Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuk Golongan I, Kenali Manfaat dan Efek Buruk Ganja

Kompas.com - 04/12/2020, 19:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Rabu (2/12/2020), Komisi PBB untuk Narkotika (CND) memutuskan mengeluarkan ganja dari Golongan IV Konvensi Tunggal 1961 dan tetap mempertahankannya di Golongan I.

Keputusan tersebut berdasar hasil voting PBB, 27 setuju dan 25 menolak (27/25).

Peneliti dan pakar adiksi, dr Hari Nugroho dari Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta menjelaskan, arti keputusan tersebut adalah ganja dan resin ganja tetap diketahui sebagai zat yang punya potensi untuk disalahgunakan dan tetap dalam kontrol Internasional.

Dengan CND mengeluarkan ganja dari Golongan IV dan tetap masuk dalam golongan I, artinya ganja atau resin ganja dikenali sebagai zat yang memiliki manfaat untuk dunia kesehatan.

Baca juga: PBB Keluarkan Ganja dari Golongan IV ke Golongan I, Apa Artinya?

Narkotika golongan I adalah obat-obatan yang bisa menimbulkan efek ketergantungan serta kecanduan. Narkotika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi.

"Dan ini (ganja ada di golongan I) tentu bisa mendorong ke arah riset," kata Hari.

Apa manfaat dan efek buruk ganja yang diketahui sejauh ini?

Seperti disebutkan di atas, karena ganja dimasukkan dalam Golongan I artinya ganja dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan.

Ada sejumlah bukti ilmiah yang telah mengungkap manfaat dan efek buruk ganja. Berikut ulasannya.

Manfaat ganja

1. Anti-nyeri Neuropatik

Nyeri neuropatik merupakan sebutan umum untuk menggambarkan rasa nyeri akibat kerusakan pada saraf.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal CMAJ pada Oktober 2010 menemukan bukti bahwa mengisap mariyuana atau ganja mampu meredakan nyeri neuropatik.

Penelitian ini melibatkan 23 peserta usia dewasa yang mengalami nyeri neuropatik pasca-trauma atau pasca-operasi besar.

Para peserta diminta mengisap dosis 25 mg tunggal melalui pipa tiga kali sehari selama 5 hari. Setelahnya, intensitas nyeri yang dirasakan peserta diukur menggunakan skala numerik.

Hasilnya, intensitas nyeri berkurang signifikan. Selain itu, peserta mengalami peningkatan kualitas tidur. Meski begitu, studi mengenai keamanan metode ini harus dilakukan lebih lanjut.

Ilustrasi radang usus buntu. Penyebab usus buntu karena adanya penyumbatan dan peradangan pada usus, gejala usus buntu biasanya nyeri perut, demam hingga mual.SHUTTERSTOCK/PopTika Ilustrasi radang usus buntu. Penyebab usus buntu karena adanya penyumbatan dan peradangan pada usus, gejala usus buntu biasanya nyeri perut, demam hingga mual.

2. Obati Radang Usus Kronis

Tanaman ganja Cannabis sativa telah dilaporkan menghasilkan efek menguntungkan bagi pasien dengan penyakit radang usus.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Gastroenterology Hepatology tahun 2013 melakukan uji kontrol terkait hal tersebut.

Mereka merekrut 21 pasien radang usus kronis yang dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama diminta mengisap ganja, sedangkan kelompok kedua diminta mengisap plasebo (obat kosong).

Hasilnya, selama 8 minggu perawatan, kelompok pertama dilaporkan mengalami peningkatan nafsu makan dan tidur tanpa efek samping yang signifikan.

3. Terapi PTSD

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Behavioural Pharmacology 2016 lalu membuktikan manfaat ganja untuk terapi gangguan stress pasca-trauma (PTSD).

Studi terdahulu juga menunjukkan bahwa pengobatan dengan cannabinoid (zat dalam ganja) mampu menurunkan gejala PTSD termasuk meningkatkan kualitas tidur, mengurangi frekuensi mimpi buruk, dan mengurangi hyperarousal (stres kronis).

Kesimpulan penelitian yang dilakukan ilmuwan dari Israel itu menegaskan agen cannabinoid menawarkan manfaat terapeutik untuk PTSD.

Ilustrasi EpilepsiKompas.com Ilustrasi Epilepsi

4. Mengatasi epilepsi

Ganja juga diketahui punya manfaat untuk kondisi neurologis lain, yaitu epilepsi.

Sejumlah penelitian menunjukkan hasil tersebut. Bahkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) menyetujui obat bernama Epidiolex yang mengandung cannabidiol untuk mengobati kejang akibat epilepsi.

