Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Covid-19 di India, Benarkah Mutasi Virus Corona Tak Terdeteksi PCR?

Kompas.com - 26/04/2021, 09:02 WIB
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Penulis


KOMPAS.com- Tsunami Covid-19 di India semakin mengganas dan negara ini telah mencatatkan rekor kasus Covid-19 harian terbanyak di dunia.

India melaporkan angka kasus Covid-19 tertinggi dalam satu hari pada Kamis (22/4/2021) lalu mencapai 314.835 kasus.

Angka tersebut telah membuat negara berpenduduk hampir 1,4 miliar orang itu menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan rekor kasus Covid-19 tertinggi setelah Amerika Serikat.

Sebuah video beredar di YouTube, menunjukkan mutasi virus corona di negara tersebut semakin parah.

Bahkan, strain virus corona penyebab Covid-19 yang bermutasi di India disebut tidak dapat terdeteksi oleh tes PCR, yang menjadi tes standar untuk mendeteksi infeksi.

Baca juga: Varian Mutasi Ganda Picu Lonjakan Kasus Covid-19 India, Ini Kata Ahli

 

Disebutkan dalam video tersebut, bahwa varian baru virus corona yang bermutasi di India langsung menempel di paru-paru dan tidak menempal pada rongga hidung.

Akibatnya, saat dilakukan tes usap menggunakan PCR, baik di hidung maupun tenggorokan, virus SARS-CoV-2 tidak terdeteksi dan memberikan hasil negatif Covid-19.

Menanggapi hal ini, Ahli Biologi Molekuler, Ahmad Utomo mengungkapkan bahwa perlu menunggu data yang lebih banyak untuk bisa memastikan apakah benar virus corona tidak terdeteksi lewat PCR Test.

"Kita masih harus menunggu data yang lebih banyak, karena reseptor ACE2 yang akan ditempel virus ada di rongga napas (pernapasan) atas, yakni hidung dan tenggorokan, serta rongga napas bawah," ungkap Ahmad saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (24/4/2021).

Kendati demikian, perihal kasus tes usap di India yang menggunakan RT-PCR namun tak dapat mendeteksi virus corona penyebab Covid-19 di rongga pernapasan atas, Ahmad menduga hal itu kemungkinan terjadi terkait isu teknis.

Baca juga: Picu Lonjakan Kasus India, Varian Mutasi Ganda Ada di 10 Negara Lain

Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) mengambil sampel dengan metode swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). Untuk memutus rantai penularan Covid-19, Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) membuka laboratorium tes PCR berstandar Biosafety Level (BSL) 2+.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Tenaga kesehatan menggunakan alat pelindung diri (APD) mengambil sampel dengan metode swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (30/9/2020). Untuk memutus rantai penularan Covid-19, Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) membuka laboratorium tes PCR berstandar Biosafety Level (BSL) 2+.

"Seperti pengambilan sampel tidak akurat, sehingga terkesan negatif palsu," kata Ahmad.

Lebih lanjut Ahmad mengatakan bahwa diagnostik kit atau perangkat diagnostik PCR saat ini, semestinya sudah bisa mendeteksi varian baru virus corona.

Kecuali, kata dia, jika alat tes corona tersebut hanya untuk menargetkan gen S atau protein spike.

Protein spike adalah bagian dari virus corona yang berbentuk paku, yang berfungsi untuk menempelkan diri dan menginfeksi sel inang.

"Di Indonesia, biasanya tidak menggunakan gen S, tapi gen (protein virus corona) lain dari si virus seperti RdRP ORF1 atau N," jelas Ahmad.

Baca juga: Varian Baru Covid-19, Mutasi Ganda Virus Corona Ditemukan di India

 

Sebab, kata Ahmad, mutasi virus yang terjadi pada gen S atau protein spike, memang dapat mengurangi keakuratan dari alat tes PCR, terutama yang menargetkan protein virus tersebut.

Mutasi virus corona di India yang diduga membuat virus SARS-CoV-2 tidak terdeteksi alat PCR, Ahmad mengatakan kemungkinan dugaan terkait teknis pengambilan sampel.

Sebab, dengan tingginya kasus Covid-19 yang melonjak tajam di India, yakni dengan lebih dari 200.000 kasus per hari, dapat saja membuat petugas kesehatan pengambil sampel kewalahan, sehingga memengaruhi hasil tes Covid-19.

Belajar dari Covid-19 di India yang melonjak tajam, bahkan disebut tsunami Covid-19 menghantam negara ini, Ahmad mengimbau perlunya penguatan koordinasi antara tim genom surveilans dan tim epidemiologi di Indonesia, sehingga bisa membuat korelasi antara prevalensi varian virus corona dengan lonjakan kasus.

Baca juga: India Embargo Vaksin Covid-19, Apa Dampaknya bagi Indonesia?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com