Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fakta-fakta Supervolcano, Salah Satunya Ada di Indonesia

Kompas.com - 19/01/2022, 21:02 WIB
Lulu Lukyani

Penulis

KOMPAS.com - Supervolcano menyimpan bahaya yang nyata bagi umat manusia.

Namun, ada banyak kesalahpahaman tentang supervolcano yang mengaburkan fakta-fakta ilmiah tentangnya.

Menurut United States Geological Survey (USGS), gunung berapi dianggap "super" jika memiliki setidaknya satu ledakan yang melepaskan lebih dari 240 mil kubik material. 

Supervolcano juga harus berada pada magnitudo 8, peringkat tertinggi pada Volcanic Explosivity Index (VEI) yang digunakan untuk mengukur daya ledak letusan.

Letusan supervolcano adalah letusan gunung yang sangat besar, yang dampaknya dapat meluas, mulai dari longsoran batu panas, gas yang mengalir di lereng gunung berapi, hingga perubahan iklim global. 

Baca juga: Gunung Tonga Terus Dipantau Setelah Letusan Besar Sebabkan Tsunami

Mengenai letusan supervolcano, perlu diketahui bahwa gunung berapi yang pernah mengalami letusan super, bahkan dua kali di masa lalu, tidak berarti letusannya di masa depan akan sama besarnya.

Fakta-fakta supervolcano

Dilansir dari National Geographic, berikut adalah beberapa fakta tentang supervolcano.

Istilah supervolcano

Menurut penyelidikan ahli vulkanologi, Erik Klemetti, asal usul istilah "supervolcano" sebenarnya jauh dari ilmiah. 

Istilah ini digunakan sejak tahun 1925 dalam catatan perjalanan Conquering the World oleh Helen Bridgeman. 

Sejak saat itu, istilah "supervolcano" telah mengambil jalan berliku menuju popularitas.

Baca juga: Peringatan Tsunami Gunung Tonga, Dicabut di Berbagai Negara

Pada akhir tahun 1900-an, istilah "supervolcano" mulai dikenal luas. Tetapi, tampaknya, istilah tersebut benar-benar populer setelah perilisan film dokumenter BBC/Horizon 2000 Supervolcanoes.

Setelah itu, disusul oleh dokumenter yang dibuat oleh BBC dan Discovery Channel tentang supervolcano Yellowstone yang sangat terkenal. 

Supervolcano Yellowstone mungkin merupakan gunung berapi paling terkenal di dunia yang telah menghasilkan letusan dengan kekuatan VEI 8.

Gunung berapi ini memiliki setidaknya tiga letusan yang sangat besar dalam sejarahnya, dua adalah letusan super dengan VEI 8 (sekitar 2,1 juta dan 640.000 tahun yang lalu) dan satu letusan 1,3 juta tahun yang lalu dengan VEI 7.

Sementara letusan seperti itu di masa depan memang mungkin terjadi, kemungkinannya dalam beberapa ribu tahun ke depan adalah "sangat rendah," menurut USGS.

Baca juga: BMKG Tegaskan Erupsi Gunung Api Bawah Laut di Tonga Tidak Berdampak Ke Indonesia

Magma yang bersembunyi di cadangan dangkal Yellowstone hanya sekitar 5 hingga 15 persen cair.

Sedangkan, erupsi biasanya membutuhkan setidaknya 50 persen untuk menjadi gel dalam kondisi panas yang lengket.

Yang lebih memungkinkan adalah ledakan yang menghasilan aliran lava yang perlahan mengalir. 

Meskipun aliran lava dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan yang berada di jalurnya, dampaknya jauh lebih mudah diprediksi dan dihindari.

Gunung-gunung yang dijuluki supervolcano

Ada banyak supervolcano di seluruh dunia selain Yellowstone, termasuk Long Valley di California, Kaldera Aira di Jepang, Toba di Indonesia, dan Taupo di Selandia Baru. 

Baca juga: 3 Fakta Tsunami Tonga akibat Letusan Gunung Berapi Bawah Laut

Beberapa gunung berapi biasanya disebut "supervolcano" tetapi letusannya belum cukup membuatnya mendapatkan status super ini.

Contohnya, letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883.

Letusan Krakatau begitu keras hingga bisa terdengar pada jarak 4.828 km di Pulau Rodriguez.

Letusannya pun memicu gelombang tsunami yang sangat tinggi yang menewaskan lebih dari 36.000 orang. 

Meski sangat dahsyat, letusan Gunung Krakatau diberi peringkat VEI 6 sehingga tidak termasuk supervolcano.

Baca juga: Tsunami Tonga, Ahli Jelaskan Dampak Letusan Gunung Berapi Bawah Laut

Bagaimana supervolcano terbentuk?

Supervolcano dapat terbentuk dalam banyak situasi. Beberapa diantaranya, seperti Yellowstone, dapat disebabkan oleh titik panas, gumpalan magma yang naik dari dalam Bumi. 

Titik panas menghasilkan jejak gunung berapi saat lempeng tektonik yang terus bergerak perlahan dan berbaris melintasi gumpalan yang sebagian besar tidak bergerak, seperti rantai panjang gunung berapi di Kepulauan Hawaiian.

Supervolcano lainnya, seperti Toba di Sumatra, terbentuk di sepanjang zona subduksi, di mana satu lempeng tektonik jatuh di bawah lempeng lainnya.

Saat daratan yang turun tenggelam jauh di bawah tanah, suhu dan tekanan naik, memaksa air keluar dari bebatuan. 

Air tersebut mengurangi titik leleh batuan di atasnya hingga membentuk magma yang dapat memicu letusan di masa depan.

Terlepas dari bagaimana magma terbentuk, bagaimanapun, gunung berapi membutuhkan banyak magma untuk menghasilkan letusan super. 

Saat magma terbentuk, tekanan di rongga bawah tanah akan meningkat. Letusan super membutuhkan banyak tekanan untuk benar-benar memuntahkan kantong besar batuan cair melalui permukaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com