University pernah mengajukan proposal agar penyakit Alzheimer dapat disebut diabetes tipe 3, lantaran berkaitan dengan resistensi insulin sebagai penyebab utama diabetes.

Mereka menduga, resistensi insulin mungkin menjadi penyebab utama demensia, karena kondisi kekurangan metabolisme glukosa di otak ini berkontribusi pada gejala seperti kehilangan memori, penurunan kemampuan penilaian dan penalaran.

Terlebih, risiko terkena penyakit Alzheimer lebih tinggi pada mereka yang menderita diabetes tipe 2.

Baca juga: Kenali Gejala Diabetes Melitus, Penyakit yang Sempat Diidap Komedian Rini S Bon Bon Sebelum Meninggal

"Beberapa ilmuwan berhipotesis bahwa disregulasi insulin di otak menyebabkan demensia dan menggunakan diabetes tipe 3 sebagai istilah untuk menggambarkan penyakit Alzheimer, kondisi neurologis progresif yang merupakan penyebab paling umum dari demensia," terang dokter sekaligus direktur medis di Concepto Diagnostics, dr Tariq Mahmood.

Dia juga menekankan diabetes tipe 3 berbeda dari diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2, yang menyebabkan kadar gula darah menjadi terlalu tinggi karena masalah dengan hormon bernama insulin.

"Masalah ringan pada fungsi memori biasanya merupakan tanda pertama. Gejala yang lebih spesifik dapat mencakup kebingungan, kesulitan merencanakan sesuatu, disorientasi, dan perubahan kepribadian," tutur Mahmood.

Sementara untuk mendiagnosis Alzheimer, menurut Dr William H Frey II PhD., peneliti Alzheimer di Health Partners Center for Memory and Aging, dapat dilakukan oleh ahli saraf.

“Prosedur diagnostik(diabetes tipe 3 dan Alzheimer) mungkin melibatkan pengambilan riwayat lengkap, tes darah, pencitraan otak, tes neuropsikologis, dan lain-lain untuk membantu menyingkirkan gangguan lain yang mungkin menghasilkan gejala yang agak mirip,” katanya.

Baca juga: Mengenal Diabetes Tipe 1 dan Diabetes Tipe 2, Apa Bedanya?

Kehilangan penciuman juga bisa menjadi gejala Alzheimer, bahkan sebelum pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk penyakit otak degeneratif.SHUTTERSTOCK Kehilangan penciuman juga bisa menjadi gejala Alzheimer, bahkan sebelum pasien memenuhi kriteria diagnostik untuk penyakit otak degeneratif.

Adapun gejala awal hingga sedang Alzheimer meliputi:

  • Hilang ingatan
  • Kebingungan
  • Agitasi atau kecemasan
  • Masalah dengan membaca, menulis, angka
  • Kesulitan mengenali keluarga dan teman
  • Pikiran yang tidak teratur
  • Kurangnya kontrol impuls

Gejala-gejala ini dapat berkembang ke titik di mana pasien tidak dapat menelan, kehilangan kontrol usus kemudian meninggal dunia.

Penderita Alzheimer kerap kali meninggal dunia karena pneumonia aspirasi, kondisi ini biasanya terjadi saat makanan atau ketika cairan masuk ke paru-paru alih-alih udara karena sulit menelan.

Studi yang dipublikasikan di jurnal Lancet of Neurology tahun 2016, menghubungkan diabetes dengan kesehatan otak yang menurun.

Hasilnya menunjukkan perawatan yang mengembalikan fungsi insulin di otak, dapat memberikan manfaat terapeutik bagi mereka yang menderita penyakit Alzheimer.

Baca juga: Perbanyak Makan Sayuran Bantu Kontrol Glikemik Pasien Diabetes Tipe 2, Studi Jelaskan

Penyebab diabetes tipe 3

Mahmood mengatakan sejauh ini masih jelas tentang penyebab spesifik penyakit Alzeimer. Menurutnya, kombinasi faktor tertentu mungkin berperan dalam mengembangkan penyakit tersebut.

Beberapa ahli percaya, bahwa perubahan neurologis terkait usia yang dikombinasikan dengan faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup dapat berkontribusi terhadap terjadinya Alzheimer.

