Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jumlahnya Semakin Berkurang, Penangkapan dan Pengelolaan Ikan Ole di Pulau Tomia Diatur

Kompas.com - 21/04/2022, 21:01 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penangkapan dan pengelolaan spesies ikan ole di Pulau Tomia, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dinilai perlu diatur lantaran populasinya yang dinilai mulai berkurang.

Pasalnya, beberapa nelayan masih menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan standar. 

Kemudian mereka mengambil ikan ole yang lebih kecil, alih-alih menangkap ikan ole dewasa.

Adapun ikan ole adalah spesies ikan yang dinamai langsung oleh masyarakat setempat, dan biasanya hanya muncul di perairan Tomia di waktu tertentu saja.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Jumlah Ikan yang Bisa Ditangkap di Masa Depan Makin Berkurang

Wakatobi Program Coordinator Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), La Ode Arifudin, memaparkan masyarakat hukum adat (MHA) sangat mendukung, dan aktif terlibat dalam pengelolaan sumber daya berkelanjutan di Pulau Tomia.

Adapun payung hukumnya tertera pada Peraturan Bupati Wakatobi tentang MHA No. 45 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Berbasis Masyarakat Hukum Adat Kawati dalam Wilayah Pulau Tomia di Wakatobi.

Maka, lanjut Arif, upaya untuk tetap memanfaatkan kearifan lokal dapat memberikan pengetahuan serta pengelolaannya termasuk mengatur penangkapan ikan ole.

"Ikan ole menurut masyarakat kita, dan didukung oleh pengetahuan masyarakat hukum adat ini ada kecenderungan untuk menurun. Nah, apa yang bisa kita lakukan, masyarakat adat menginisiasi perlu deklarasi aturan," ujar Arif, sapaan akrab La Ode Arifudin, kepada Kompas.com, Kamis (21/4/2022).

Dia menggarisbawahi bahwa aturan ini dibuat bukan untuk melarang masyarakat mengambil ikan ole sebagai mata pencaharian mereka, melainkan mengatur penangkapan ikan yang sesuai standarnya. Sehingga, ikan ole dapat terus hidup di perairan Tomia.

"Sebagai tindak lanjutnya di tingkat desa sudah dua desa yang melahirkan Perdes (Peraturan Desa) untuk perlindungan ikan ole ini," terang Arif.

"Artinya, secara keberlanjutan ada harapan untuk di tingkat desa bisa melakukan perlindungan. Sekali lagi bukan melarang tapi mengatur cara-cara pengambilannya," sambungnya.

Baca juga: Seluas 24000 Hektar, Ini Koloni Sarang Ikan Terbesar di Dunia

 

Dukungan dari masyarakat hukum adat dan nelayan

Pada kesempatan yang sama, kepala adat yang kerap disebut Meantuu Tongano, H Syafei Prasyad mengatakan hal senada. Menurut dia, ikan ole harus terus dijaga kelestarian populasinya di Pulau Tomia.

"Ikan ini sudah hampir punah, sementara anak-anak kita sekarang tidak mengetahui ikan ini nantinya kalau tidak dijaga akan habis. Kita mencoba supaya bisa lestari, dan ikan ole ini akan terus berkembang dan akan bermanfaat nanti ke generasi selanjutnya," ucap Syafei,

Ia menambahkan bahwa ikan ole tidak seperti ikan pada umumya, karena kehadirannya di Pulau Tomia hanya di bulan tertentu.

Biasanya ikan itu ditemui ketika memasuki bulan Agustus, lalu para nelayan dapat menangkap serta menjualnya.

Uniknya, dahulu ikan ole tidak sembarangan boleh diambil karena harus ada pengumuman terlebih dahulu dari tokoh adat. Setelah ada perintah dari pimpinan adat yang disebut parika, barulah ikan ole boleh diambil oleh nelayan.

"Ikan ole ini sangat spesial, artinya pertumbuhannya kalau tidak cepat dilindungi akan cepat punah," jelasnya.

Baca juga: Ikan Tapah, Ikan Air Tawar Raksasa yang Hidup di Sungai Indonesia

Para nelayan bisa menangkap ikan ole, saat sudah dewasa dan lebih bernilai ekonomi untuk bisa dijual.

"(Kami) berikan saja pemahaman kepada masyarakat, baik di pemerintahan atau tokoh-tokoh yang selalu memberikan pencerahan kepada masyarakat ikan ini yang harus kita jaga karena akan berguna nanti kepada generasi kita," ungkap Syafei.

Syafei menilai, informasi yang datang dari tokoh adat mengenai perlindungan ikan ole cukup berpengaruh terhadap tindakan masyarakat, agar tetap mengikuti aturan terkait penangkapan dan pengendalian populasi ikan ole di Pulau Tomia.

"Dulu mereka (nelayan) mengharapkan bagaimana ikan ole bisa selamat, tanpa bisa berbuat apa-apa. Ketika masuknya Komunto (Komunitas Nelayan Tomia) yang didukung dengan YKAN, di mana ikan ole ini harus kita selamatkan dengan membatasi alat tangkap," tutur Hasman selaku anggota Komunto.

Artinya, alat tangkap yang digunakan para nelayan untuk mengambil ikan ole harus sesuai dengan standar yang ada.

Hasman mengakui bahwa para nelayan turut senang, dan turut mendukung adanya aturan penggunaan alat tangkap ikan tersebut.

Dengan demikian, tidak ada lagi penangkapan ikan ole yang masih kecil untuk dijual dan dikonsumsi oleh masyarakat.

Baca juga: Tulang Ikan Raksasa Ditemukan Terdampar di Kepulauan Selayar, Peneliti Duga Milik Paus atau Hiu

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com