Epidiolex sendiri merupakan ekstrak ganja murni (98 persen berbasis minyak).

Dalam uji klinis terkontrol, hasil studi menunjukkan pemberian epidiolex mampu menurunkan gejala kejang lebih cepat dibanding obat lain.

Studi FDA itu juga didukung oleh penelitian tahun 2017 dan 2018 di New England Journal of Medicine.

5. Perawatan multiple sclerosis

Multiple sclerosis ditandai dengan terganggunya komunikasi antara otak dan tubuh.

Gejala yang paling mudah dikenali adalah penglihatan mulai kabur hingga kelemahan otot.

Sebelumnya, penyakit ini sulit diobati. Tapi, sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Neurology memberi harapan baru.

Perawatan yang ditawarkan oleh penelitian itu adalah pil ganja medis. Pil ganja hanya diberikan sebagai bentuk komplementer atau tambahan dari jenis pengobatan lain.

Dengan kata lain, terapi ini belum bisa terbukti berdiri sendiri.

Efek buruk ganja

Mengkonsumsi ganja bisa memberikan efek yang tidak baik terhadap tubuh dan otak Anda.

Hal itu dijelaskan Peneliti di Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta, dr Hari Nugroho, MSc, dalam berita yang tayang di Sains Kompas.com edisi 4 Oktober 2019.

Hari mengatakan, pengaruh zat adiktif ganja lebih rendah dibanding heroin, sabu, ataupun putaw.

Namun, ganja juga memiliki ratusan zat psikoaktif dan Tetrahidrokanabinol (THC), yang merupakan senyawa yang paling aktif.

Senyawa THC memberikan pengaruh atau efek yang signifikan terhadap penggunanya.

Efek ganja pada tubuh

Hari memberikan contoh kasus sederhana perihal efek ganja terhadap tubuh pengguna, yaitu dengan memakai rokok yang telah ditambahkan ganja di dalamnya.

Ketika rokok itu diisap, efek yang akan terjadi tidak hanya dari pengaruh asap rokok yang sudah jelas berbahaya. Melainkan juga kandungan senyawa aktif dari ganja juga akan ikut menyebar di tubuh.

Hasilnya, yang terjadi adalah adanya gangguan pernapasan sampai paru-paru.

Terkait hal tersebut, Hari menanggapi kasus warga Amerika yang meninggal karena penggunaan Vape atau rokok elektrik.

"Itu kasus dari pake Vape ditambah dengan liquid yang mengandung THC cair. Nah karena liquid-nya itu ada kandungan minyak, THC cair tidak bisa menyatu. Makanya bisa bersifat sebagai karsinogen (zat beracun)," ujar Hari.

Tetrahidrokanabinol (THC) merupakan senyawa yang paling aktif di antara ratusan senyawa aktif di dalam ganja, yang efeknya bisa membuat halusinasi berlebih kepada pengguna.

Dampak dari karsinogen yaitu membuat cidera dan gangguan pernapasan sampai paru-paru, yang berujung pada kematian.

Ilustrasi Ilustrasi

Efek ganja pada otak

Efek ganja pada otak antara lain episode halusinasi, episode psikiatri, adiksi (kecanduan), serta menjadi pemicu gangguan jiwa.

Meskipun pengaruh adiktif dari ganja lebih rendah daripada narkoba jenis lainnya seperti heroin, sabu, atau putaw, tetapi dalam dosis berlebihan ganja dengan senyawa THC aktif yang ada sangat bisa untuk membuat efek kecanduan (adiksi) kepada penggunanya.

Itulah mengapa pengguna mengalami episode halusinasi dan juga episode psikiatri (prosedur pemahaman, penilaian, diagnosis, perawatan, serta pencegahan gangguan kejiwaan).

Ganja bisa menjadi pemicu gangguan jiwa pada orang yang memiliki faktor genetik.
Hal ini terjadi pada orang yang keturunan atau keluarganya pernah memiliki riwayat gangguan jiwa (skizofrenia).

Baca juga: Perlu Diperhatikan, Efek Buruk Ganja terhadap Tubuh dan Otak

"Jadi kalo ada yang punya genetik gangguan jiwa atau skizofrenia, mengkonsumsi ganja bisa jadi pemicu penggunanya kena gangguan jiwa atau skizofrenia juga. Bahkan sangat berisiko sekali itu," tutur Hari.

Pada beberapa penelitian yang masih diperdebatkan, kemampuan kognitif anak remaja pemakai ganja juga terganggu dan akan menyebabkan terjadinya penurunan IQ.

Oleh karena itu, Hari menegaskan, ganja perlu menjadi perhatian khusus bagi masyarakat termasuk pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com