Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Kabar Pegawai KPI Pusat Alami Pelecehan Seksual di Kantor, Ini Efeknya Menurut Ahli

Kompas.com - 02/09/2021, 21:33 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

Sumber NBC News

Seseorang yang mengalami pelecehan seksual juga dapat menunjukkan gejala PTSD, terutama jika pelecehan tersebut mengarah pada kekerasan dan/atau penyerangan.

Dikatakan Dr. Helen Wilson, psikolog klinis berlisensi dengan keahlian tentang efek trauma, gejala stress akut akibat pelecehan seksual pada sebagian orang bisa menghilang seiring waktu dengan dukungan sosial dan strategi penanggulangan.

Namun, sebagian orang lainnya mersa sangat tertekan hingga benar-benar mengganggu pekerjaan dan kehidupan mereka.

Baca juga: Efek Jangka Panjang Bullying pada Pelaku dan Korban

Reaksi Tubuh

Dr. Nekeshia Hammond, seorang psikolog berlisensi mengungkapkan, jika ada yang berpikir rasanya terlalu dramatis menganggap pelecehan seksual begitu berbahaya, maka itu pemikiran yang sangat bermasalah.

Bukan hanya karena mengabaikan korban dan ilmu kedokteran, tapi juga melumpuhkan apa yang dihadapi korban pelecehan seksual.

“Terkadang pelecehan seksual tercatat sebagai trauma, dan sulit bagi pasien untuk menghadapinya, jadi yang sebenarnya terjadi adalah tubuh mulai kewalahan,” kata Dr. Hammond.

“Kami menyebutnya somatisasi, di mana kesehatan mental menjadi begitu luar biasa sehingga seseorang tidak dapat memprosesnya sampai mengatakan 'Saya telah trauma' atau 'Saya depresi.' Dan ini bisa berubah menjadi gejala fisik,” jelasnya.

Gejala fisik ini dapat bermanifestasi sebagai nyeri otot, sakit kepala, atau bahkan masalah kesehatan fisik kronis, seperti tekanan darah tinggi dan masalah gula darah.

"Dalam jangka panjang, hal itu tentu bisa menyebabkan masalah jantung," kata Hammond.

Seseorang tidak perlu kaget atau menyangkal untuk mengalami efek fisik ini. Ini karena otak dan tubuh terkait erat.

"Bagian otak kita yang memproses emosi, termasuk stres, termasuk yang paling awal berkembang, dan berada tepat di sebelah batang otak, yang berhubungan dengan fungsi tak sadar, seperti detak jantung dan pernapasan," kata Wilson.

Maka ketika stress, itu dapat mempengaruhi fungsi kardiovaskular, penyakit autoimun, fungsi metabolisme, dan sebagainya.

Menurut Wilson, stress memang ada di kepala, tapi otak kita adalah organ seperti yang lain. Semuanya sangat terhubung. Neurotransmiter yang ditemukan di otak juga ditemukan di usus.

“Ini adalah hal yang nyata. Inilah mengapa kita cenderung sakit ketika kita stres, dan seiring waktu, jika kita terus-menerus stres, maka ada konsekuensi fisiologis,” ujarnya.

Baca juga: Jawaban Atas Maraknya Perundungan, Ini Kata Peneliti

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com