KOMPAS.com - Endometriosis, penyakit yang berkaitan erat dengan nyeri haid dan gangguan kesuburan, telah menjadi masalah global, termasuk Indonesia.
Endometriosis terjadi saat sel-sel yang mirip dengan yang melapisi rahim wanita tumbuh di bagian lain dari tubuhnya, biasanya di sekitar panggul, serta lebih jarang di jaringan dan organ di luar rongga panggul.
Keterlambartan diagnosis endometriosis menjadi masalah yang harus segera diatasi, agar mendapatkan hasil yang optimal bagi pasien.
Dampak dari endometriosis cukup luas, selain perekonomian yang diakibatkan oleh mahalnya biaya perawatan medis dan bedah, penyakit ini juga menimbulkan beban serius bagi kesehatan fisik dan mental perempuan.
Baca juga: Mengenal Gejala Endometriosis, Salah Satunya Nyeri Haid
Divisi Kesehatan Reproduksi Departemen Obgyn Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Achmad Kemal Harzif, SpOG(K) mengatakan, penyakit endometriosis mempunyai risiko kambuh yang cukup tinggi, dalam waktu 5-7 tahun tanpa pengobatan.
“Risiko kambuhnya tinggi dalam waktu 5-7 tahun tanpa diobati,” ujar Kemal dalam webinar Peluncuran Pedoman Tatalaksana Diagnosis Klinis dan Manajemen Awal Endometriosis untuk Asia dan Kampanye #DontLiveWithPain, yang diadakan PT Bayer Indonesia, Selasa (29/3/2022).
Ia menambahkan, terdapat sejumlah faktor risiko ditemukannya endometriosis, seperti:
Sementara itu, seseorang dengan riwayat keluarga menderita endometriosis mempunyai risiko 2 kali lipat dibandingkan pasien yang tidak memilikinya.
“Anak perempuan dari pasien dengan endometriosis memiliki risiko dua kali lipat untuk menderita endometriosis,” papar Kemal.
Ia menuturkan, seseorang dengan faktor risiko dan riwayat keluarga yang dapat meningkatkan terkena endometriosis, dapat melakukan pemeriksaan rutin sejak usia puber.
Selain itu, seseorang dengan nyeri haid yang semakin memberat juga dapat memeriksakan diri.
“Nyeri haidnya semakin memberat, clue pertama pasien periksa. Sebelumnya nyeri tapi masih bisa beraktivitas, setelah beberapa bulan nyeri lebih berat (juga sebaiknya periksa),” tuturnya.
Baca juga: Akhirnya, Peneliti Temukan Hubungan Endometriosis dan Kanker Ovarium