Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Coremap CTI Bantu Dorong Pengembangan Model Pengelolaan Pesisir Raja Ampat

Kompas.com - 04/04/2022, 19:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com- Guna mendorong persiapan dan pengembangan model percepatan pengelolaan pesisir, proyek Coremap CTI pun telah dilaksanakan.

Coremap CTI merupakan singkatan dari The Coreal Reef Rehabilitation and Management Program - Coral Trangle Initiative, yakni Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang - Inisiatif Segetiga Terumbu Karang.

Proyek Coremap CTI ini dilaksanakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) melalui Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).

Baca juga: 6 Efek Perubahan Iklim terhadap Terumbu Karang

Perjalanan panjang Coremap CTI

Pada tahun 1998, pemerintah Indonesia menginisiasi program pelestarian terumbu karang yang dikenal dengan nama Coremap atau Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang.

Coremap disebut hadir sebagai respon keprihatiann dunia atas degradasi wilayah pesisir utama terutama ekosistem terumbu karang.

Program jangka panjang ini bertujuan untuk melindungi, merehabilitasi, dan mengelola pemanfaatan secara lestari terumbu karang, serta ekosistem terkait di Indonesia yang pada gilirannya akan menunjang kesempatan masyarakat pesisir.

Sampai pada tahun 2004, Coremap berupaya untuk mengembangkan landasan berupa data. Ini dilakukan sebagai landasan menyusun kerangka kerja untuk pengelolaan terumbu karang di daerah prioritas.

Lanjut dari tahun 2004 sampai 2011, program ini melakukan percepatan terhadap pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dilakukan agar dapat mendukung pengelolaan secara berkelanjutan terumbu karang dari ekosistem terkait.

Lalu dari tahun 2014 sampai sekarang, dilakukan pelembagaan dalam monitoring ekosistem pesisir dan penelitian untuk menghasilkan data berbasis informasi pengelolaan sumber daya, serta meningkatkan efektivitas pengelolaan ekosistem prioritas.

Pada tahun 2017 dan 2019 pemerintah Indonesia menyampaikan permintaan formal untuk melakukan restrukturisasi proyek Coremap-CTI.

Restrukturisasi program ini bertujuan untuk lebih menitikberatkan penguatan terhadap kapasitas kelembagaan pemantauan dan penelitian ekosistem pesisir untuk menghasilkan informasi berbasis bukti, sebagai respon peningkatan kebutuhan riset.

Sebagai kelanjutannya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang saat itu belum tergabung dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) ditunjuk sebagai lembaga pelaksana. Lembaga pelaksana ini sebelumnya dipegang oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Hasil restrukturisasi ini salah satunya adalah mengamantkan Bappenas melalui ICCTF untuk melaksanakan kegiatan yang didanai oleh hibah Global Environment Facility yang dikelola oleh World Bank dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan ekosistem prioritas melalui pendekatan strategis.

Baca juga: Misool Timur di Raja Ampat Terapkan Deklarasi Adat untuk Kelola Perairan

 

Kegiatan Coremap CTI

Direktur ICCTF, Tonny Wagey mengatakan bahwa kegiatan Coremap CTI bukan hanya fokus pada melestarikan dan melindungi keanekaragaman hayati terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya, tetapi juga mengedepankan kemanusiaan.

Tonny menjelaskan, ia mengatakan demikian karena program yang dilaksanakan atau dibuat dalam Coremap CTI ini selalu berbasis pada kebutuhan masyarakat setempat.

“Program kami selalu berbasis kebutuhan masyarakat setempat, jadi pengelolaannya berbasis sains yang implementasinya atau kebijakannya membantu untuk menunjang dan meningkatkan efektivitas dalam kehidupan masyarakat,” kata Tonny dalam Workshop Diseminasi Program dan Exit Strategi Coremap-CTI Bank Dunia, di Sorong, Papua Barat, Rabu (24/3/2022).

“Jadi kita upayakan programnnya berbasis saintifik, tapi target implementasinya harus meningkatkan taraf kehidupan masyarakat setempat,” tambahnya.

Pelaksanaan kegiatan Coremap CTI ini dilakukan di sejumlah kawasan perairan di Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat.

Di antaranya seperti Taman Nasional Perairan Laut Sawu (NTT), Suaka Alam Perairan Kepulauan Raja Ampat (Papua Barat), Suaka Alam Perairan Kepulauan Waigeo sebelah barat (Papua Barat), dan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat (Papua Barat).

