Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Petrikor, Aroma Khas Tanah yang Terkena Hujan

Kompas.com - 08/04/2022, 12:05 WIB
Mela Arnani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber Telegraph,BBC

KOMPAS.com - Suara hujan dapat menciptakan kondisi yang rileks dan menenangkan. Selain itu, bau tanah yang muncul sesaat setelah hujan juga disukai banyak orang. Aroma ini dikenal dengan istilah petrichor atau petrikor.

Petrichor atau petrikor pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Isabel Joy Bear dan Roderick G. Thomas, dalam artikel yang berjudul Nature of Argillaceous Odour pada tahun 1964.

Menurut para peneliti, terdapat peran zat kimiawi yang terlibat dalam aroma hujan yang muncul setelah cuaca kering yang panjang. Aroma khas yang bersatu antara air hujan dan tanah, yang diproduksi oleh mikroba.

Baca juga: Rahasia Alam Semesta: Dari Mana Petrikor, Si Aroma Hujan, Berasal?

Melansir The Telegraph, ilmuwan telah menemukan bahwa senyawa kimia geosmin, yang diproduksi oleh bakteri Streptomyces coelicolor, menjadi bahan kimia yang bertanggung jawab atas bau hujan.

Proses munculnya petrikor

Tetesan air yang jatuh ke tanah, membuat beberapa bakteri muncul dan melepaskan geosmin ke udara, membuat jumlahnya berlimpah saat hujan turun. Adapun penelitian menunjukkan adanya kaitan antara geosmin dengan terpene, sumber wangi dari beberapa tumbuhan.

Ketua penelitian di Kew Royal Botanic Gardens Prof. Philip Stevenson menuturkan, hujan juga bisa memunculkan aroma terpene.

"Seringkali, bahan kimia dari tumbuhan yang menimbulkan aroma diproduksi di daun. Hujan yang turun kemudian melepaskan senyawa ini,” ujar Stevenson.

“Ibaratnya seperti ketika membelah tanaman kering menjadi dua. Wangi aslinya pasti akan tercium lebih kuat," lanjut dia.

Sementara itu, BBC menuliskan bahwa Isabel Bear dan R.G Thomas, para peneliti yang pertama kali menamai aroma petrichor, menemukan bahwa pada awal 1960-an, aroma ini ditangkap untuk dijual di Uttar Pradesh, India. Tapi, saat ini geosmin semakin umum digunakan sebagai bahan pembuatan parfum.

Baca juga: Hujan Es Akan Lebih Sering Terjadi dan Berukuran Makin Besar, Ini Penyebabnya

Peringatan bagi cacing

Para ilmuwan dari Univesitas Concordia di Kanada melakukan penyelidikan mengenai pengaruh geosmin terhadap cacing nematoda.

Peneliti mengamati pergerakan dan perilaku cacing saat dikelilingi oleh geosmin, dan menemukan cacing berusaha mati-matian melepaskan diri dari lingkungannya. Namun, cacing mutan tidak dapat mencium atau merasakan perilaku normal tersebut di sekitar geosmin.

Eksperimen terpisah secara khusus difokuskan pada bakteri Streptomyces coelicolor, bakteri beracun yang membuat geosmin. Para peneliti melihat cacing menghindari mikroba tersebut saat merasakan kehadiran geosmin.

Berdasarkan penelitian tersebut, disimpulkan bahwa geosmin dalam Streptomyces coelicolor, bakteri yang beracun bagi nematoda, nampak tidak memiliki peran apa pun selain sebagai sinyal peringatan.

“Itu tidak membantu sel-sel tumbuh, makan, atau membelah. Tidak menangkal predator secara langsung, sepertinya sebagai peringatan,” pungkas Dr Brandon Findlay, penulis pembimbing makalah.

Baca juga: Dari Cerah ke Hujan Lebat, Kenapa Cuaca di Yogyakarta Berubah Drastis?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com