Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Virus Chapare di Bolivia, Mematikan tapi Tak Menyebar Semudah Covid-19

Kompas.com - 18/11/2020, 17:30 WIB
Bestari Kumala Dewi

Penulis

 

Virus Chapere tidak menyebar seluas Covid-19

Melansir Live Scence, menurut Colin Carlson, peneliti Universitas Georgetown yang mempelajari penyakit zoonosis, virus demam berdarah yang seperti Ebola ini jarang menyebar seluas penyakit pernapasan seperti flu atau Covid-19.

Hal itu karena gejala demam berdarah biasanya muncul segera setelah infeksi (berlawanan dengan periode inkubasi penyakit pernapasan yang lebih lama), dan umumnya untuk terinfeksi harus ada kontak langsung dengan cairan tubuh.

Meski demikian, virus ini harus tetap diwaspadai, karena wabah dapat menghancurkan sistem perawatan kesehatan, apalagi jika sejumlah besar pekerja perawatan kesehatan berisiko menjadi sakit setelah merawat pasien yang terinfeksi.

Baca juga: Gen Misterius Ditemukan Tersembunyi dalam Virus Corona Covid-19

Semakin banyak virus muncul

Maria Morales-Betoulle, peneliti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) yang menangani wabah Chapere 2019 menekankan, bahwa saat ini otoritas kesehatan global bekerja sama secara efektif untuk mengidentifikasi dan melacak penyakit yang muncul.

Carlson menambahkann, virus ini memang termasuk virus mematikan dan ini adalah fakta kehidupan di abad ke-21.

Menurutnya kini semakin umum melihat munculnya penyakit baru yang berpotensi infeksi.

"Dulu, biasanya ada sekitar dua atau lebih virus yang muncul setiap tahun. Hal-hal yang belum pernah kita lihat sebelumnya, kemudian kita lihat untuk pertama kalinya. Dan biasanya sebagian besar dari itu adalah jalan buntu," kata Carlson.

Ia mengakui, bahwa kemunculan penyakit baru juga terus meningkat dalam satu atau dua dekade terakhir - meskipun sulit untuk menyebutkan angka yang tepat pada kenaikannya.

Virus baru sering kali menyebar ke manusia melalui hewan. Tetapi hanya karena virus berpindah dari hewan ke manusia, tidak semua virus akan berpindah ke orang lain.

"Kebanyakan virus ketika mereka berpindah dari satwa liar ke manusia, tidak cukup beradaptasi dengan tubuh manusia, sehingga virus tidak berpindah ke manusia lain," katanya.

Dengan kata lain, virus yang berpindah dari hewan ke manusia, tidak memiliki sifat yang diperlukan untuk berkembang dan menginfeksi manusia lain.

Tetapi, virus yang bersirkulasi pada populasi hewan yang berdekatan dengan manusia – seperti hewan ternak dan tikus – tampaknya memiliki lebih banyak peluang untuk menyebar melalui populasi manusia.

“Dan perubahan iklim serta perusakan habitat mengubah cara hidup hewan liar, membuat satwa liar semakin sakit dan mengubah hubungan antara manusia dan alam. Itu juga membuat lebih banyak orang melakukan kontak dengan virus yang awalnya berada jauh,” jelas Carlson.

Ilmuwan dan masyarakat cenderung menganggap penyakit hemoragik mematikan, seperti di Afrika atau Asia Selatan, kata Carlson. Tapi kasus Chapare menunjukkan bahwa mereka bisa muncul di mana saja di dunia.

"Kenyataannya adalah virus hemoragik atau demam berdarah ada di mana-mana, spesies yang membawanya ada di mana-mana, dan kita belum pernah mengalami masalah seperti ini," katanya.

Sebenarnya, virus yang pada akhirnya menjadi penyakit menular utama, cenderung telah melakukan beberapa serangan pada populasi manusia selama beberapa dekade, sebelum benar-benar menyebar.

Kabar baiknya, kata Carlson, dunia tampaknya menjadi lebih baik dalam mengenali wabah saat mereka muncul.

Baca juga: Mutasi Virus Corona D614G Lebih Menular, tetapi Mudah Dimatikan Vaksin

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com