Baca juga: Kapal Inggris Rusak 1.600 Meter Persegi Terumbu Karang Raja Ampat

Berikut beberapa komponen kegiatan Coremap-CTI dan sub komponen pengelolaan ekosistem pesisir prioritas:

 1. Pemanfaatan kawasan konservasi perairan oleh masyarakat secara berkelanjutan di Raja Ampat.

 2. Pemanfaatan kawasan konservasi oleh masyarakat secara berkelanjutan di TNP Laut Sawu.

 3. Implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) atau National Plan of Action (NPOA) jenis terancam.

 4. Dukungan implementasi terhadap pengelolaan wilayah pesisir terpadu (ICZM).

 5. Dukungan untuk kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas).

 6. Akses wilayah pengelolaan sumber daya perikanan untuk masyarakat setempat.

Salah satu kawasan yang dibantu dalam pengelolaan pesisir ini adalah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Pelaksanaan program Coremap-CTI yang dijalankan oleh ICCTF di Kabupaten Raja Ampat telah dilakukan sejak Agustus 2020 sampai Maret 2022.

Baca juga: Ini Fungsi Hutan Mangrove bagi Kehidupan di Pesisir

ICCTF dalam pelaksaan programnya juga dibantu oleh beberapa mitra yang memiliki fokus kegiatan berbeda-beda.

Mitra yang terlibat yakni Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi), Perkumpulan Pemberdaya Masyarakat dan Pendidikan Konservasi Alam (YAPEKA), Reef Check Indonesia, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), dan Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI).

Pada awalnya, Coremap-CTI telah menargetkan akan merehabilitasi 100 meter persegi luasan wilayah ekosistem terumbu karang.

Namun, ternyata dalam pelaksanaanya ekosistem terumbu karang yang telah berhasil di rehabilitasi sudah mencapai sekitar 300 meter persegi. Letaknya di Kampung Yensawai Barat, Kabupaten Raja Ampat.

Selain rehabilitasi terumbu karang, pelaksanaan program ini juga sudah merehabilitasi 1000 meter peregi (setara) wilayah ekosistem mangrove, dan 500 meter persegi wilayah ekosistem padang lamun, serta masih banyak kegiatan lainnya.

Kegiatan berbasis sains dan kebutuhan masyarakat lainnya yang dilaksanakan adalah penguatan kelompok di daerah sasaran yakni Suaka Alam Perairan (SAP) Kepulauan Waigeo sebelah barat, SAP Kepulauan Raja Ampat, dan Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Raja Ampat.

Dalam pemaparannya, Tonny menyampaikan bahwa penguatan kelompok ini dilakukan dengan meningkatkan dan menumbuhkan kapasitas masyarakat melalui porgram livehood (mata pencaharian), seperti inovasi pengolahan sumber daya alam setempat yang ramah lingkungan, serta penguatan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang mendukung kelestarian lingkungan dalam sebuah aturan tertulis yang legal diakui pemerintah setempat.

Lebih spesifik lagi, masyarakat setempat di sekitar 3 SAP ini juga ditingkatkan kapasistasnya dalam pengembangan wisata berbasis jenis (spesies) pada biota laut yang dilindungi dan khas, yang selama ini menjadi tempat perlintasan, atau pemijahan di wilayah mereka.

Masyarakat setempat kini menjadi edukator untuk wisata berwawasan ekologis di pusat-pusat informasi yang dibangun, dua diantaranya yakni Stasiun Pari Manta dalam ekowisata spesies ikan Pari Manta di Yefnabi dan pusat informasi ekowisata Danau Ubur-ubur di Kampung Tomolol, Misool Timur.

Baca juga: Kerusakan Hutan Mangrove Indonesia Tertinggi di Dunia, Ini 3 Aspek Penting Rehabilitasi

 

Salah satu masyarakat yang ikut terlibat aktif dalam pelaksanaan program Coremap CTI adalah Robinson Mjam (27), warga Kampung Tomolol. Robinson saat ini menjadi Ketua Kelompk Pengelola Danau Ubur-ubur Misool Timur.

Ia menceritakan bahwa dahulu, masyarakat setempat tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan apapun, termasuk pariwisata di Kabupaten Raja Ampat.

