Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obat Malaria Artemisinin, Berasal dari Ramuan Obat Tradisional Kuno China

Kompas.com - 05/08/2021, 17:43 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Artemisinin adalah obat malaria yang berasal dari tanaman obat yang ditemukan dalam catatan ramuan obat tradisional yang digunakan adalah resep yang ditulis dalam teks abad ketiga oleh tabib China, Ge Hong, untuk menyembuhkan demam intermiten.

Dalam resepnya, Ge Hong meminta untuk merendam tanaman qinghao dalam air, memerasnya lalu meminum jusnya dan bukan merebus tanaman tersebut ke dalam teh. Proses merebusnya juga disarankan untuk menggunakan suhu yang rendah.

Kendati terdapat beberapa masalah dalam membuat ekstrak yang bermanfaat dari tanaman qinghao, penelitian yang dilakukan oleh Yu membuahkan hasil.

Mereka menguji ekstrak obat tradisional China tersebut pada tikus dan hasilnya adalah hampir semua tikus dapat disembuhkan dari malaria.

Kemudian mereka menguji temuannya pada pasien manusia dan menunjukkan bahwa ekstrak qianghao bekerja jauh lebih baik dari standar pengobatan malaria sebelumnya yang menggunakan klorokuin sebagai obat.

Klorokuin sebelumnya dipilih sebagai pengobatan malaria pada tahun 1940-an sampai 1950-an. Namun karena penggunaannya yang begitu luas, menyebabkan jenis malaria yang resisten terhadap obat ini muncul.

Baca juga: Apa itu Oseltamivir, Favipiravir, dan Azithromycin? Obat yang Ditanya Jokowi ke Menkes Budi

 

Sementara dalam obat artemisinin beserta turunannya, selain mampu membasmi malaria dengan cepat tetapi juga diketahui mampu menyerang parasit dengan cara yang unik.

Meskipun obat malaria artemisinin menjadi salah satu penemuan yang mengubah dunia dan membawa perubahan besar di dunia kesehatan, namun hasil studi mereka pada awalnya masih menjadi rahasia militer China dan hanya diterbitkan dalam jurnal berbahasa Mandarin saja.

Baru pada akhir 1970-an, setelah penerus Mao Zedong, Mao Deng Xiaoping, mulai membuka negara, mereformasi ekonomi dan membangun hubungan diplomatik, penemuan obat artemisinin ini menyebar dan terkenal sebagai obat malaria China yang baru.

Para peneliti China yang diawali oleh Tu, akhirnya melakukan presentasi terkait penemuan mereka dalam pertemuan WHO pada tahun 1981. Pada 1990-an, perusahaan farmasi Barat mulai bermitra dengan perusahaan China untuk memproduksi obat artemisinin, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil.

Seiring berjalannya waktu, saat ini kombinasi artemisinin dan antimalaria lain telah direkomendasikan oleh WHO sebagai standar pengobatan malaria.

Berkat temuannya, Tu dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran tahun 2015. Ia pun menjadi semakin terkenal berkat kemampuannya sebagai peneliti tanpa gelar doktor, Ph.D.

Baca juga: Obat yang Harus Dihindari Pasien Covid-19 saat Isolasi Mandiri di Rumah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com