Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ns. Sri Nining, S.Kep
Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan

Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia

Antara Dedikasi vs Remunerasi, Perawat Menantikan Kesejajaran

Kompas.com - 11/01/2021, 22:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Ns. Sri Nining, S.Kep*

TAHUN 2020 adalah tahunnya perawat. Spotlight dunia mengarah ke profesi ini.

Seakan baru disadari keberadaannya, perawat begitu dikagumi dan dibanggakan. Sampai-sampai, banyak karya seni baik musik maupun tulisan diciptakan untuk memberi penghormatan dan dukungan untuk perawat yang sedang berjuang melawan Covid-19.

Sedangkan dahulu, predikat judes, galak dan malas kadang disematkan pada profesi perawat. Kini, banyak predikat luar biasa yang diberikan kepada perawat, seperti superhero, pahlawan kemanusiaan, garda terdepan, dan ada juga yang menyebut perawat sebagai "malaikat" penolong.

Tahun 2020 pun ditetapkan sebagai International Year of the Nurse and the Midwife oleh WHO.

Baca juga: Telenursing, Solusi Pelayanan Keperawatan di Masa Pandemi

Tahun 2020 berganti 2021, masih ada harapan besar yang disemat semua perawat yang belum terwujud sampai saat ini, yaitu adanya perbaikan nasib. Bukan hanya penghargaan kata-kata, namun harus ada penghargaan secara materiil.

Karena perawat ini bukan malaikat seutuhnya namun manusia, yang punya banyak kebutuhan. Jangan dilupakan, bahwa pekerjaan sebagai perawat ini adalah karir, yang menjadi sumber pundi-pundi bagi keluarga perawat itu sendiri.

Kondisi pandemi, menambah daftar problema yang harus dihadapi keperawatan, ditambah program Universal Health Coverage 2030 yang menuntut dedikasi lebih lagi dari keperawatan.

Tak adil bila hanya menuntut dedikasi namun tanpa dukungan. Banyak penelitian membuktikan bahwa remunerasi adalah pendorong yang kuat untuk meningkatkan kinerja perawat apalagi jika diberikan pada tingkat yang memuaskan, akan memberikan kepuasan dan motivasi kerja perawat.

Prinsipnya jelas, yaitu keseimbangan dedikasi dan remunerasi. Dalam Permenkes No 17 tahun 2018 tentang jabatan fungsional perawat, menempatkan perawat ahli pada kelas 7, dengan pendidikan terakhir S1 Ners sedangkan perawat dengan pendidikan D3 berada pada kelas 5.

Ini sebenarnya kurang adil karena jika diperhatikan dengan seksama, jabatan dengan pendidikan profesi harusnya berada pada posisi 8, contohnya profesi dokter.

Namun dalam sistem remunerasi Kemenkes, posisi ners disamakan dengan D IV kebidanan, padahal tingkat pendidikannya tidak setara.

Kompleksitas kerja dan keilmuan di antara profesi kesehatan, tidak bisa "dikastakan" untuk menjadi alasan penempatan kelas para ners.

Baca juga: Menkes Izinkan Perawat Tanpa Surat Tanda Registrasi Tangani Pasien Covid-19

Dalam UU No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, diakui bahwa profesi perawat adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan dan berinteraksi secara sejajar dengan profesi lain.

Perawat berjuang belajar di bangku pendidikan dengan ilmu yang kompleks. Di pelayanan pun perawat merupakan profesi yang tak kalah pentingnya.

Dari 24 jam pelayanan, perawat selalu berada di setiap detiknya memberikan pelayanan. Dalam kondisi pandemi ini, jumlah perawat yang menjadi korban pun banyak.

Bukankah sudah terlihat jelas, dedikasi para perawat?

Okelah kalau di tahun 2018 posisi perawat ahli kelas 7, tapi sekarang posisi itu harusnya naik karena ada aturan baru yaitu Permenpan Nomor 17 Tahun 2019 tentang Jabatan Funsgsional Perawat.

Jika sebelumnya perawat berada pada golongan III B, Permenpan menaikkan posisi perawat ahli pada golongan III C. Sehingga harusnya saat ini kelas perawat yang di tahun 2018 pada kelas 7 dinaikkan pula menjadi kelas 8, setara dengan jabatan pada profesi lain.

Perawat ahli yang dimaksud dalam Permenkes di atas disamakan dengan perawat pada jenjang karir PK 1.

Baca juga: PPNI: 80 Persen Perawat Indonesia Siap Menerima Vaksin Covid-19 Gelombang Pertama

Ketidakadilan lain muncul dalam Permenkes No 40 tahun 2014 tentang jenjang karir perawat klinis, perawat baru harus menjalani 1 tahun internship atau magang sebelum masuk ke PK (perawat klinis) dan diakui sebagai perawat yang siap bekerja.

Level pra-PK ini belum bisa disamakan dengan perawat ahli pada kelas 7 sehingga otomatis kelas mereka lebih rendah lagi. Nah apakah ini adil?

Profesi kesehatan lain lagi. Walaupun baru selesai pendidikan bisa langsung dikategorikan pada kelas remunerasi yang ditentukan. Sedangkan perawat, harus menunggu dulu selama setahun untuk bisa mendapatkan kelas yang sesuai.

Keberadaan perawat dalam sistem remunerasi adalah bukti penghargaan pemerintah dan para pembuat regulasi bahwa profesi ini memiliki prestasi yang dinilai dalam bentuk materi dan jabatan.

Posisi dan angka yang sesuailah yang paling diharapkan perawat. Sebagai peraturan nasional, grading yang digunakan ini akan menjadi potret bagi instansi-instansi kesehatan dalam menyusun remunerasi bagi perawat.

Ini sebenarnya bukan hanya membandingkan dengan profesi lain, namun fakta membuktikan bahwa saat ini perawat sudah mengalami demotivasi. Akibat pandemi ini, perawat mengalami tingkat kelelahan yang tinggi.

Jika beban hidup sudah berat, bagaimana seorang perawat bisa semangat bekerja? Perawat harus diberi "vitamin" yaitu remunerasi yang adil.

Jika beban kerja dan dedikasi kita sama, maka harusnya penghargaan yang diterima juga sama. Itu baru adil!

Kini rekomendasi saya cukup jelas untuk memberikan keadilan bagi perawat. Pemerintah dan para pembuat regulasi perlu mengkaji ulang regulasi tentang remunerasi perawat.

Berpijak pada Permenpan No 10 tahun 2019, seharusnya kelas perawat dinaikkan ke kelas 8. Perlu pula dilakukan perubahan pada peraturan tentang kewajiban internship 1 tahun sebelum dijadikan PK.

Dengan demikian, perawat akan mendapatkan benar-benar penghargaan yang adil dalam sistem remunerasi. Harapan terbesarnya adalah perawat akan semakin bangga dengan profesi mereka, sehingga semakin termotivasi dalam meningkatkan kinerja dalam memberikan asuhan yang bermutu bagi semua masyarakat yang membutuhkan.

Memanfaatkan momen saat ini, sebaiknya pemerintah dan para stakeholder keperawatan lebih memperhatikan kondisi keperawatan. Karena bukan hanya masalah remunerasi ini yang dihadapi keperawatan, ada banyak permasalahan lain yang juga sangat penting bagi kemajuan keperawatan di Indonesia. (*Ns. Sri Nining, S.Kep; Mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Universitas Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com