KOMPAS.com – Difteri adalah infeksi bakteri yang sangat menular. Penyebab difteri adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae (C. Diphtheriae).
Difteri biasanya memengaruhi sistem pernapasan atau sistem intergumen. Sistem intergumen ini termasuk tiga lapisan kulit hipodermis, dermis, dan epidermis, serta kelenjar kuku dan dan rambut.
Dilansir dari Medical News Today, beberapa varian bakteri C. Diphtheriae menghasilkan toksin yang disebut eksotoksin. Ini dapat menyebabkan komplikasi difteri yang paling serius.
Sementara itu, varian lain bakteri penyebab difteri tidak menghasilkan toksin sehingga gejala yang dialami penderitanya tidak tergolong parah.
Sebagaimana yang telah disebutkan, penyebab difteri adalah infeksi bakteri C. Diphtheriae. Bakteri ini dapat menyebar melalui tetesan pernapasan dari orang yang terinfeksi atau seseorang yang membawa bakteri, tetapi tidak memiliki gejala.
Baca juga: Mengenal Infeksi Paru-Paru: Proses Infeksi, Gejala, dan Penyebabnya
Mengutip Penn Medicine, bakteri C. Diphtheriae paling sering menginfeksi hidung dan tenggorokan. Dalam beberapa kasus, difteri juga menginfeksi kulit hingga menyebabkan lesi kulit.
Setelah terinfeksi bakteri penyebab difteri, bakteri tersebut akan memproduksi toksin yang menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain, seperti jantung dan otak.
Gejala difteri biasanya mulai muncul dua sampai lima hari setelah seseorang terinfeksi. Dilansir dari Mayo Clinic, berikut adalah gejala difteri yang perlu diwaspadai:
Pada beberapa orang, infeksi bakteri penyebab difteri hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tanpa gejala yang jelas.
Baca juga: Tuberkulosis atau TBC: Penyebab, Gejala, dan Cara Penularan
Meski demikian, seseorang yang terinfeksi difteri dan tidak mengalami gejala tetap bisa menularkannya pada orang lain.
Sebelum antibiotik tersedia, difteri merupakan penyakit yang umum di kalangan anak-anak. Saat ini, difteri tidak hanya bisa diobati, tetapi juga dicegah dengan vaksin.
Vaksin difteri efektif untuk mencegah infeksi difteri. Tetapi, mungkin ada beberapa efek samping ringan, seperti rewel, mengantuk, dan nyeri di tempat suntikan. Komplikasi yang lebih serius akibat vaksin ini, seperti reaksi alergi, sangat jarang terjadi dan tetap bisa diobati.
Konsultasikan pada dokter sebelum membawa anak untuk vaksinasi difteri untuk meminimalisasi risiko efek sampingnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.