Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Badai Matahari Bisa Terjadi? Ini Penjelasan Pakar Astronomi

Kompas.com - 15/09/2021, 09:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badai Matahari disebut dapat berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia di Bumi karena salah satunya berpotensi bikin kiamat internet.

Hal ini diungkapkan oleh Sangeetha Abdul Jyothi, asisten profesor di University of California, Irvine, dalam hasil penelitian yang bertajuk Solar Superstorms: Planning for an Internet Apocalypse.

Jyothi memperingatkan bahwa fenomena badai Matahari ekstrem akan mempengaruhi jaringan internet di Bumi, dan menyebabkan kiamat internet.

Efek kiamat internet yang dimaksudkan adalah jaringan internet akan mati hingga berbulan-bulan lamanya di sejumlah negara di dunia.

Dalam penelitian tersebut, Jyothi mengatakan bahwa infrastruktur yang ada masih belum siap menghadapi badai matahari dalam skala yang besar atau ekstrem.

Untuk diketahui, fenomena badai Matahari adalah lonjakan pelepasan energi Matahari melalui titik-titik tertentu akibat terjadinya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian-bagian permukaan Matahari dan antara permukaan dengan interior Matahari.

Baca juga: Benarkah Badai Matahari Ekstrem Bisa Sebabkan Kiamat Internet?

 

Ketidakseragaman ini yang kemudian memicu badai Matahari ini, menyebabkan garis-garis gaya magnetik Matahari bisa saling berbelit, terpuntir dan membentuk busur yang menjulur keluar dari fotosfera. 

Astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo mengatakan, busur tersebut memerangkap plasma Matahari. Pada satu saat busur ini akan putus dan menghasilkan dua fenomena. 

Fenomena pertama adalah kilatan atau flare Matahari, yakni proses pelepasan energi yang bisa disetarakan dengan kilatan cahaya pada las busur listrik. 

Serta, fenomena yang kedua adalah pelepasan massa korona (PMK), di mana 10-100 juta ton massa plasma yang semula tersekap di balik busur magnetik mendadak terlepaskan ke angkasa pada arah tertentu pada kecepatan tinggi (500 km/detik atau lebih). 

"Kombinasi keduanya (flare Matahari dan pelepasan massa korona) menjadi badai Matahari," kata Marufin kepada Kompas.com, Senin (13/9/2021).

Baca juga: Badai Matahari Dahsyat Hantam Bumi 2.700 Tahun Lalu, Bisa Terulang

Badai matahari kelas X2,2 dan X9,3 terbentuk pada Rabu (6/9/2017). Salah satunya merupakan yang terkuat dalam 12 tahun. NASA Badai matahari kelas X2,2 dan X9,3 terbentuk pada Rabu (6/9/2017). Salah satunya merupakan yang terkuat dalam 12 tahun.

Waktu terjadi badai matahari

Marufin menjelaskan, badai Matahari selalu berhubungan dengan gangguan magnetik, yang secara kasat mata nampak sebagai pembentukan bintik-bintik Matahari. 

"Semakin besar ukuran bintiknya, semakin tinggi peluangnya membentuk badai kelas X (badai ekstrem)," kata dia.

Populasi bintik-bintik Matahari mengikuti siklus aktivitas Matahari yang mencapai puncaknya setiap 10,8 tahun sekali. Meski demikian, badai Matahari bisa saja terjadi pada saat aktivitas Matahari berada di level yang rendah. 

Erich Rieger dkk (1984) menemukan badai-badai Matahari yang kuat akan terjadi setiap rata-rata 154 hari sekali. 

Kendati demikian, Marufin menegaskan, periode ulang kejadian badai Matahari ekstrem jauh lebih lama, mungkin berselang beberapa abad sekali.

Faktor pemicu badai matahari ekstrem

Waktu kejadian badai matahari ekstrem akan terjadi juga erat dengan faktor penentu atau pemicunya.

Baca juga: Badai Matahari Sebabkan Paus Abu-abu sering Terdampar, Kok Bisa?

 

Menurut Marufin, seluruh faktor penentunya ada di dalam Matahari sendiri melalui status magnetohidrodinamiknya.

Hal ini bergantung kepada sejauh mana derajat gangguan magnetik yang menimbulkan busur-busur magnetik dan bintik-bintik di permukaan Matahari.

Selain itu, penyebab badai Matahari dapat terjadi karena siklus aktivitas Matahari 10,8 tahun sekali. Siklus ini menjadi faktor lainnya dan siklus atau periode Rieger, di mana badai Matahari kuat umumnya terjadi setiap 154 hari sekali.

"Khusus untuk badai Matahari ekstrim, kondisi magnetohidrodinamiknya harus lebih ekstrim pula. Dan itu diperkirakan hanya terjadi sekitar seabad sekali," tuturnya.

Pada tahun 1859 terjadi badai Matahari ekstrem yang disebut peristiwa Carrington dan menerpa Bumi. 

Di tahun 2012, analisis citra-citra satelit pengamat Matahari juga menunjukkan terjadi badai Matahari ekstrem yang sama kuatnya meski tidak mengarah ke Bumi, sehingga tidak berdampak. 

Baca juga: Cegah Badai Matahari, Peneliti Rencanakan Perisai Magnet di Antariksa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com