Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Faktor Risiko Endometriosis, Nyeri Haid hingga Gangguan Senggama

Kompas.com - 30/03/2022, 18:03 WIB
Mela Arnani,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Endometriosis, penyakit yang berkaitan erat dengan nyeri haid dan gangguan kesuburan, telah menjadi masalah global, termasuk Indonesia.

Endometriosis terjadi saat sel-sel yang mirip dengan yang melapisi rahim wanita tumbuh di bagian lain dari tubuhnya, biasanya di sekitar panggul, serta lebih jarang di jaringan dan organ di luar rongga panggul.

Keterlambartan diagnosis endometriosis menjadi masalah yang harus segera diatasi, agar mendapatkan hasil yang optimal bagi pasien.

Dampak dari endometriosis cukup luas, selain perekonomian yang diakibatkan oleh mahalnya biaya perawatan medis dan bedah, penyakit ini juga menimbulkan beban serius bagi kesehatan fisik dan mental perempuan.

Baca juga: Mengenal Gejala Endometriosis, Salah Satunya Nyeri Haid

Divisi Kesehatan Reproduksi Departemen Obgyn Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr Achmad Kemal Harzif, SpOG(K) mengatakan, penyakit endometriosis mempunyai risiko kambuh yang cukup tinggi, dalam waktu 5-7 tahun tanpa pengobatan.

“Risiko kambuhnya tinggi dalam waktu 5-7 tahun tanpa diobati,” ujar Kemal dalam webinar Peluncuran Pedoman Tatalaksana Diagnosis Klinis dan Manajemen Awal Endometriosis untuk Asia dan Kampanye #DontLiveWithPain, yang diadakan PT Bayer Indonesia, Selasa (29/3/2022).

Faktor risiko

Ia menambahkan, terdapat sejumlah faktor risiko ditemukannya endometriosis, seperti:

  • Nyeri haid: Meningkatkan risiko untuk ditemukan endometriosis 8,1 kali lipat
  • Haid banyak: Meningkatkan risiko untuk ditemukan endometriosis 4 kali lipat
  • Gangguan kesuburan: Meningkatkan risiko untuk ditemukan endometriosis 8,2 kali lipat
  • Ditemukan kista: Meningkatkan risiko untuk ditemukan endometriosis 7,3 kali lipat
  • Nyeri perut di luar haid: Meningkatkan risiko untuk ditemukan endometriosis 5,2 kali lipat
  • Gangguan senggama: Meningkatkan risiko untuk ditemukan endometriosis 6,8 kali lipat

Sementara itu, seseorang dengan riwayat keluarga menderita endometriosis mempunyai risiko 2 kali lipat dibandingkan pasien yang tidak memilikinya.

“Anak perempuan dari pasien dengan endometriosis memiliki risiko dua kali lipat untuk menderita endometriosis,” papar Kemal.

Ia menuturkan, seseorang dengan faktor risiko dan riwayat keluarga yang dapat meningkatkan terkena endometriosis, dapat melakukan pemeriksaan rutin sejak usia puber.

Selain itu, seseorang dengan nyeri haid yang semakin memberat juga dapat memeriksakan diri.

“Nyeri haidnya semakin memberat, clue pertama pasien periksa. Sebelumnya nyeri tapi masih bisa beraktivitas, setelah beberapa bulan nyeri lebih berat (juga sebaiknya periksa),” tuturnya.

Baca juga: Akhirnya, Peneliti Temukan Hubungan Endometriosis dan Kanker Ovarium

 

Penanganan

Dijelaskan bahwa penanganan endometriosis disesuaikan dengan tujuan dari penderita, seperti berencana untuk hamil atau tidak.

Hal ini dikarenakan, obat-obatan yang digunakan untuk kondisi endometriosis dapat menyebabkan ketidakhamilan.

“Obat-obatan endometriosis seperti kontrasepsi, tidak bisa hamil kalau minum obat. (Pasien ditanya ingin hamil atau tidak), obatnya menekan masa subur,” kata Ketua Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI) Prof. Dr. dr. Hendry Hendarto.

Apabila pasien ingin hamil, lanjut dia, maka dilakukan program kehamilannya. Tapi jika untuk menghilangkan nyeri, maka dikendalikan nyerinya.

Baca juga: Ketahui 5 Mitos dan Fakta Endometriosis

Ketua Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) Prof. Dr. dr. Wiryawan Permadi menambahkan, apabila pasien ingin memiliki anak, tidak digunakan terapi hormonal.

Menurut dia, nantinya akan dilakukan tindakan sesuai kondisi pasien, seperti jika terdapat kista dilakukan operasi terlebih dahulu kemudian program kehamilan, menggunakan obat-obatan untuk memperbesar sel telur, inseminasi, hingga bayi tabung.

Dalam penanganan endometriosis di Asia, deteksi dini lebih diutamakan dan pilihan diagnosis klinis dibandingkan pembedahan. Pasien akan diberikan cukup pertanyaan dan pemeriksaan klinis.

Terapi yang diberikan sesuai dengan keinginan pasien, di mana terapi medis hormon menjadi pilihan pertama dan terapi jangka panjang lebih dipertimbangkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com