Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Mengembangkan Vaksin Berbasis mRNA untuk Terapi Kanker

Kompas.com - 20/12/2021, 09:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber NBC News

Para peneliti menjelaskan, penggunaan mRNA baik untuk vaksin Covid-19 ataupun kanker adalah dengan memanfaatkan materi genetik yang melatih sistem kekebalan tubuh, agar menargetkan protein tertentu.

Misalnya pada virus corona adalah protein lonjakan di permukaan virus, sedangkan bagi kanker untuk menargetkan protein di permukaan sel tumor.

Begitu sistem kekebalan belajar mengenali protein, maka antibodi atau sel T yang melawan dan menghancurkannya bisa terbentuk bersama dengan sel-sel yang membawanya.

Baca juga: Mengenal Apa Itu mRNA pada Vaksin Pfizer dan Moderna

Messenger RNA adalah bentuk kimia yang unik. Ini adalah kode yang sangat sederhana yang dapat Anda terapkan pada protein atau peptida apa pun, sehingga bisa sangat berguna,” ujar profesor farmasi dan farmakologi di Ohio State University yang tidak terlibat dalam penelitian, Yizhou Dong.

Di sisi lain, profesor teknik biomedis dari University of British Columbia, Anna Blakney mengatakan, munculnya Covid-19 telah mendorong penelitian teknologi mRNA yang lebih berkembang.

“Kami sekarang tahu, vaksin mRNA bermanfaat dan aman. Saya tidak berpikir vaksin mRNA akan segera menyelesaikan semua masalah, tetapi saya pikir ada kesempatan yang membawa teknologi ke tingkat selanjutnya, dan itu sangat menjanjikan,” imbuhnya.

Berpotensi mencegah kekambuhan kanker

BioNTech memilih kanker kolorektal untuk mengembangkan vaksin potensial ini, karena tingkat kekambuhan penyakit yang relatif lebih tinggi.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mencatat, kanker kolorektal telah meningkat pada orang berusia di bawah 65 tahun selama dekade terakhir.

Bahkan, sebuah penelitian yang dilakukan American Cancer Society memprediksi bahwa orang yang lahir pada tahun 1990 memiliki risiko dua kali lipat terkena kanker kolorektal.

Jika menggunakan pengobatan yang ada saat ini, Sahin mengungkapkan sekitar 30 hingga 40 persen pasien yang didiagnosis dengan kanker kolorektal akan mengalami kekambuhan dalam dua atau tiga tahun setelah operasi yang disebabkan oleh sel kanker yang berpindah ke bagian tubuh lainnya.

“Pertanyaannya adalah jika kita mendapatkan vaksin, bisakah kita mencegah kekambuhan ini? Kami percaya vaksin bisa melakukan itu,” tuturnya.

Dijelaskan peneliti, vaksin baru ini menggunakan protein unik untuk tumor pada manusia agar melatih sistem kekebalan dalam mengenali sel kanker, kemudian melawan dan membunuh sel-sel tersebut.

“Dibandingkan menggunakan kemoterapi tradisional, ini saatnya mencoba untuk membangun sistem kekebalan tubuh sendiri untuk melawan kanker,” kata Dr Scott Kopetz, profesor onkologi medis gastrointestinal di University of Texas MD Anderson Cancer Center, yang memimpin penelitian tersebut.

Sejauh ini, para peneliti menambahkan 200 orang pasien dari Belgia, Jerman, dan Spanyol sebagai bahan uji klinis.

“Meskipun mereka bebas dari tumor pada pmeriksaan CT scan setelah operasi, mereka mungkin memiliki sisa tumor yang sangat kecil di dalam tubuh, membuatnya berisiko mengalami kekambuhan penyakit dini,” papar Liane PreuBner, wakil presiden penelitian klinis di BioNTech.

Proses penelitian vaksin berbasis mRNA untuk kanker kolateral

Penulis studi mengungkapkan, saat Rodriguez menyelesaikan seluruh program kemoterapinya, dokter akan melakukan biopsi cair untuk memeriksa DNA tumor yang beredar.

Jika mereka menemukannya, sel kanker dari tumornya akan dikirim ke pabrik BioNTech di Mainz, Jerman. Di sana, sel-sel kanker akan dianalisis untuk dilihat mutasi secara spesifik pada pasien dan dikodekan dalam untaian mRNA yang masuk ke vaksin khusus.

PreuBner menyatakan, keseluruhan proses bisa memakan waktu hingga enam pekan.

“Kami perlu menyaring tumornya, mencari mutasinya. Kemudian dibutuhkan beberapa hari untuk membuat vaksin, melakukan kontrol kualitas, dan tentu saja mengirimkannya kembali ke rumah sakit,” katanya.

Selanjutnya, peserta penelitian akan menerima satu infus vaksin per pekan selama enam pekan untuk meningkatkan respons imun.

Setelah itu, mereka akan beralih ke jadwal dua mingguan, lalu setiap beberapa pekan selama sekitar satu tahun.

Di samping itu, para peneliti menilai penemuan ini berpotensi untuk mengobati berbagai jenis kanker berulang. Sebab, uji klinis tahap 2 yang dilakukan Genentech, sedang menyelidiki mRNA untuk pasien dengan melanoma.

“Ini sangat menjanjikan, dan kami masih di awal kemungkinan. Akan ada lebih banyak (pengetahuan) jika kami terus mendalami biologi kanker,” pungkas Dong.

Baca juga: Peneliti Ungkap Profil Genetik Pengaruhi Faktor Risiko Kanker Kolorektal di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com