“Usia adalah faktor risiko terpenting yang diketahui untuk penyakit Alzheimer karena atrofi di bagian otak. Atrofi adalah hilangnya jaringan otak, yang berarti dapat menyusut, menipis atau langsung hilang," jelasnya.

Di sisi lain, Frey menyampaikan penuaan bukanlah satu-satunya faktor risiko yang terkait dengan perkembangan penyakit Alzheimer.

Riwayat keluarga dengan Alzheimer dan perubahan genetik juga dapat meningkatkan risiko.

Baca juga: Studi: Penumpukan Lemak di Hati Meningkatkan Risiko Diabetes Tipe 2

ilustrasi Diabetes Tipe 1Shutterstock/Vitalii Vodolazskyi ilustrasi Diabetes Tipe 1

"Riwayat cedera otak traumatis sedang juga dapat secara signifikan meningkatkan risiko penyakit Alzheimer. Pada akhirnya, diabetes tipe 2 melipatgandakan risiko terkena penyakit Alzheimer. Ini mungkin karena fakta bahwa pada diabetes dan penyakit Alzheimer, ada kekurangan pensinyalan insulin," ujar Frey.

Lebih lanjut, dia berkata, pada penyakit Alzheimer kekurangan pensinyalan insulin ini terjadi di otak hingga menyebabkan hilangnya energi sel otak.

Tanpa sinyal insulin yang cukup, gula darah tidak dibawa ke sel-sel otak dan dimetabolisme secara normal.

Kehilangan energi sel otak menyebabkannya tidak dapat lagi menjalankan fungsi memori dan kognitif secara normal, juga tidak dapat memproduksi bagian-bagian sel untuk menggantikan bagian-bagian yang aus yang menyebabkan degenerasi otak itu sendiri.

"Gaya hidup yang tidak sehat, termasuk kurang olahraga, pola makan yang buruk dan kurang tidur, kemungkinan juga meningkatkan risiko penyakit Alzheimer," imbuhnya.

Sebuah tinjauan tentang resistensi insulin yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Neuroscience pada 2018, menunjukkan insulin menghubungkan beberapa kondisi seperti obesitas, demensia dan diabetes.

Baca juga: Rini S Bon Bon Meninggal Karena Diabetes, Bagaimana Penyakit Ini Sebabkan Kematian?

Para peneliti pun merekomendasikan potensi penggunaan obat antidiabetes untuk mengobati demensia.

Bisakah diabetes tipe 3 dicegah?

Berdasarkan studi di Journal of Alzheimer's Disease, meditasi dapat membantu mencegah penyakit Alzheimer karena dinilai mengurangi beban alostatik, yang telah dikaitkan dengan perkembangan beberapa gangguan kognitif.

Melakukan meditasi Kirtan Kriya selama 12 menit per hari, terbukti meningkatkan kualitas tidur, mengurangi depresi, mengurangi kecemasan, menurunkan regulasi gen inflamasi, meningkatkan gen sistem kekebalan tubuh, meningkatkan gen regulasi insulin dan glukosa.

“Sayangnya, tidak ada cara untuk mencegah penyakit Alzheimer saat ini. Menjalani gaya hidup sehat dapat mengurangi risiko Anda, tetapi perubahan neurologis terkait usia dan faktor genetik tidak mungkin untuk diatasi," ungkapnya.

Selain itu, dia menganjurkan untuk mengonsumsi makanan yang seimbang, rutin berolahraga 150 menit per minggu, membatasi konsumsi alkohol, dan berhenti merokok untuk mengurangi faktor risiko Alzheimer.

“Mempertahankan gaya hidup sehat termasuk aktivitas fisik secara teratur, menghindari cedera kepala dengan mengenakan sabuk pengaman saat berada di kendaraan dan helm saat berolahraga, mengonsumsi makanan sehat, tetap aktif secara sosial, dapat membantu mengurangi risiko penyakit Alzheimer,” pungkas Frey.

Baca juga: Bagaimana Cara Merawat Luka Diabetes Agar Tak Membusuk? Ini Saran Dokter

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com