Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian Baru Ungkap Tubuh Manusia Hanya Mengenali Dua Musim

Kompas.com - 04/10/2020, 19:05 WIB
Dinda Zavira Oktavia ,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Sebuh penelitian menemukan bahwa secara biologis tubuh hanya mencatat ada dua musim.

Dilansir PHSY, (2/10/2020) peneliti dari sekolah kedokteran Stanford telah menemukan bukti yang menjelaskan, bahwa tubuh manusia hanya mencatat dua musim bukan empat musim.

"Kami diajari bahwa ada empat musim, yaitu musim dingin, musim semi, musim panas, dan musim gugur yang dipecah menjadi bagian yang kira-kira sama sepanjang tahun," tutur Michael Snyder, Ph.D., profesor dan ketua dari genetika.

"Tapi, tampaknya biologi manusia tidak mengikuti aturan itu. Jadi kami melakukan studi yang dipandu oleh komposisi molekuler manusia, agar biologi memberi tahu kami berapa banyak musim yang dikenali tubuh," tambah Michael.

Data molekuler telah dikumpulkan selama empat tahun dan terlah terkumpul lebih dari 100 partisipan.

Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, Bunga di Seluruh Dunia Alami Perubahan Warna

Hasilnya menunjukkan, tubuh manusia memang mengalami pola perubahan yang dapat diprediksi, tetapi mereka tidak mengikuti sinyal tradisional apa pun dari alam.

Secara keseluruhan, Snyder dan timnya melihat ada lebih dari 1.000 molekul yang menjadi lemah setiap tahun, dengan dua periode waktu penting pada saat akhir musim semi-awal musim panas dan akhir musim gugur-awal musim dingin.

"Ini adalah periode transisi kunci ketika perubahan sedang terjadi, baik di udara maupun di dalam tubuh," kata Snyder, yang merupakan Stanford W. Ascherman, MD, FACS, Profesor Genetika.

"Anda mungkin berkata, 'Ya, tentu saja, sebenarnya hanya ada dua musim di California: dingin dan panas."

"Itu benar, tapi meski begitu, data kami juga tidak benar-benar memetakan ke transisi cuaca. Ini lebih rumit dari itu," tambah Snyder

Snyder berharap, pengamatan dari penelitian ini dapat menjadi tingkat inflamasi yang lebih tinggi di akhir musim semi, atau peningkatan penanda hipertensi di awal musim dingin.

Hal ini nantinya diharapkan dapat memberikan dasar yang lebih baik, untuk kesehatan yang presisi dan bahkan membantu memandu desain obat klinis di masa depan.

Satu peringatan, kata Snyder, adalah bahwa tim melakukan penelitian dengan peserta di California Utara dan Selatan, dan kemungkinan pola molekuler individu di bagian lain negara itu akan berbeda, tergantung pada variasi atmosfer dan lingkungan.

Baca juga: Tanda Perubahan Iklim Semakin Jelas, Sudah Sadarkah Kita?

 

Studi yang telah dipublikasikan secara online 1 Oktober 2020 di Nature Communicationsenelitian ini, dilakukan pada 105 orang yang berusia antara 25 sampai 75 tahun.

Sekitar setengahnya resisten insulin, yang berarti tubuh mereka tidak memproses glukosa secara normal.

Para ilmuwan juga melacak olahraga dan kebiasaan makan semua peserta.

Sekitar empat kali setahun, para peserta memberikan sampel darah, yang dianalisis para ilmuwan untuk informasi molekuler tentang kekebalan, peradangan, kesehatan jantung, metabolisme, mikrobioma, dan banyak lagi.

Baca juga: Survei: 90 Persen Anak Muda Indonesia Khawatirkan Dampak Krisis Iklim

Selama rentang waktu empat tahun, data menunjukkan bahwa periode akhir musim semi bertepatan dengan peningkatan biomarker inflamasi yang diketahui berperan dalam alergi, serta lonjakan molekul yang terlibat dalam rheumatoid arthritis dan osteoartritis.

Mereka juga melihat bahwa bentuk hemoglobin yang disebut HbAc1, protein yang menandakan risiko diabetes tipe 2, memuncak selama waktu ini, dan bahwa gen PER1, yang dikenal sangat terlibat dalam mengatur siklus tidur-bangun, juga berada di angka yang  lebih tinggi.

Dalam beberapa kasus memang relatif jelas mengapa tingkat molekul meningkat. Penanda inflamasi mungkin melonjak karena jumlah serbuk sari yang tinggi. Tetapi dalam kasus lain, itu tidak tampak jelas.

Snyder dan timnya curiga, bahwa kadar HbA1c tinggi pada akhir musim semi, karena mengonsumsi makanan yang memanjakan selama musim liburan.

Kadar HbA1c mencerminkan kebiasaan makan dari sekitar tiga bulan sebelum pengukuran dilakukan, serta berkurangnya rutinitas berolahraga secara umum di musim dingin bulan.

Saat Snyder dan timnya mengikuti data hingga awal musim dingin, mereka melihat peningkatan molekul kekebalan yang diketahui membantu melawan infeksi virus dan lonjakan molekul yang terlibat dalam perkembangan jerawat.

Tanda hipertensi, atau tekanan darah tinggi, juga lebih tinggi di musim dingin.

Data juga menunjukkan, bahwa ada beberapa perbedaan tak terduga pada mikrobioma individu yang resisten insulin dan individu yang memproses glukosa secara normal.

Veillonella, sejenis bakteri yang terlibat dalam fermentasi asam laktat dan pemrosesan glukosa, terbukti lebih tinggi pada individu yang resisten insulin sepanjang tahun, kecuali selama pertengahan Maret hingga akhir Juni.

Baca juga: Apa Bedanya Pemanasan Global dengan Perubahan Iklim?

 

Penguraian musim

"Banyak dari temuan ini membuka ruang untuk menyelidiki banyak hal lain," kata Sailani.

"Misalnya alergi. Kami dapat melacak serbuk sari mana yang beredar pada waktu tertentu dan memasangkannya dengan pembacaan pola molekuler yang dipersonalisasi untuk melihat dengan tepat, apa yang menyebabkan seseorang alergi," tutur Sailani.

Harapannya, ada lebih banyak informasi tentang naik turunnya molekuler seseorang akan memungkinkan mereka untuk lebih memahami konteks perubahan biologis tubuh.

Bahkan, akan memungkinkan mereka menggunakan informasi tersebut untuk secara proaktif mengelola kesehatan mereka.

"Jika, misalnya, kadar HbA1C Anda diukur selama musim semi dan tampaknya sangat tinggi, Anda dapat mengontekstualisasikan hasilnya dan mengetahui bahwa molekul ini cenderung naik selama musim semi," kata Snyder.

"Atau, Anda bisa melihatnya sebagai semacam peringatan, untuk lebih banyak berolahraga selama musim dingin, sebagai upaya menjaga angka pengukuran tetap rendah," tambah Snyder

Lebih luas lagi, temuan ini juga dapat membantu menginformasikan desain uji coba obat.

Jika para peneliti berencana menguji obat baru untuk hipertensi, mereka mungkin akan mendapat manfaat, dengan mengetahui bahwa hipertensi tampaknya melonjak di awal bulan-bulan musim dingin.

Uji coba yang dimulai pada musim dingin versus musim semi kemungkinan akan memiliki hasil yang berbeda.

Baca juga: 3 Penyakit Kulit yang Muncul saat Musim Hujan, dari Kurap hingga Eksim

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com