Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandemi Covid-19 Picu Obesitas hingga Diabetes, Apa Hubungannya?

Kompas.com - 04/03/2021, 19:00 WIB
Dea Syifa Ananda,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kondisi pandemi saat ini menghadirkan tantangan tersendiri karena adanya perubahan gaya hidup dan kondisi lingkungan.

Pembatasan aktivitas keluar rumah dan peningkatan konsumsi makanan menjadi faktor risiko terjadinya obesitas, yang juga akan mengakibatkan penyakit lain seperti diabetes.

Kendati demikian, mengapa hal ini bisa terjadi?

Baca juga: 7 Cara Menurunkan Berat Badan untuk Penderita Diabetes

Saat ini Indonesia sedang mengalami beban ganda mengenai masalah gizi, salah satunya adalah obesitas.

Data menunjukkan bahwa tingkat obesitas pada orang dewasa meningkat dari 14,8 persen menjadi 21.8 persen. Kemudian prevalensi berat badan berlebih juga meningkat dari 11,5 persen di 2013 menjadi 13,6 persen di 2018.

Hal ini disampaikan oleh dr. Dhian Dipo, MA Direktur Gizi Masyarakat Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam webinar yang diselenggarakan oleh Nutrifood berkolaborasi dengan Kemenkes RI dan Badan POM RI bertajuk 'Cerdas Baca Label Kemasan, Hindari Risiko Obesitas' Kamis, (4/3/2021).

Dhian menuturkan bahwa di masa pandemi ini telah terjadi peningkatan pasien obesitas.

Ini karena masyarakat dibatasi untuk keluar rumah, yang secara tidak langsung menyebabkan waktu untuk bermain gadget dan kebiasaan mengonsumsi makanan meningkat.

Studi terhadap 173 orang mengatakan bahwa 91 persen orang lebih lama menghabiskan waktu di rumah dibandingkan sebelum pandemi. Data yang sama menunjukkan, ada 22 persen responden yang mengalami kenaikan berat badan sebanyak 2,5-5 kilogram.

"Kondisi ini dapat menjadi faktor risiko terjadinya obesitas, yang kedepannya dapat berdampak pada peningkatan penyakit tidak menular lainnya dan beban ekonomi negara," ungkap dr Dhian.

Risiko obesitas

Ketua PERSADIA Wilayah Jakarta, Bogor, Bekasi, Depok, Prof. Dr. dr. Mardi Santoso memaparkan, obesitas dapat memicu munculnya penyakit tidak menular seperti:

  • Prediabetes (Minimal mikro & Macroangiopati)
  • Diabetes Melitus (Micro & Macroangiopati)
  • Gangguan lemak/Dislipidemia
  • Viscositas darah meningkat
  • Trombosit mudah lekat/menumpuk
  • Arteosclerosis (Jantung & Pembuluh darah)
  • Fertilitas & gejala early diabetes yang lain
  • Hipertensi
  • Kanker

Kelelahan parah, serta kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki bisa menjadi gejala awal diabetes yang perlu diwaspadai.PEXELS/ANDREA PIACQUADIO Kelelahan parah, serta kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki bisa menjadi gejala awal diabetes yang perlu diwaspadai.

Survei Riskesdas tahun 2018 membuktikan bahwa, satu dari 16 orang Indonesia menderita diabetes. Ini menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-7 di dunia dalam masalah diabetes.

Kemudian, tiga dari empat penderita diabetes tidak sadar bahwa ia terkena diabetes dan satu dari enam orang Indonesia menderita pre-diabetes.

"Orang dengan kelebihan berat badan dan obesitas memang memiliki risiko prediabetes dan diabetes yang tinggi," ungkap Prof. Mardi

Penelitian di beberapa negara menunjukkan, sekitar 47-90 persen penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.

Pertanda prediabetes secara laboratoris adalah kadar glukosa darah puasa sekitar 100-125 mg/dl dan atau kadar glukosa darah 2 jam post prandial 140-199 mg/dl.

"Umumnya kelompok berisiko prediabetes adalah orang dengan obesitas  atau kegemukan, sering abortus, melahirkan bayi dengan berat badan 4 kilogram atau lebih, porsi makan besar tetapi kurang gerak, serta eluarga yang memiliki riwayat diabetes," jelas Prof. Mardi

Dalam jangka waktu 3 sampai 5 tahun, 25 persen prediabetes dapat berkembang menjadi DMT2, 50 persen tetap dalam kondisi prediabetes, dan 25 persen kembali pada kondisi glukosa darah normal.

Baca juga: Pasien Diabetes Boleh Divaksin Covid-19, Asalkan…

"Maka dari itu kita harus mulai membatasi konsumsi gula,garam dan lemak agar kadar gula darah dapat terkontrol," lanjut Prof. Mardi.

Perlu diketahui bahwa kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat meningkatkan risiko komplikasi diabetes. Kombinasi kedua hal ini menyebabkan penurunan kemampuan tubuh melawan infeksi.

Saat terkena infeksi virus, penderita diabetes berisiko mengalami kondisi diabetic ketoacidosis (tingginya kadar keton di dalam darah) yang mempersulir penanganan kondisi sepsis yaitu salah satu komplikasi serius yang dapat dialami oleh penderita Covid-19.

"Mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan membatasi asupan gula,garam dan lemat, istirahat yang cukup, dan rutin aktivitas fisik 150 menit dalam seminggu dapat membantu mengurangi obesitas yang dapat memicu prediabete agar tidak berkembang menjadi DMT2," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com