Tetapi dengan ditemukannya sebuah danau yang berisi ubur-ubur, yang kemudian ditambah dengan edukasi dari berbagai pihak terkait dalam kegiatan ini tentang apa yang sebaiknya mereka lakukan, bagaimana pengawasan, bagaimana caranya menjalankan ekowisata di danau ubur-ubur tersebut, dan ditambah dengan sarana prasarana yang mendukung, masyarakat bisa melanjutkan kegiatan ekowisata dan menunjang peningkatan taraf hidup mereka dari sektor baru yakni pariwisata.

“Disitu kami berpikir bahwa ada kerjasama yang baik antara Bappenas dan juga Yayasan Terangi dan ICCTF, dengan semangat memberikan ini kepada kami, dan dalam menjaga danau ubur-ubur,” kata Robinson saat dijumpai di Kampung Tomolol, Senin (28/3/2022).

Baca juga: Fungsi Terumbu Karang bagi Lingkungan

Selain itu, ada pula Konstantinus Saleo. Pria kelahiran Yensawai Barat, Kabupaten Raja Ampat ini merasa senang sekali mendapatkan edukasi mengenai bagaimana menjaga dan merehabilitasi lingkungan pesisir di tempat tinggalnya seperti mangrove dan lamun.

Sebelum ada edukasi mengenai cara menanam mangrove supaya bisa tumbuh dengan baik, mereka selalu gagal menanam mangrove karena setelah ditanam langsung terbawa air laut saat pasang.

Namun, sepanjang program dilakukan dengan bimbingan mitra dari PKSPL-IPB, akhirnya masyarakat setempat menemukan solusi untuk menanam mangrove di tanah berpasir di pinggir pantai agar bisa berhasil tumbuh dengan baik.

“Dulu, kita juga tanam. Tapi, tidak berhasil, terbawa air laut lagi. Sekarang, kita buat berbeda tanamnya dan bisa tumbuh (mangrove),” kata Konstantinus, Kamis (25/3/2022).

Penanaman mangrove dilakukan dengan kombinasi kearifan lokal dan basis saintifik yang diajarkan oleh PKSPL-IPB.

Masyarakat saat ini menanam mangrove dengan mengikat biji mangrove menjadi propagol dengan bambu, dan dalam satu propagol ada sekitar 50 biji mangrove yang diikat.

Cara ini ternyata berhasil membuat mangrove tidak terbawa arus air laut, dan tetap bertahan untuk tumbuh.

Baca juga: 7 Manfaat Hutan Mangrove bagi Lingkungan dan Kehidupan

 

Bisa dijadikan contoh progam daerah lain

Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas), Sri Yanti JS dalam kesempatan yang sama mengatakan, Coremap-CTI ini menjadi wadah dari apa yang kita lakukan khususnya untuk mencapai target RPJMN 2020-2024 untuk bidang kemaritiman, perikanan, dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Dalam target RPJMN tersebut, wilayah pesisir terutama Perairan Kabupaten Raja Ampat dan Laut Sawu memiliki kontribusi yang cukup signifikan.

“Raja Ampat dan Laut Sawu merupakan Coremap yang disupport oleh World Bank, dan menjadi bagian yang sangat penting karena kedua wilayah ini berkontribusi sangat signifikan terhadap pencapaian RPJMN bidang kemaritiman, perikanan dan juga peningkatan kualitas lingkungan hidup dan masyarakat setempat,” tambahnya.

"Laut Sawu sendiri berkontribusi hampir 30 persen," tambahnya.

Baca juga: Sewindu Riset Pesisir, Data Karbon Biru Padang Lamun Indonesia Tercapai

Untuk itu, kata Sri, program yang dilaksanakan dalam Coremap-CTI ini diharapkan dapat menjadi contoh praktik terbaik, di mana kita bisa menyelaraskan program kelestarian terumbu karang dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.

Namun juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan wisata ramah lingkungan yang edukatif.

“Ini kita harapkan akan bisa diterapkan di tempat lain, karena kompleksitas di dalam permasalahan maupun di dalam potensinya ada di Raja Ampat, dari mulai kemiskinan yang masih tinggi padahal alamnya cantik,” ujarnya.

Dengan begitu, para stakeholder atau pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Coremap-CTI yang didukung oleh hibah World Bank ini, mencoba meningkatkan kontribusi daerah dan masyarakatnya agar bisa mendorong terjadi peningkatan kesejahteraan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat.

Baca juga: 7 Manfaat Hutan Mangrove bagi Lingkungan dan Kehidupan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com