Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Varian Baru Virus Corona Belum Terdeteksi di Indonesia, Ini Kata Ahli

Kompas.com - 03/01/2021, 17:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Kapasitas Indonesia yang terbatas untuk memeriksa mutasi virus menyebabkan hingga saat ini belum diketahui pasti apakah varian baru virus corona yang pertama kali ditemukan di Inggris sudah menyebar di dalam negeri, kata peneliti.

Sementara itu, sejak awal pekan ini, sekitar 200 orang dari luar negeri sudah tiba di Indonesia menjelang penerapan larangan WNA masuk Indonesia mulai tanggal 1 Januari, dalam upaya mencegah penularan varian baru virus corona yang pertama dideteksi di Inggris.

Pemerintah sendiri mengatakan sudah melakukan berbagai upaya untuk memitigasi penyebaran varian virus, salah satunya dengan memberlakukan karantina wajib bagi mereka yang baru tiba dari luar negeri.

Selain itu, akan dilakukan pula upaya untuk mendeteksi varian virus baru, kata pemerintah.

Baca juga: Kasus Covid-19 Tak Terkendali bisa Picu Varian Baru Virus Corona

Kapasitas terbatas Indonesia

Hingga kini, Satgas mengatakan belum menerima laporan varian baru virus corona yang pertama dideteksi di Inggris dan diumumkan pada 20 Desember lalu.

Sementara, negara tetangga Indonesia, seperti Singapura, juga beberapa negara Asia seperti Hong Kong, Korea Selatan, dan Jepang sudah mendeteksi varian itu.

Mutasi baru ini telah terdeteksi di banyak negara Eropa, Kanada, Korea Selatan dan juga India.

Mutasi virus Covid-19 ini disebutkan para ilmuwan menular secara lebih cepat namun tidak ada bukti yang menunjukkan menyebabkan sakit yang lebih parah pada mereka yang terjangkit.

Walaupun belum terdeteksi di Indonesia, bukan berarti varian virus baru belum masuk ke Indonesia, menurut ahli virus Sidrotun Naim.

Ia menyorot kapasitas Indonesia yang terbatas dalam mendeteksi mutasi virus melalui whole-genome sequencing atau pengurutan gen virus secara menyeluruh.

"Apakah Indonesia ada atau belum varian itu, kita tidak bisa bilang ada atau tidak. Yang jelas datanya kita tidak punya karena kita tidak melakukan sequencing (pengurutan DNA varian baru).

"Bagaimana bisa tahu keberadaanya, ya harus dilakukan sequencing memang. Misalnya untuk saat ini sedang banyak penularan di Jakarta, coba itu di-sequence sudah ada (varian virus baru) atau belum," kata Sidrotun.

 

Varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris memiliki mutasi pada bagian receptor-binding domain, yang digunakan virus untuk menginfeksi sel tubuh manusia.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris memiliki mutasi pada bagian receptor-binding domain, yang digunakan virus untuk menginfeksi sel tubuh manusia.

Proses mengetahui adanya varian baru ini, kata Sidrotun Naim, terkendala karena memakan banyak biaya dan waktu.

Ia merujuk data genom virus yang dikumpulkan dari berbagai negara di Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) hingga Desember.

Dari sekitar 300.000 data, Indonesia baru melaporkan pengurutan genom 125 virus corona, baik secara utuh maupun parsial, dengan berdasarkan data terbaru di bulan Oktober.

Meski Sidrotun memuji kemampuan Indonesia yang sudah meningkat pesat terkait pengujian genom virus, data itu menunjukan Indonesia masih di belakang negara tetangganya.

Malaysia, misalnya, sudah melaporkan 295 data dan Singapura dengan sekitar 1.500 data.

Sementara, setengah dari total data global, dilaporkan oleh Inggris.

Padahal, menurut Ketua Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Profesor Gunadi, Indonesia idealnya bisa melakukan pengurutan genom 3.000 virus, atau 1 persen dari semua data global.

Sejauh ini, UGM sudah mengurutkan genom 19 virus.

Ia lanjut menjelaskan mengapa pemeriksaan varian virus penting.

 

"Pertama untuk mengetahui jika ada mutasi baru yang diimpor dari luar, yang kedua mungkin ada mutasi baru di Indonesia itu juga bisa, mengingat November, Desember, jumlah kasus meningkat pesat," kata Gunadi.

Peningkatan kasus pesat, kata Gunadi, terjadi di Inggris dan Afrika Selatan, dan saat diperiksa di kedua negara tersebut terdeteksi varian virus baru.

"Kami hipotesisnya di Indonesia mungkin ada varian atau mutasi baru yang spesifik Indonesia. Itu fungsinya surveilans genomic. Nanti ketahuan itu," ujarnya.

Terkait hal ini, juru bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pemerintah berkomitmen untuk melakukan pemetaan genetik virus corona untuk dapat memahami distribusi dan karakter virus.

Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan pada bulan Desember ini sudah dilakukan upaya untuk mempercepat deteksi mutasi virus corona.

Salah satunya, kata Bambang, dengan memberikan dana ke lembaga Eijkman untuk melakukan pemeriksaan genom 1.000 virus corona.

Warga menjalani tes usap atau swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (2/11/2020). Sebagai bentuk gotong-royong dan solidaritas untuk mempercepat penanganan COVID-19 di Indonesia, Tanoto Foundation dan Temasek Foundation International melakukan donasi bersama dengan memberikan bantuan kepada Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) berupa instrumen PCR, reagent kit dan bahan habis pakai untuk pemeriksaan PCR.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Warga menjalani tes usap atau swab test di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (2/11/2020). Sebagai bentuk gotong-royong dan solidaritas untuk mempercepat penanganan COVID-19 di Indonesia, Tanoto Foundation dan Temasek Foundation International melakukan donasi bersama dengan memberikan bantuan kepada Genomik Solidaritas Indonesia (GSI Lab) berupa instrumen PCR, reagent kit dan bahan habis pakai untuk pemeriksaan PCR.

Baca juga: Varian Baru Virus Corona Inggris Dilaporkan Terdeteksi di Negara Ini

Tingkatkan penelusuran

Menurut ahli virologi Sidrotun Naim, Indonesia bisa mengejar untuk melakukan pengurutan genom virus dengan memeriksa bagian-bagian penting virus saja, tidak perlu secara keseluruhan.

"Bukan hanya karena pertimbangan biaya, tapi juga kecepatan," ujarnya.

"Indonesia bisa buat target, misal dalam sebulan harus 10 WGS (pemeriksaan keseluruhan) dan 100 parsial," ujarnya.

Dengan keterbatasan yang ada untuk melakukan surveilans berbasis genom, Sidrotun menekankan pentingnya penelusuran kasus Covid-19 demi memutus penularan virus.

"Kalau mau menangani pandemi, fokus di peningkatan kapasitas tes, tracing, isolasi dan disiplin masyarakat. Tracing manual asal serius sudah sangat membantu," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com