Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi AS Sebut Efikasi Vaksin Covid-19 Menurun Drastis, Apa Artinya?

Kompas.com - 09/11/2021, 08:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Temuan terbaru menunjukkan, efektivitas vaksin Covid-19 yang diproduksi Pfizer, BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson menurun drastis ketika varian Delta melanda AS.

Hal ini terpapar dalam studi terbaru yang terbit di jurnal Science edisi Kamis (4/11/2021).

Studi itu menunjukkan, efektivitas atau kemanjuran ketiga vaksin yang saat ini dipakai orang AS itu menurun antara 35-85 persen.

Penelitian ini berdasar catatan hampir 800.000 veteran atau mantan tentara AS yang dilihat sejak awal bulan Maret, ketika varian Delta mulai berkembang di seluruh AS.

Namun setelah enam bulan sejak Maret, efikasinya menurun drastis.

Baca juga: Studi Terbaru Ungkap Efektivitas Vaksin Covid-19 Turun Drastis Setelah 6 Bulan

Pada bulan Maret, dua dosis vaksin Moderna efikasinya 89 persen tapi pada akhir September tinggal 58 persen.

Kemudian, pada periode yang sama, efikasi dua dosis vaksin Pfizer turun dari 87 persen menjadi 45 persen.

Dan yang paling mengejutkan adalah dosis tunggal Johnson & Johnson turun dari 86 persen menjadi 13 persen setelah enam bulan.

Apa artinya ini?

Menurut ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo, studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Public Health Institute di Oakland, peneliti dari Veterans Affairs Medical Center di San Francisco, serta tim peneliti di University of Texas Health Science Center ini sangat bagus.

Ahmad mengatakan, efektivitas vaksin yang dilihat dalam studi ini sebenarnya ada dua.

Pertama, ketika para subyek penelitian ini terinfeksi Covid-19.

"Terinfeksi ini ukurannya positif. Tapi positif Covid-19, tidak semuanya sakit kan, ada yang OTG," ungkap Ahmad kepada Kompas.com. Senin (8/11/202!).

"Yang kedua, yang dilihat adalah kematian," sambungnya.

Ahmad berkata, sebetulnya data tim peneliti ini menunjukkan bahwa memang efikasi vaksin dalam riset ini menurun tajam.

Namun perlu diingat, sebelum varian Delta muncul, kata Ahmad, Amerika sudah memiliki vaksin mRNA yang mampu mencegah penularan.

Sebelum varian Delta muncul, setelah orang-orang AS vaksin mereka percaya diri untuk membuka masker dan menjalani hari seperti sebelum pandemi.

"Tapi itu berubah setelah (varian) Delta muncul," ungkap Ahmad.

Seperti diketahui, virus corona SARS-CoV-2 dengan varian Delta lebih mampu menularkan virus dengan sangat cepat dan lebih tahan vaksin.

Hal inilah yang membuat meski sudah divaksin, seseorang masih bisa terinfeksi Covid-19 dengan varian Delta.

"Sehingga mereka yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi, dan bahkan jumlah virusnya (di dalam tubuh) sama dengan yang belum divaksin," jelas dia.

Hal inilah yang membuat efikasi vaksin disebut menurun, karena vaksin yang ada di AS terbukti tidak cukup kuat dalam mencegah infeksi.

Baca juga: Menkes Sebut Vaksin Booster Diperkirakan Awal Tahun 2022, Siapa Saja yang Diprioritaskan?

"Ini sebenarnya kita (peneliti) tidak kaget. Karena sebenarnya proteksi vaksin bukan untuk mencegah infeksi, tapi untuk yang kedua yaitu mengurangi risiko gejala parah dan kematian akibat Covid-19," paparnya.

"Kalau efikasi untuk mengurangi kematian atau yang bergejala parah, itu (kemanjurannya) masih tinggi. Proteksi untuk ini masih di atas 80 persen."

Ini artinya, baik vaksin Moderna, Pfizer, dan Johnson & Johnson masih memiliki kemampuan yang baik untuk mengurangi kesakitan berat atau kematian.

Namun memang, ketiga vaksin tersebut dan vaksin lain tidak cukup untuk mencegah infeksi.

"Artinya, yang sudah divaksin pun harus tetap jaga jarak dan memakai masker. Dan Indonesia sudah ada di jalan yang benar," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com